Masih jelas melekat di pelupuk mataku, bagaimana wajah dan senyummu, bahkan setiap kedipan matamu masih aku ingat, meski waktu telah lama berlalu tapi kenangan bersamamu tak pernah bisa aku hilangkan, dan hari ini sepuluh tahun berlalu tanpa ada kabar tentang kamu, ya hari itu aku hanya melihatmu dari balik jendela rumahku saat kamu mengatakan akan pergi berdinas ke Riau, meskin aku ingin sekali mengantar dan mengucapkan selamat tinggal, tapi hati ini tidak mampu melepasmu ditengah perjuanganku untuk mendekatimu. Ya aku memang tidak pernah mengutarakan perasaanku dan aku menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya, tapi semua itu tidak akan terjadi karena kepergianmu.
Butuh waktu lama untuk mengobati hatiku, meski saat kuliah banyak yang mendekati dan menyatakan perasaannya padaku, tapi hati ini seperti tertutup. Bahkan aku selalu asik dengan duniaku sendiri hingga tanpa aku sadari usiaku pun terus bertambah.
Lamunanku seketika buyar ketika pintu kerjaku diketuk dengan keras, “Dok tolong Dok ada pasien gawat” aku berlari kecil mengikuti langkah suster yang cukup cepat di depanku. Kami masuk ke ruangan yang di depannya dipenuhi banyak laki-laki berseragam, dalam benakku bertanya siapa kira-kira pasien yang ada di dalam, tidak butuh waktu lama untuk menjawab pertanyaanku dan alahkah terkejutannya ketika aku tau siapa yang terbaring diatas tempat tidur itu. Jatungku serasa berhenti berdetak, badanku lunglai dan tidak ada tenaga, aku benar benar tidak mampu mengendalikan segala perasaan yang ada.
Aku berusaha tenang dan menjalankan tugas, aku membersihkan luka dan darah yang terus keluar dari kepalanya, aku berusaha secepat mungkin memberikan pertolongan pertama, entah sudah berapa lama aku berada di ruangan ini. Setelah semua keadaan terkendali dan luka di kepala sudah berhenti mengeluarkan darah, akupun menyarankan untuk dibawah ke rumah sakit di kota. Entah kenapa kali ini aku tidak membiarkannya pergi seperti dulu, kali ini aku menemaninya dan terus berada di sisinya meski dia masih koma, aku berusaha untuk tetap tegar dan tidak menangis. Tapi pertahananku akhirnya rapuh aku mengis dan terus menggemgam tangannya, “Tuhan kenapa aku harus bertemu dengannya dalam keadaan seperti ini, berikanlah aku kesempatan” rasanya berat untuk melanjutkan kata-kata terakhir dari doaku.
Satu minggu telah berlalu belum ada tanda-tanda dia akan siuman, luka benturan di kepalanya cukup dalam dan itu membuatnya tidak sadar, pagi ini seperti biasa aku datang ke ruanganya dengan segala harapan, dari kejauhan aku mendenger seseorang memanggilku, “Dokter” aku menoleh dan melihat seseorang menghampiriku, “apa nama dokter lidia? Karena dokter mirip sekali dengan foto yang selalu teman saya bawah”, belum sempat aku menjawab dia terus bercerita, “selama berdinas dia tidak pernah lupa mengucapkan selamat jalan ke foto wanita yang mirip dokter, bahkan saya masih ingat saat kita bertugas di perbatasan, dia selalu memandangin foto itu dan berkata semoga Tuhan memberikan kesempatan untuk mengatakan perasaannya.” bahkan ketika prestasinya terus meningkat dan dia naik jabatan, dia selalu mengatakan ini hadiah buat wanita yang suatu saat akan jadi pendampingnya. Pernah suatu hari putri dari atasan kami mendekati dan mengungkapkan perasaannya, tapi dengan halus dia menolak dan mengatakan ada seseorang yang menunggu dan terus mendoakannya untuk cepat kembali.
Perasaanku bercampur aduk entah bahagia apa aku sedih, tapi saat itu aku tau bahwa perasaan kita sama, aku berlari dengan air mata yang terus menetes, “Tuhan inikah waktu yang sudah engkau tentukan” aku tidak bisa membendung segala perasaan yang ada, aku tidak mempedulikan orang-orang yang melihatku, dan saat aku berada tepat di pintu kamar itu aku berlari dan duduk di samping tempat tidurmu, “Ilove you Dan” ucapku lirih, aku terus memandangmu dalam tidur lelapmu. Semua perasaan yang selama sepuluh tahun aku simpan rapat-rapat akhirnya aku ucapkan juga.
Satu bulan berlalu dan belum ada tanda-tanda kamu akan sadar, seperti hari-hari sebelumya, setiap kali aku selesai bertugas maka aku akan selalu datang menemanimu, meski hanya melihatmu dalam tidur lelapku tapi aku bahagia. Hari ini aku terlambat menjengukmu karena banyak pasien yang harus aku bantu, dengan tergesa-gesa aku berlari kecil menghampiri kamar tempatmu selama ini terbaring, saat pintu terbuka aku tidak melihatmu disana dan aku semakin panik karena aku tidak menemukanmu.
Ditengah rasa takut dan kebingungan aku mendenger ada seseorang memanggil namaku dengan lirih, “lidia” sotak aku menoleh dan alahkah terkejutnya aku melihat kamu berdiri tepat di belakangku dengan senyuman yang selalu membuatku berdebar. Tubuhku seakan mau roboh, jantungku berhenti berdetak, belum habis keterkejutanku tiba-tiba kamu memeluk tubuhku dan mengatakan “Maukah kamu menjadi istriku”. Air mata menetes dan mengalir di pipiku, seperti sebuah mimpi dan aku tidak mau terbangun dari mimpi indah ini, terimakasih Tuhan atas hadiah yang Engkau berikan, aku akan menjaganya dan terus mendoakannya sama seperti sepuluh tahun yang telah lewat.
Kami pun berjalan menyusuri lorong dengan bergandengan tangan dan menyongsong hari esok dengan segalah kebahagiaan.
#Ikeang#
Cerpen Karangan: Ikeang Blog / Facebook: Ikeanggraini Bercerita mengenai cinta yang tersimpan selama 10th dan hanya keajaiban yang bisa membuatnya bersatu.Doa dan harapan merubah sebuah mimpi menjadi kenyataan.