“Apa-apaan ini? Aku menangkan Gusti? Tapi mengapa..? Air mata ini.. rasa sakit ini.. tidak masuk akal!” Gumamku sambil menatap langit Malam. Aku pikir jika seseorang mendapatkan kemenangan mereka akan merasa bahagia, tapi mengapa aku menangis..? ini aneh sekali.
Aku masih ingat saat dengan sombongnya mengajakmu bertaruh Gusti, Dan aku memenangkan taruhan kita. Tapi tipuan apa yang kau gunakan? Kenapa dadaku sesak dan aku kehilangan egoku yang kubanggakan? Aku merasa kosong.
Hari itu aku bertemu dengannya, seorang gadis biasa yang entah apa yang membuatnya begitu menarik. Aku tidak pernah berfikir untuk menjalin hubungan dengan seseorang, apalagi dengan seorang wanita. Memikirkan tentang wanita saja sudah membuatku jengkel, mengingat ada bekas luka yang masih tersisa saat terakhir kali aku menjalin hubungan dengan mereka. Sosok itu selalu membayangiku, aku menjadi tidak seperti diriku. Aku merasa ini adalah sesuatu yang berbeda dari hal-hal yang biasa aku temui.
Beberapa waktu aku mulai merasa aneh, semakin hari hasrat di dalam hatiku mulai bergejolak untuk mencari tahu siapa gadis itu. Aku mulai berfikir untuk mengajaknya berkenalan, tapi aku masih ragu karena aku tidak terlalu paham soal wanita. Semakin hari bayangnya semakin kuat tertanam di fikiranku, ini cukup aneh untuk seseorang yang bahkan tidak kukenali.
Malam itu aku bermimpi bercengkrama dengan seseorang, aku tidak begitu mengingatnya rasanya itu seorang wanita. Aku tidak terlalu memikirkannya karena aku juga punya aktifitas, aku juga seorang pelajar seperti anak seusiaku pada umumnya. Disela pelajaran aku merasa bosan dan aku mulai memikirkan hal hal yang aku sukai, tapi entah apa yang membawaku kembali memikirkan mimpi itu. ”Ah aku ingat siapa dia!” teriakku, perhatian langsung tertuju padaku. Aku mengabaikan mereka aku hanya memikirkan hal yang baru saja aku temukan.
Aku mengetahui siapa sosok itu, dia anak yang aku lihat saat itu. Aku mulai berfikir untuk mengajaknya berkenalan, tapi aku masih ragu. Beberapa waktu aku mulai mendapatkan informasi tentang gadis itu, ternyata dia tidak satu sekolah denganku. Aku juga dapat akun pribadinya dan aku memutuskan untuk mengirimkan pesan padanya. Ternyata dia memiliki respon yang baik, dia membalas pesanku. Yah kami mulai saling menjelaskan tentang diri masing masing saat perkenalan, setelah saling mengenal satu sama lain kami menjadi sering berkirim pesan. Menurutku dia anak yang cukup baik. “setelah saling mengenal lalu apa? Lansung mengutarakan perasaanku kepadanya? Orang sinting mana yang mau melakukannya” pikirku. Aku memutuskan untuk lebih dekat dengannya, setelah mulai dekat aku baru tahu dia sudah punya kekasih. Hal itu membuatku bimbang untuk kesekian kalinya.
Aku bingung apa yang harus aku lakukan sekarang, haruskah aku lebih mendekatkan jarak denganya? Atau aku harus pergi dan melupakanya?, Aku mulai berkonsultasi dengan orang orang di sekitarku dan respon mereka baik. Mereka mengatakan untuk menrebut dia dari kekasihnya, apakah itu bagus? Tidak!. Kalau kau ingin mengetahui siapa dirimu lihatlah teman temanmu, teman temanku pada dasarnya adalah orang yang kurang baik secara kepribadian, begitu pula aku. Jadi tanggapan mereka yah seperti itu. Aku memang orang yang baik secara sikap, aku tidak religius, tidak suka melakukan hal hal baik, aku lebih suka melakukan hal hal yang buruk di mata masyarakat karena itu menyenangkan menurutku. Tapi aku selalu menjaga karakter dan sikapku ketika mengobrol atau mengirim pesan pada gadis itu aku menjaga imageku di depan dia, agar dia tidak mengganggapku orang yang buruk. Aku tau tidak menjadi diri sendiri itu salah, tapi inilah caraku agar bisa tetap dekat denganya. “Daripada aku berpura pura menjadi orang baik, mengapa tidak mencoba berubah menjadi baik saja?” Gumamku dalam lamunanku. Alasanku memutuskan demikian karena dia selalu mengingatkanku untuk beribadah, belajar, menjaga kesehatan dan melakukan hal hal yang tidak keren bagiku. Jika saja orang lain yang menyuruhku melakukannya pasti aku akan bilang “Urus saja dirimu sendiri, Sialan!”. Tapi dia bisa membuat diriku yang seperti ini luluh.
Aku mulai berpikir baik tentang itu, aku merasa senang bahwa ada juga orang yang bisa merubahku menjadi lebih baik. Aku rasa mungkin ini cara Tuhan untuk merubahku dangan menitipkan seseorang yang berarti dalam hidupku. Jika bertemu dengannya adalah takdir maka aku harus mendapatkanya dan menjadikannya milikku. Dengan sombongnya aku berkata “Hei Gusti ayo pasang taruhannya!, haha ya ampun gusti jangankan 3 minggu 7 hari pun sudah cukup untukku mendapatkanya!, Ayo kita lihat takdirMu mengalahkanku atau aku mengalahkan takdirMu”
Aku mengganggap orang itu spesial, aku sangat senang ketika dia membalas pesan pesanku walaupun dia tidak membalas pesanku dalam kurun waktu singkat. Hari ke hari aku mulai merasa tidak enak dengan hal itu, aku merasa perasaannya tidak sama dengan perasaanku. Aku mulai kesal dengan sifatnya itu, tapi lantas apa hak ku untuk kesal? Aku tidak punya hak untuk itu. Aku hanya bisa memendam waktu demi waktu. Sampai suatu ketika aku mulai memberanikan mempertanyakan perasaanya padaku, dan ternyata seperti dugaanku dia hanya melihatku sebagai kakaknya. Mendengar itu akupun merasa sakit di dadaku, tapi aku memutuskan untuk tidak menyerah dan berusaha membuat dia memiliki perasaan yang sama padaku.
Hari ke hari belalu, sosok senja yang sama kulihat setiap harinya. Tidak ada perubahan yang terjadi tentang kami. Dia masih memiliki sifat itu, sifat yang membuatku tidak enak. Pada hari ke 5 seterah taruhan dimulai, Aku menyatakan perasaanku padanya. Aku mulai bercerita bagaimana aku dapat mengenalnya, bagaimana aku merubah diriku menjadi orang yang pantas untuknya, bagaimana dia membuat hariku yang biasa menjadi spesial dan bagaimana orang sepertinya dapat mengubah duniaku, tapi aku tidak menceritakan apa apa soal mimpi itu. Responnya mengejutkanku, dia terharu mendengar apa yang aku katakan. Dia merasa senang dapat menjadi seseorang yang berarti dalam hidupku, dia senang dapat membuatku menjadi seseorang yang lebih baik. Tapi di antara kami masih ada batas yaitu kekasihnya, Aku memutuskan hari ini perasaanku akan dipertaruhkan.
“Aku tidak bisa menemani hari harimu lagi, karena perasaanku tidak bisa dibiarkan seperti ini semakin dekat jarak diantara kita semakin perih rasanya, mengingat kamu juga memiliki seorang kekasih. Biarkan aku pergi ya? Jika kamu ingin bersamaku maka tinggalkanlah kekasihmu dan datanglah kepadaku. Aku akan menunggu jawabanmu lusa nanti” pesanku yang kukirimkan padanya. Hatiku berdebar debar menunggu jawaban darinya, meskipun aku bilang aku akan pergi tapi aku tidak bisa melakukanya. Dadaku terasa kosong dan hari hariku kembali seperti dulu, hampa tampa satupun warna didalamnya.
Dua hari berlalu, Aku sudah menunggu saat ini. “Ayo kita mulai Gusti” Ucapku dengan nada lirih. “Aku tidak bisa memutuskan, kamu memberikan pilihan yang telalu sulit buatku. aku bimbang aku tidak bisa memilih, aku bimbang. Aku tidak bisa membiarkan kamu pergi, tapi aku juga tidak bisa meninggalkanya.” Pesan masuk darinya. “Tidak bisa begitu jika aku tetap di sini aku akan hancur dengan sendirinya, aku akan hancur karena semakin banyak luka yang kau berikan, aku tidak bisa melihatmu bersama orang lain, apalagi untuk bajingan seperti dia yang selalu menyianyiakanmu, tapi aku tidak punya hak untuk mencampuri urusan asmaramu. Baiklah biar aku yang pergi aku rela, jika nanti engkau merasa kosong maka ingat aku pernah hadir dalam hidupmu sebagai sosok yang bahkan tidak pernah ternilai cintanya untukmu” balasku “Baiklah jika itu keputusanmu, Jika suatu saat kita bertemu kembali maka ingatlah aku sebagai seseorang yang pernah kamu cintai. Pada saat itu aku akan berusaha mencintaimu sebaik mungkin dan tidak akan melepaskanmu” pesan masuk darinya.
Aku menutup ponsel dan mengambil secangkir kopi, lalu menatap ke langit. Langit yang Kelam diiringi deru angin malam membuatku kembali teringat kenangan pahit yang pernah aku alami. “Kau tahu kenapa aku menggambil secangkir kopi? Karena inilah hadiah kemenaganku. Kemenangan pahit melawan takdir, walaupun pahit setiap harinya terasa nikmat. Angin malam yang kubiarkan membiasi tubuhku sambil meneguk secangkir kopi hitam, Dan dari kopi aku belajar yang pahit pun belum tentu tidak nikmat” Dengan air mata terurai di pipiku.
“Kau yang hadir menutup luka, malah pergi meniggalkan luka yang lebih dalam”.
Cerpen Karangan: Mhd Aciil Tanjung Blog / Facebook: Mhd Aciil Tanjung