Aku menemui rosita, setelah kembali ke kota ini. Dengan maksud ingin melamarnya, Rosita menyuruhku menunggunya di taman, tempat biasa kami bertemu dulu, rosita datang diantar riko sehabatku.
“Terimakasih rik, telah mengantar rosita ke sini” Tak ada jawaban dari riko, dan aku tidak terlalu mempedulikannya.
Kemudian kugenggam kedua tangan rosita, aku berusaha menenangkan diriku sendiri, kemudian mulai berbicara. “Ros mari kita berbicara serius sekarang” “berbicara tentang apa dim?” “Aku telah lama meninggalkan kota ini, dengan membawa satu cita-cita yang menjadi bekal kepergianku di tanah rantau” “maksudnya?” “Aku menabung separuh uang dari penghasilan kerjaku, dan hasilnya.”
Aku berjongkok di hadapannya dengan tangan kiriku menggenggam tangan kiri rosita, dan tangan kanan mengeluarkan sesuatu dari kantong jaketku. “aku membeli cincin ini untuk melamarmu”
Rosita tidak terkejut, bahkan wajahnya tidak terlihat seperti orang yang bahagia setelah aku mengutarakan niat seriusku dari pembicaraan ini.
“Apa kamu tidak bahagia ros?” “Dimas maafkan aku” “Untuk apa? “Maafkan aku untuk semua yang telah terjadi” “Maksudmu?” Rosita melepaskan tangannya dari genggaman tanganku dengan pelan dan halus. Air mata membasahi pipinya, dan kemudian rosita menundukan wajahnya.
“Lebih baik kita akhiri semuanya sekarang, dan ini adalah pertemuan terakhir kita sebagai sepasang kekasih”
Langit yang mendung meluapkan tetesan air hujan, membasahi tubuh kami bertiga, sehingga membuat aku sulit untuk membedakan air hujan dengan air mata rosita.
“Kenapa kamu ingin mengakhiri semuanya ros?” “Aku merasa berdosa telah melakukannya” “Apa yang sebenarnya terjadi selama aku di perantauan” “Seharusnya kamu peka terhadap dampak kepergianmu bekerja di perantauan, aku kesepian dim, aku membutuhkan kasih sayang dari kekasiku!” “Dan?” “Dan aku menjalin hubungan dengan sehabatmu” Rosita berbicara dengan menggandeng tangan riko yang ada di sebelahnya, dengan kepala yang bersandar di bahu kiri riko. Kemudian riko menepuk bahuku, dengan tangan kanannya.
“kemudian kami berdua melakukan sesuatu di luar nalar, kamu harus memahami hasilnya dim, dan semoga kamu juga memaafkan kami” Riko berbicara, dengan mengubah tepukan tangannya menjadi remasan di bahuku. “Aku tidak mengerti maksud kalian?” “hari minggu nanti kami menikah” Ucap riko, menunduk tak berani menatap mataku.
Bagai petir menyambar, rasa sakit ini terasa begitu pedih, namun aku harus membuka mataku, untuk menyadari kenyataan yang telah terjadi. “Kalian pasti bercanda kan?” “Kami serius dim, dan maaf kami harus pergi sekarang” Ucap riko menegaskan dengan nada suara yang tinggi, riko dan rosita pergi, berjalan melewati ku. “Tunggu”
Mereka pun menghentikan langkah kakinya. “Jika cinta adalah doa. Aku akan berdoa, semoga kalian bahagia dengan pernikah kalian, maaf aku takan bisa datang dihari pernikahan kalian.” Setelah mendengar sebuah doa yang kuucapkan, mereka pergi meninggalkan taman ini, dan tubuhku ambruk di atas genangan air hujan sore di taman, kota ini.
“Sudahlah biarkan ini menjadi pelajaran yang berarti, dan ibu harap dimas tidak membenci mereka berdua” Aku tidak menyadari kedatangan ibuku, lalu bangkit dan memeluknya. “Aku tidak membenci mereka berdua bu, aku hanya tidak bisa memaafkan mereka berdua” “Hidup ini keras nak, mentalmu juga jangan lemah untuk menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi”
Sesayang apapun, kalian pada kekasih kalian, namun mereka bisa saja mengecewakan kalian, lain halnya dengan ibu, mereka selalu menyayangi kita dan takan mungkin kasih sayang ibu membuat kita kecewa dengan melakukan pengkhianatan. Banyak dari kita yang berjuang demi kebahagian kekasihnya, tapi melupakan ibu yang berjuang demi kebahagiaan kita.
Cerpen Karangan: Pandi Alfandi Ig: Bontengpandi122