Malam ini, cakrawala terlihat sangat menakjubkan. Ribuan bintang kemerlip bak lampu jalanan ibukota. Terlihat dari jauh sana, punggung dua orang perempuan yang sedang duduk di tepi pantai. Mataku sedikit memicing untuk memastikan bahwa di sana ada orang. Aku menebak mereka perempuan karena rambutnya. Dua perempuan dengan warna baju yang sama, coklat muda sepertinya. Mataku masih belum menangkap dengan jelas. Perempuan sebelah kiri menggerai rambutnya, sedangkan sebelah kanan mengikatnya. Aku terus berjalan maju untuk mendekati mereka.
Sampai beberapa langkah lagi aku menggapai mereka, terlihat salah satu bahu perempuan itu bergerak naik turun, sepertinya sedang menangis sesenggukan, aku menghentikan langkahku, jujur ini kurang sopan, aku menguping pembicaraan mereka.
“Ni, kenapa ya? Setiap gue cari orang yang baru, mesti selalu terpaku sama Gibran. Apa-apa selalu Gibran. Gue ngga bisa, dan belum menemukan sosok yang sama persis dengan Gibran.” Ujar perempuan dengan rambut yang digerai. Rambutnya lumayan panjang, panjangnya sekitar sepinggang, berwarna hitam pekat, dan sepertinya sangat halus, tanganku sudah gatal ingin mengusap kepalanya. Aku bukan lelaki yang baik, tapi aku tidak sanggup melihat perempuan menangis dihadapanku, meskipun aku tidak mengenalnya. Ingin rasanya memberikan solusi, seenggaknya aku bisa menenangkan perempuan itu. Apalagi setelah mendengar penyebab dia menangis, rasanya aku ingin segera berlari lalu memeluk erat gadis itu. Aku pernah merasakan kehilangan sosok gadis yang sangat mencintaku, kehilangan, ya kehilangan untuk selamanya. Kini gadisku sudah tenang dengan dunia barunya, aku tidak bisa mengusiknya lagi.
Aku tersenyum kecil, saat mengingat kekonyolan gadisku dulu, semasa dia masih mengejarku dan selalu meminta waktuku. Sudahlah, penyesalan menang datang terlambat, dan aku pun mengakuinya, bahwa dia cinta terakhirku sampai saat ini.
Lamunanku buyar, ketika melihat perempuan itu kembali menangis, kini tangisnya pecah. Sial, tekadku semakin kuat untuk mendekatinya lalu memeluknya erat. Namun aku belum mengenal siapa mereka, aku takut mereka mengira aku seseorang yang ingin berbuat jahat. Aku tetap berdiri di belakang dua perempuan itu, jaraknya lumayan dekat, tetapi mereka tidak menyadari kehadiranku.
Perempuan dengan sapaan “Ni” itu langsung memeluknya, aku sedikit lega, lalu mendengarkan kembali percakapan mereka. “Nat, semua orang pasti mengalami yang namanya kegagalan, entah itu gagal dalam karir, percintaan, bahkan banyak kegagalan yang lain, Nat. Lo sekarang sedang berada dalam fase itu, and inget semuanya butuh proses, kupu-kupu pernah jadi kepompong untuk mendapatkan rupanya sangat menawan, begitu pula kehidupan Nat. Suatu saat nanti, Lo bakal jadi sosok yang sangat beruntung pernah mengalami fase ini.” Ucap perempuan yang mempunyai sapaan “Ni” entalah aku belum mengetahui nama mereka berdua, tadi sempat kudengar mereka saling sapa menggunakan sebutan “Nat, dan Ni”
Ni memeluk sahabatnya dengan erat, sambil mengusap pelan punggung sahabatnya. Yaa, aku menebak mereka sepasang sahabat, mungkin persahabatan mereka sudah terjalin sangat lama, terbukti mereka bisa saling menenangkan, pikirku.
Aku masih mendengarkan tutur kata mereka, yang aku tangkap salah satu dari mereka masih gagal dalam proses melupakan, mungkin bahasa kerennya gagal move on. Perempuan dengan sapaan “Nat” masih terpaku dengan masa lalunya, dia benar-benar belum bisa mencari sosok pengganti masa lalunya, karena dia selalu mencari sosok Gibran ketika mencari orang baru. Aku jadi penasaran, Gibran ini bagaimana sosoknya, sampai-sampai bisa membuat hati perempuan ini terluka hebat. Apakah dia seorang pria yang sangat perfect, atau bahkan sangat peka? Makanya “Nat” masih belum bisa melupakan sosoknya.
Setelah berbincang cukup lama, mereka saling terdiam, aku masih memantaunya. Hati kecilku menyuruh untuk mendekati mereka lalu mengajaknya berkenalan, namun otakku selalu menolaknya, seolah mereka saling berbisik di sebelah kiri dan kanan dengan pendapat yang bertolak-belakang.
Malam ini kondisi pantai cukup ramai, hanya saja di tempat yang kami singgahi lumayan sepi, mereka mencari tempat yang ramai akan gemerlap lampu, sedangkan kami memilih tempat yang lumayan gelap, hanya disinari dengan sinar rembulan yang memantulkan di tepi pantai.
Mereka menengok ke arah belakang, aku sontak kaget. Tubuhku sedikit kaku untuk digerakkan. Sungguh menakjubkan, dua perempuan ini mempunyai paras yang menawan. Aku sempat melongo saat melihat mereka. Kulit putih, alis tebal, hidung mancung, serta bibir tipis yang menambah kesan cantik mereka. Mereka juga terkejut saat melihatku.
Mata perempuan dengan sebutan “Nat” terlihat sebam, dan sedikit memerah. Lalu dia mengusap hidungnya yang mengeluarkan cairan bening.
Aku memberanikan diri untuk mendekati mereka, lalu mengulurkan tangan untuk menjabat tangan mereka. Aku pikir mereka akan acuh lalu pergi begitu saja, ternyata mereka tipe orang yang humble dan mudah berbaur. Kami mengobrol cukup lama, aku juga menceritakan awal kehadiranku, lalu aku menguping pembicaraan mereka, hingga mengetahui masalah mereka.
Ternyata gadis dengan rambut yang digerai bernama Natsani, dan rambut yang diikat bernama Niya. Sungguh seperti mimpi, malam-malam begini aku mendapatkan sosok bidadari, dua sekaligus. Tetapi bidadariku tetap gadis mungilku, dulu.
Kami mengobrol sangat lama, hingga larut malam. Aku mengajak mereka ke tempat makan yang buka 24 jam. Lalu aku bertukar nomor ponsel dengan mereka.
Kini kami sering berkabar melalui telepon genggam, aku mendapatkan banyak pelajaran berharga dari mereka, aku juga mengetahui seluk-beluk percintaan Natsani. Ternyata sosok Gibran yang dia galau-in, adalah sosok pengecut, Gibran memilih wanita lain, disaat Natsani pergi pendidikan di luar negeri. Kisah Natsani dan Gibran terhenti sejak setahun silam, mereka menjalin hubungan sejak zaman SMP, bisa dikatakan cinta monyet. Sampai mereka menduduki bangku kuliah, mereka terpaksa harus LDR dikarenakan Natsani menempuh pendidikan di luar negeri, sedangkan Gibran stay di Indonesia.
Namun setelah mereka wisuda, Gibran mengantarkan sebuah undangan mewah, bertulis dirinya dengan perempuan lain. Hati Natsani sangat hancur, bahkan sampai drop dan masuk ke rumah sakit. Gibran ternyata menjalin dua hubungan percintaan, dengan Natsani dan dengan istrinya yang sekarang.
Itulah kisah yang bisa aku tangkap dalam perjalan Natsani dan Gibran. Namaku Bayu, aku seorang penulis, bisa dikatakan penulis yang masih awam. Banyak kisah yang aku tuangkan dan aku bumbui dengan rangkaian aksara.
Cerpen Karangan: Yolanda Tania ytania___ ayo berkunjung ke Instagram ku, hehehe.