Malam-malam sepi menyiksaku, kekosongannya memberiku celah untuk memikirkanmu. Aku merinduimu, bertanya-tanya apakah kamu merasakan hal serupa? Jika dipikir menggunakan akal sehat, tentunya kau tak akan mau memikirkanku. Tapi biarlah aku gila, tak ada yang bisa menyenangkanku selain kebebasan mengingat semua tentangmu.
Kamu datang diawal Agustus yang hangat, menjumpaiku tanpa sengaja di sebuah kafe pinggir pantai. Salah satu temanmu mengenalkan kita, sebuah permulaan yang tak kusangka mempengaruhi perasaanku sampai saat ini. Kamu orang baik, terlalu baik jika dianggap sebagai teman. Kamu banyak menolongku, memberi perhatian yang tak pernah kudapat dari orang lain. Secara tidak langsung, kamu mengisi lubang yang telah lama kosong di hatiku. Memenuhi pikiranku dengan semua tentangmu, dan kamu juga memberi perasaan berdebar yang telah lama tak kurasakan.
Semuanya terasa sempurna begitu kau menyatakan perasaanmu sama denganku, aku senang memilikimu sebagai curahan perasaanku, kamu sempurna dan aku nyaman bersamamu. Namun, keraguan itu mencul ketika aku mendengar bahwa tak lama sebelum mengenalku, kau baru putus dengan mantan pacarmu. Aku bertanya-tanya benarkah hal itu? Dan kau hanya tersenyum, pahit sekali rasanya. Sejak saat itu aku memerhatikan sorot matamu, tatapan matamu yang kurasai hampa, dan perlakuanmu yang aku rasa terlalu cuek untuk ukuran seorang pacar. Aku mengetahuinya, tapi aku tak mau sadar bahwa selama Bulan Agustus tahun itu kau hanya menjadikanku pelarian, kau tak pernah benar-benar mencintaiku, kau hanya mencari-cari dia dalam diriku yang sebenarnya tak pernah ada.
Kamu memang menyakitiku, tapi aku tak peduli dengan rasa sakit itu, kenyataan tentangmu tak mampu mengubah keyakinanku untuk terus membersamaimu. Namun, ketulusanku tak cukup untuk menahanmu, kau memilih pergi, sesaat setelah gadis itu menghubungimu lagi. Akhirnya kau mengabaikanku. Tak ada sedikitpun kata berpisah yang terucap dari bibirmu, kau pergi begitu saja, melupakan aku yang berharap kau pamit padaku.
Orang bilang aku gadis murahan karena mencintaimu, tapi apalah dayaku yang tak memegang kendali rasa. Banyak yang membenciku, mereka berpikir bahwa aku merebutmu dari dia. Kenyataanya, tak pernah sedetikpun kau menjadi milikku, yang sebenarnya terjadi adalah kau mempermainkan aku. Tapi manusia buta, mereka tak pernah mau memandang melalui sudut pandangku.
Aku tidak tahu bagaimana lagi aku harus berbuat, nyaliku tak cukup untuk berbuat egois dengan memaksamu tinggal. Tapi hatiku juga tak cukup kuat untuk tidak menahanmu pergi. Katakan, bagaimana aku harus bersikap? Kau memang bajingan, berani sekali menjadikan aku tumbal pelarian ketika yang kau harapkan hanyalah keberadaan dia, bukan aku.
Bandung, 27 Januari 2023
Cerpen Karangan: Arunika Wardani