Jika mendengar kata cinta pertama … kalian ingat siapa? Pasti langsung teringat dengan cinta pertama kalian, bukan? Entah itu anak tetangga, teman TK, ataupun gebetan sewaktu SMA. Begitu pun dengan gadis berambut panjang di dekat terumbu karang itu. Mendengar kata cinta pertama, gadis itu langsung teringat laki-laki tampan yang merawatnya selagi ia terdampar di daratan.
Laki-laki itu merupakan cinta pertamanya. Sudah sepuluh tahun lebih ia tidak bisa bertemu dengan laki-laki itu. Dunia mereka jauh berbeda. Dirinya adalah seorang mermaid yang pastinya harus menetap di lautan. Sementara laki-laki itu makhluk darat yang tak bisa bernapas seumur hidup di dalam air.
Kisah cinta yang menyedihkan memang.
Mau bagaimana lagi jika dunia tidak merestui. Yang dapat dilakukannya hanyalah menerima dengan sepenuh hati. Itu adalah satu-satunya jalan terbaik untuk saat ini. Lagi pula, sepuluh tahun telah berlalu. Laki-laki itu pasti telah melupakannya dan hidup damai bersama gadis yang dicintainya. Membayangkannya saja membuat dadanya ngilu.
Gadis itu menggelengkan kepalanya cepat-cepat sebelum perasaan rindu menyerbu ke dalam dadanya. Ekornya yang berwarna biru meliuk-liuk indah, menghempas air laut dengan perlahan. Tangannya yang putih terayun-ayun menyibak gumpalan air yang menghalangi jalannya.
Cara tepat melepas kerinduannya adalah dengan menatap daratan. Melihat daratan membuat hatinya sedikit tenang. Daratan selalu mengingatkannya dengan dia. Walaupun dia telah pergi, daratan adalah saksi bisu yang tak akan pernah pergi.
Karina melongok ke permukaan. Gadis itu memegang berbatuan yang licin dan mulai duduk di atas sana. Kedua mata hitamnya tertuju pada tepi pantai yang begitu sepi. Kedua tangannya terangkum di depan dada. Sementara ekornya bergerak lincah di dalam air.
Apa laki-laki itu akan muncul di depannya? Jawabannya tentu tidak. Tidak akan pernah. Namun, tidak salah ‘kan kalau dia berharap lebih?
—
Lee Jeno menatap akuarium penuh kerinduan. Entah apa yang dipikirkannya, akuarium yang ada di depannya membuatnya terpana seketika. Ikan-ikan yang berenang dengan teratur begitu menarik atensinya. Tumpukan dokumen yang meraung-raung minta disentuh pun terasingkan.
Laki-laki super tinggi yang melihat itu menghela napasnya dalam-dalam. Ini bukan pertama kalinya atasannya itu termenung sembari menatap ikan-ikan. Mungkin sudah ribuan kali atau ratusan juta. Menurut pendapatnya, ikan-ikan di akuarium tidaklah secantik model-model papan atas yang siap sedia mencintai atasannya. Namun, atasannya itu lebih mencintai ikan daripada wanita. Kelainan macam apa itu? Ia pun tak tahu.
“Tuan. Sebentar lagi rapat akan dimulai.” Lee Jeno tersentak. “Hm. Baiklah. Aku bersiap dulu,” ujarnya begitu tersadar. Laki-laki kekar itu mengenakan jasnya yang sempat ia lepas. “Oh, iya. Apa kau sudah menjadwalkan cutiku?” tanyanya sembari mengancingkan jas. “Tentu. Mulai minggu depan cuti Anda akan dimulai,” jawab sekretarisnya yang tak lain laki-laki super tinggi tadi. “Memangnya Anda ingin ke mana sampai cuti dua bulan lamanya?” “Jeju.” “Jeju?” bingung sekretarisnya yang bernama Johny itu. “Apa Anda sangat menyukai ikan sampai ingin ke Jeju?” Jeno hanya tersenyum. Lantas berlalu begitu saja. Ya, laki-laki itu meninggalkan tanda tanya di kepala sekretarisnya.
—
“Karina.” Karina menoleh mendengar namanya dipanggil. Dari dalam air muncul sahabat baiknya, Giselle. Gadis itu baru saja keluar dari dalam air dengan rambut yang basah kuyup. “Ada apa?” tanyanya. “Ayahmu memanggilmu. Pangeran Jaemin akan segera datang untuk membahas pernikahan kalian,” jelas Giselle. “Pangeran Jaemin?!” teriak Karina syok. “Yang benar saja! Aku sudah menolak lamarannya sejak lama. Kenapa dia ingin membahas pernikahan yang jelas-jelas lamarannya sudah aku tolak?” “Kau kan tahu sendiri jika keadaan pantai selatan sedang kritis. Ikan-ikan mulai mati akibat limbah yang terus mengalir. Ayahmu dan ayah Pangeran Jaemin sepakat untuk menikahkan kalian berdua agar bencana ini musnah.” Apa hubungannya pernikahan dengan bencana alam? Apa dengan pernikahannya limbah dari dunia manusia itu musnah begitu saja? Astaga, pemikiran macam apa itu!
“Sungguh, aku tidak tahu bagaimana cara pikir orang tua. Bencana ini tidak akan berhenti hanya dengan pernikahan kami. Bencana ini hanya bisa dihentikan jika kita berhasil membuat manusia itu tidak sembarangan membuang limbahnya,” decak Karina kesal. “Aku paham, Karina. Akan tetapi, tolong turuti permintaan ayahmu. Sampai kapan kau akan seperti ini? Jangan mengharapkan manusia itu lagi. Ini sudah sepuluh tahun lamanya.”
Karina meneguk ludahnya. Giselle benar. Ia tidak bisa terus menerus berperilaku seperti ini. Jujur saja selama sepuluh tahun ini Karina masih mengharapkan kehadiran laki-laki itu—Lee Jeno. Selama sepuluh tahun ini Karina tak absen muncul di permukaan. Ia selalu menunggu dan berharap-harap cemas akan kedatangan Jeno, tapi Jeno tak pernah datang. Mungkin ini adalah saatnya berhenti untuk mengharapkannya. Mungkin benar Jeno sudah bahagia dengan orang lain, karena itu dia tidak pernah menemuinya lagi.
“Kau benar, Giselle. Penantianku selama ini sia-sia. Dia tidak akan pernah kembali. Mungkin dia sudah melupakanku.” Air mata Karina jatuh begitu deras. “Selama ini aku selalu bermimpi jika dia akan datang dan berkata ‘aku merindukanmu’, impianku itu hanyalah semu. Dia tak akan pernah kembali.” Giselle memeluk Karina erat. “Hapus air matamu, Karina. Laki-laki itu tidak berhak kau tangisi,” ujarnya mencoba menguatkan Karina. Karina mengangguk dan menghapus air mata. “Baiklah. Ayo kita pulang. Ayah pasti tidak sabar menunggu kabar bahagia dariku.” “Ini baru Karina-ku!” seru Giselle bahagia saat melihat senyum indah Karina. “Percaya padaku, kau tidak akan menyesal menikahi Pangeran Jaemin. Dia benar-benar mencintaimu. Selama lima tahun ini, dia selalu ada di sisimu. Dia yang menemanimu bukan laki-laki itu.”
Perasaan bersalah menyerbu dada Karina. Dirinya begitu kejam pada Jaemin yang tulus mencintainya. Benar, ini adalah saatnya untuk menjadi putri yang baik serta membayar semua kesalahannya pada Jaemin. Karina menatap daratan untuk terakhir kalinya. Selamat tinggal, Lee Jeno. Semoga kau bahagia di sana.
—
Jeno menjejakkan kaki telanjangnya dengan senyum bahagia. Sudah lama kakinya tidak menyapa gundukan pasir yang begitu empuk dan dingin. Sensasi dingin yang menjalar begitu menenangkan. Sangat nyaman. Kakinya perlahan melangkah semakin mendekat ke tepi pantai. Laut biru yang jernih memanjakan matanya. Stres akibat pekerjaan yang menggunung seketika lenyap. Relaksasi yang begitu tepat.
Matanya tak sengaja menangkap berbatuan yang terendam air. Berbatuan itu mengingatkannya pada seseorang yang dulu sempat ditolongnya. Bukan seseorang, lebih tepatnya seekor mermaid.
Apa dia masih ada di sana? Sudah lama sejak terakhir kali Jeno melihatnya. Dulu sebelum ia menetap di Seoul ia pernah tinggal di dekat sini. Saat mengunjungi pantai tak sengaja ia melihat ekor yang mencuat di antara berbatuan. Saat itu juga ia bertemu dengan seorang gadis setengah ikan yang begitu cantik. Seketika ia langsung terpana dan jatuh cinta. Gadis itu sangat memesona. Sampai membuatnya hilang akal. Walaupun gadis itu berekor tak membuatnya takut. Ia malah semakin terpesona.
Pertama kalinya bertemu, gadis itu tidak sadarkan diri. Ada bekas jeratan di ekornya dan ada luka serta darah yang menetes. Saat itu juga Jeno menyimpulkan jika ada yang ingin menangkap gadis ini. Jeno sama sekali tidak terkejut dengan kemunculan mermaid. Kakeknya yang seorang pelaut sering menceritakan jika mermaid itu nyata, bahkan kakeknya berteman dengan mereka.
Awalnya Jeno mendengar mermaid sebatas dongeng dari kakeknya. Sekarang ia bisa melihat mermaid secara langsung. Seperti setengah mimpi, tapi ini benar-benar nyata. Beruntungnya ia bertemu dengan mermaid yang begitu cantik dan memesona.
Karena merasa kasihan Jeno memutuskan membawa mermaid itu diam-diam. Jeno merawatnya selama kurang lebih tiga bulan. Selama tiga bulan hubungan mereka menjadi lekat, perasaan sayang pun muncul tanpa diduga. Namun, perpisahan itu selalu ada. Karina—nama mermaid itu—adalah seorang mermaid yang kodratnya hidup di lautan bebas sementara dirinya adalah manusia. Ia tidak mungkin bersama dengan Karina. Apalagi Karina tidak bisa berlama-lama di daratan. Terpaksalah Jeno melepaskan Karina tepat setelah tiga bulan bersama.
Itu adalah momen paling menyedihkan dalam hidupnya. Ia terpaksa melepaskan gadis yang dicintainya karena keadaan yang memaksa.
Tepat sepuluh tahun berlalu Jeno akhirnya menjejakkan kaki di sini. Ia berharap Karina akan muncul di permukaan. Ia sangat merindukan gadis itu. Jika bisa, Jeno ingin menyelami lautan demi menemukan gadis yang dicintainya itu, tetapi ia tidak pernah tahu sedalam apa jarak harus ia tempuh untuk bertemu dengan Karina. Bisa saja ia tewas sebelum sempat bertemu dengan Karina.
Jeno mencelupkan tangannya di dalam air. Kepalanya menggumamkan kata-kata penuh kerinduan. Tak lama setelah itu, ia melepas gelang mutiara yang Karina berikan dulu sebagai kenang-kenangan. Semoga gelang mutiara ini dapat mempertemukannya dengan Karina lagi.
—
“Kau cantik sekali, Karina.” Karina tersenyum sebagai balasan atas pujian dari bibinya. “Bibi. Apa aku boleh keluar sebentar?” pintanya memelas.
Besok adalah hari pernikahannya dengan Jaemin. Sekarang dirinya sedang mencoba pakaian serta perhiasan yang akan ia gunakan untuk pernikahan besok. Cukup melelahkan rasanya. Ia ingin mencari udara segar di luar sana.
“Untuk apa?” “Refreshing. Bibi tahu sendiri semenjak pernikahan ditetapkan, aku tidak bisa ke mana-mana. Ayah dan ibu mengurungku karena takut aku melarikan diri,” oceh Karina. Selama seminggu ini ia tertekan karena dikurung di dalam rumah. Jalan-jalan ke pusat kota dilarang, ingin bermain-main dengan lumba-lumba pun dilarang, bahkan ingin mencicip resep baru milik Bibi Mina pun tidak diperbolehkan. “Ayolah, Bi. Tolong kabulkan permintaan keponakanmu ini,” rayunya dengan wajah memelas. Bibi Karina menghela napas dalam sebelum mengangguk. “Bibi beri waktu sampai petang. Jika kau tidak pulang, Bibi akan meminta Giselle mencarimu. Bagaimana?” Karina tersenyum bahagia langsung saja menyerang bibinya dengan pelukan erat. “Terima kasih banyak, Bibi. Aku menyayangimu.”
Setelah itu Karina dengan penuh semangat berenang menjauh dari kamarnya. Ia tidak sabar melihat dunia. Sudah seminggu lamanya, mungkin saja ada perubahan signifikan di luar sana.
Pusat kota selalu ramai seperti biasanya. Ada anak kecil yang sibuk berenang ke sana ke mari. Sementara ibu-ibu sibuk mengobrol dan bapak-bapak sibuk bekerja. Karina tertawa melihat keriuhan ini. Ia selalu menyukai suasana seperti ini.
Ternyata tanpa sadar ia berenang semakin jauh dari pusat kota. Sekarang ia sampai di perbatasan yang begitu sunyi, hanya ada satu dua orang yang berenang. Entah mengapa, sepi lebih baik daripada keramaian. Karina sangat menyukainya.
Gadis itu menoleh ke belakang sebelum berenang semakin menjauh. Sebenarnya, ia ingin melihat daratan untuk terakhir kalinya. Hatinya belum menerima pernikahan ini. Ia masih mengharapkan kehadiran Jeno. Jeno terus membayanginya sekuat apa pun ia mencoba melupakannya. Satu-satunya melampiaskan kerinduannya adalah dengan menatap daratan. Daratan adalah implementasi dari Jeno. Hari ini adalah keputusan akhirnya. Siapa tahu di daratan akan ada yang mengubah keputusannya.
Cahaya yang berkelap-kelip membuat mata Karina terganggu. Gadis itu berenang mendekat ke sumber cahaya itu. Rupanya cahaya itu bersumber dari sebuah mutiara. Lebih tepatnya gelang berhias mutiara. Karina memungutnya. Eh, bukankah ini gelang mutiara yang ia berikan pada Jeno? Kenapa gelang mutiara ini ada di sini? Apakah Jeno ada di sini? Laki-laki itu menemuinya lagi?
Dada Karina berdebar cemas. Itu mustahil. Tidak mungkin Jeno kembali setelah sepuluh tahun, tidak mungkin! Kalau Jeno kembali bagaimana? Benar. Ia harus ke daratan untuk memastikannya.
Dengan sekuat tenaga Karina mencoba berenang secepat mungkin. Semoga Jeno ada di sana. Semoga saja laki-laki itu benar-benar datang untuk menemuinya.
Cerpen Karangan: Febi Auliasari Halo, aku Febi. Mahasiswa semester dua jurusan Hukum Tata Negara. Aku suka banget nulis di Wattpad. Terkadang aku juga nulis cerpen buat ngisi waktu luang. Semua genre aku suka, terutama misteri thriller. Aku penulis romance yang enggak punya pengalaman romance sama sekali. Aku introvert, pendiam, penyendiri, dan susah bergaul. Kalian bisa mampir ke Wattpad aku di @Annelysme.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 1 Februari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com