Tama adalah anak yang baik. Ia disenangi oleh keluarga dan teman-temannya. Nilai plus berikutnya, Tama merupakan Wakil Ketua OSIS 1 di sekolah. Wajar saja karena temannya yang banyak. Cukup sebut nama Tama Yessa, semua orang akan mengarah padanya.
Akhir-akhir ini, Tama terlihat bahagia. Sudah lama ia tidak tersenyum seperti ini. Ia tampak seperti seseorang yang sedang kerasukan makhluk gaib. Ketika ditanya, Tama pun tidak mengerti. Hanya saja, ia bercerita kalau ia sedang dekat dengan seorang perempuan dari kabupaten sebelah bernama Hanny Rusli.
Harus kuakui, Hanny Rusli merupakan kembang desa nomor satu di kabupaten. Aku berani bertaruh, jika Hanny membuka kompetisi lelaki idaman, semua pria pasti ambil bagian. Ia memang cantik, tingginya pun ideal untuk anak SMA. Seleraku dan selera Tama bisa dibilang sama, yaitu menyukai perempuan berhijab seperti Hanny. Tapi, kedekatanku dengannya tidak seekstrem Tama.
Sudah tiga bulan aku menganggur. Ini pun bukan tanpa sebab, karena aku sedang menunggu hasil seleksi Perguruan Tinggi untuk melanjutkan studiku. Berbeda dengan Tama, yang sudah diterima di Perguruan Tinggi jurusan Komunikasi. Ketika aku bertanya tentang Hanny, ia tampak sumringah. Sebab, Hanny pun juga diterima di jurusan Komunikasi, meskipun berbeda Universitas. Ayahku berkata, sesuatu yang terlihat sama berarti jodoh.
Hari ini Tama mengajakku pergi ke sebuah kafe tepi sawah. Hanny menunggunya di sana. Tama terlihat pucat, tidak seperti hari-hari biasa yang berani memalakku setiap pagi. “Wah hebat juga kau, sampai Hanny mengajakmu bertemu di kafe tepi sawah. Kurasa aku tak perlu ikut” Kataku. “Tapi bagaimana kalau dia tidak datang?” Tanya Tama. “Pasti datang, kok. Kuberitahu kau, inilah kesempatan kau supaya lebih akrab dengan Hanny. Lihat di luar sana, mana mungkin Hanny didekati olehmu saja. Banyak laki-laki yang tidak seberuntung kau,” Aku menepuk pundak Tama. Terlihat raut optimis Tama kembali.
Sudah dua minggu terakhir Tama tidak menghubungiku. Sepertinya, dewi cinta sedang hinggap di sela-sela hatinya. Semenjak kencan itu, mereka menjadi semakin akrab. Aku pun sering dianggap angin lalu oleh mereka. Kudengar bahwa Tama sering mengajak pergi Hanny. Aku pun bersyukur akhirnya tidak ada yang memalakku lagi.
Kemarin, aku terbangun oleh ketukan pintu rumah. Tama mengunjungiku. Wajahnya lebih bahagia. Aku mencium bau parfum yang menyengat, dan pastilah itu miliknya. Aku pun segera mendengar cerita terbaru hubungannya dengan Hanny.
“Ya, lihat aku sekarang” Kata Tama. “Kau lebih wangi dari biasanya. Bagaimana dengan Hanny?” “Baik, tapi aku dengannya sudah tidak berhubungan lagi” Kata Tama. Aku terkejut. “Kau gila. Jelas kalian saling mencintai” “Kata siapa?” Tama menatapku heran. “Hanny mengajariku bagaimana bersikap dewasa” katanya. “Cukup jelas bahwa Hanny tidak menyukaiku dari awal. Ketika kita bertemu di kafe tepi sawah, tidak ada yang aneh. Ia bersikap sangat romantis, aku pun sempat terhanyut. Tetapi, keesokan harinya, aku menghubungi Hanny. Ia tidak menjawab. Belakangan kutahu bahwa Hanny sedang didekati oleh mantannya. Ya, sudah cukup jelas?” “Itu artinya, kau hanya pelampiasan Hanny?” “Bukan,” kata Tama. “Mana mungkin Hanny memilihku sebagai pelampiasan?” “Lalu?” Aku mencoba menerka pernyataan Tama. “Ia hanya membutuhkan teman cerita. Pada akhirnya kusimpulkan, hampir semua wanita beralasan sama untuk menolak sesuatu yang bukan keinginannya, padahal dia tidak tahu ada perjuangan dibalik semua itu”. “Apa yang sudah kau lakukan untuk Hanny?” “Cukup banyak, aku bahkan rela tidur lebih larut dan tidak mengerjakan PR. Kau pasti lihat aku membersihkan kamar mandi kemarin, ha ha ha”
Aku termenung. Tidak seperti biasanya Tama bersikap seperti ini. Dia sudah melakukan hal yang benar. Lalu kusarankan dia agar tidak mendekati Hanny Rusli.
Tama berpamitan kepadaku. Tidak lama berselang, telepon genggamku berbunyi. Seseorang mengirim pesan kepadaku: Sayang, maaf ya, selama ini aku sering hilang dari kamu. Aku menghilang karena aku butuh waktu untuk sendiri. Beberapa minggu yang lalu, aku bertemu dengan teman baru. Namanya Tama Yessa. Sekarang aku paham bahwa perjuangan kamu untukku tidak sedikit. Temui aku di kafe tepi sawah sore ini, I Love you Rendra.
Cerpen Karangan: Fauzi Pratama Hanya anak perantauan yang belum mengenal untuk jatuh dalam hati yang sama.