Cinta itu bisa datang kapan saja, terkadang hati ini bingung untuk memilih cinta ataupun persahabatan. Banyak orang lebih memilih orang yang dicintainya dibandingkan memilih sahabat. Cinta juga bisa membutakan seseorang. Sehingga pertengkaran timbul ketika cinta itu datang dan merusak sebuah persahabatan. Tapi tidak dengan gue dan berbeda dari kisah-kisah sebelumnya.
Nama gue Renata, gue biasa dipanggil Rere oleh teman-teman sekelas gue. Gue mempunyai seorang sahabat yang bernama Tisya. Kita bersahabat sejak memulai masuk sma, kita selalu akur, mengerjakan tugas bersama, jalan bareng, dan dari sekian perjalanan mengenai persahabatan kita, gue dengan Tisya gak pernah berantem sama sekali.
Eemmm selain Tisya ada juga Andra, dia juga sahabat gue sama seperti Tisya tapi bedanya Tisya itu perempuan dan Andra itu laki-laki, hehee. Sejak masuk sma Andra itu sudah menyimpan rasa sama gue, tapiii gue belum bisa mempunyai rasa yang sama seperti Andra. Berbagai cara yang Andra lakukan demi merebut hati gue, sayangnya hati ini telah dicuri oleh seseorang yang belum lama gue kenal.
Gue tau dia memang enggak menyukai gue, tapi mengapa hati ini selalu tertuju padanya dan akhirnya gue lebih mengetahui siapa yang lebih pantas ada di dalam hati ini.
Waktu itu, Bel sekolah berbunyi, hari ini adalah hari senin saatnya jadwal Upacara di sekolah.
“Yuuu Tis kita ke lapangan hari ini kan upacara!” “Ayu, tapi makanan gue belum abis re” sambil menyuapkan nasi besera lauknya dari tempat nasinya “ya ampun loe mah mah makan mulu kerjaanya Tis” sambil merasa gelisah takut telat berbaris
Tisya langsung membereskan makanan dan minumannya. Lalu gue menarik tangan Tisya hendak berjalan menuju lapangan. Dikarenakan kelas gue ada di lantai 3, gue jalan cepat dengan terburu-buru.
Huhhhh untung saja upacara belum di mulai, gue dan Tisya kali ini berkesempatan ada di barisan depan. Dari lapangan terlihat seorang anak laki-laki yang belum gue kenal namanya, dari situ timbulah rasa penasaran gue dan akhirnya gue bertanya dengan cowok yang ada di sebelah gue.
“Hey, itu siapa ya? kayanya baru liat gue!” “Enggak tau, anak baru kali”
Tisya ikut-ikutan penasaran dan Tisya menyolek sambil berbisik-bisik kepada gue. “Re, itu siapa sih? Lu kenal sama dia?” “Enggak!” “Ganteng yaaa?” sambil senyum-senyum gitu sih ngomongnya “apaan sih Tis! biasa ajah kali!”
Tanpa disadari ternyata kepala sekolah melihat kita berdua sedang ngobrol dan akhirnya gue diperintahkan untuk menjadi protokol. Sesampai di depan mic dan berhadapan dengan siswa/siswa sekolah gue, lagi-lagi gue melihat cowok yang barusan aja diomongin sama Tisya. Emang ya gak bisa dipungkiri ternyata emang tuh cowok ganteng banget.
Upacara pun siap dimulai, gue langsung membacakan
“Upacara Pengibaran Bendera Merah Putih, Hari… Tanggal… Tahun… siap di mulai”
Tidak lama kemudian… Upacarapun telah selesai, barisan dibubarkan dan semua murid masuk ke kelas masing-masing. Ketika gue hendak naik anak tangga, tidak sengaja gue terpeleset dan jatuh. Malu banget rasanya, ingin memanggil Tisya tapi tiba-tiba suara ini jadi serek.
Ketika ingin bangun, gue melihat uluran tangan seseorang yang ingin membantu gue bangun dan ternyata… dia lagi, dia lagi. Tapi yaudahlah gak papa dari pada gue tolak niat baik anak baru itu.
Aduhhhh, ternyata Tisya melihat gue, gue jadi malu sama Tisya dan anak baru itu. Karena itu Tisya jadi balik lagi ke tempat dimana gue jatuh tadi, dan menarik tangan gue.
“Loe tuh kecentilan banget sih?” “Apaan si? orang gue jatuh terus dia nolongin gue, abis gue udah manggil loe, loe malah gak denger!”
Suasana kelas masih ramai dikarenakan guru belum masuk ke kelas, tapi suasana itu berubah menjadi sepi ketika Pak Joko datang dengan membawa anak baru. Gue sedang menunduk, tapi Tisya tiba-tiba agak rempong dan mulai membicarakan hal itu lagi.
“Re, re, re, rereeeeeeee!” sambil menyolek pundak gue “Apaan sih tis?” dan gue langsung menengok ke arah Pak Joko, lagi-lagi gue tersipu malu saat melihat anak baru itu lagi, tapi di sisi lain Tisya yang malah menjadi salah tingkah ketika melihat anak baru itu.
Lalu anak baru itu memperkenalkan dirinya di depan kelas, ternyata namanya adalah Danar. Ketika ia sudah memperkenalkan dirinya, Pak Joko menyuruhnya duduk di samping gue. Eeemmm inimah namanya “Pucuk dicinta, ulam pun tiba” gue hanya bisa tertawa di dalam hati saja.
Danar tersenyum ketika melihat gue, dan gue membalas senyuman Danar. Huhhhh ternyata ketika gue melihat ke arah Tisya, Tisya sedang senyum-senyum dengan Danar itu tandanya Danar gak tersenyum sama gue, tapi sama Tisya. “Yaudah lah gak papa”
Bel istirahatpun berbunyi, Tisya istirahat di kelas sedangkan gue diajak ke kantin oleh Andra “Re, jajan yuu!” “Bentar yaa ndra, gue mau ngajak Danar ke kantin juga!” Danar yang masih sibuk menulis, belum juga beranjak ingin pergi ke kantin Akhirnya gue ke kantin hanya berdua dengan Andra, yaa di karenakan Danar enggak mau diajak ke kantin bareng gue.
Ketika gue hendak makan di kantin dengan Andra tiba-tiba gue melihat Danar yang sedang ingin memesan makanan di kantin bersama Tisya. Dan gue pun langsung menghampiri mereka berdua. “Tis, loe bukannya bawa makan yaa?” “yaa emank, gue ke sini cuma mau nganterin Danar kok!”
Langsung saja gue mengajak Danar makan satu meja dengan gue dan Andra, sedangkan Tisya dia hanya memesan minuman saja.
“Tadi, kenapa gak barengan ajah ke kantinnya bareng… gue!” “Yaa tadi kan gue masih nulis, gak bagus juga kalo menunda-nunda pekerjaan!“
Andra malah pura-pura batuk ketika melihat gue dengan Danar ngobrol. Setelah semua makanan sudah habis Danar mulai menanyakan hal-hal yang belum Danar ketahui. “Oh yaa, gue kan belum tau nama kalian, kecuali Tisya udah kenal!” Sambil tersenyum kepada Tisya dan Tisya membalas senyuman Danar. Gue memperkenalkan nama gue ke Danar dengan gaya yang sok kenal sok deket gitu deh. Selanjutnya Andra yang memperkenalkan diri kepada Danar dan Andra menjelaskan bahwa kita bertiga bersahabat sejak kita masuk sma. Kata Andra,
“Kecuali kalo Rere mau jadi pacar gue, baru statusnya berubah!” “Apaan sih Andra?” gue sambil mencubit pinggang Andra Sedangkan Danar dan Tisya hanya tertawa ajah, dan sejak itulah Danar mulai bergabung dan mulai menjalin pertemanan dengan kita bertiga
Ketika pulang sekolah gue jadi ngerasa gak mood dan ingin pulang sendirian. Tapi Andra ngajak gue pulang bareng naik motornya. Andra memaksa dan mengejar-ngejar gue, tapi tetap gue lebih memilih pulang sendirian dan Andra menuruti apa kata gue.
Dari kejauhan Tisya memanggil gue, gue pura-pura gak denger dan jalan terus, tidak lama kemudian Tisya menghampiri “Re, gue panggil juga!” Gue hanya diam saja, Tisya bertanya-tanya dan gue hanya menjawab “Gue lagi gak mood Tis, ngerti kan?” Lalu Tisya bertanya kepada Andra tapi Andra tidak mengetahuinya.
Danar memanggil Tisya dari belakang dan mengajak Tisya pulang bareng. Berhubung rumah Tisya dan Danar gangnya agak berdekatan, Tisya mau. Eemmm karena sebelumnya mereka telah bertanya-tanya.
Gue menengok ke belakang, mood ini pun semakin berkurang, gue memutuskan untuk lari dari mereka. Saat di rumah entah mengapa gue selalu teringat Danar, tapi sedikit kesal saat teringat Tisya dekat dengan Danar.
Terdengar dari ruang kamar ada yang mengetuk-ngetuk pintu rumah gue “tok, tok, tok! Assalamualaikum Rere” “waalaikum sallam!” Saat gue membukakan pintu, ternyata Tisya dan dan Andra yang datang ke rumah. Mereka sudah berganti pakaian dan mereka menanyakan hal yang di sekolah tadi. Gue pura-pura menyimpan semuanya akhirnya gue dan Tisya seperti biasa lagi, kita memulai canda tawa lagi, tapi Tisya menanyakan sesuatu.
“Apa jangan-jangan tadi loe gak mood gara-gara gue deket sama Danar?” “Enggak lah, apaan sih?” gue mendorong pundak Tisya dan sambil tertawa dan seolah tidak ada apa-apa.
“Sudah, sudah!” Andra ikut berbicara “Gimana kalo kita rayain persahabatan kita ini, kita makan, nonton atau apa kemana gitu?” “Eemmm boleh, tapi ajak Danar ya?” sahut gue “boleh…!” jawab Tisya
Sepulang sekolah kita sudah merencanakan untuk pergi nonton, dan kebetulan ada film yang gue suka pemainnya. Pulang kerumah, berganti pakain, dan cussss otw nonton. Sebelum pulang sekolah gue dan temen-temen sepakat untuk ketemuan di taman dekat rumah gue.
Tidak sesuai rencana, yang tadinya kita berempat sepakat untuk naik angkot, tapi Danar malah membawa motor dan membonceng Tisya. “Aduh, lagi-lagi Tisya sama Danar”. Tidak lama kemudian Andra datang dan membawa motor juga, Andra turun dan menjelaskan semuanya, sebelum gue marah duluan.
“Re, maaf ya! gak sesuai kesepakatan. Tadi Danar nelpon gue katanya kita naik motor ajah, ya udah akhirnya gue bawa motor deh!” “ya udah, ya udah… terserah kalian ajah deh!” Dengan sangat berat hati, Danar membonceng Tisya dan Andra udah pasti membonceng gue. Rasa iri, kesal, sakit hati, bercampur jadi satu. Cuma bisa diam saat melihat mereka berdua.
Ketika hendak beli tiket, yang yang mengumpulkan uangnya jadi satu agar Andra saja yang membelikan tiket, tapi gue gak dimintain uang tiket oleh Andra, malah dibayarin sama dia bahkan Andra membelikan gue pop corn dan minuman buat gw “Begitu baiknya hati Andra” dalam hati, gue berucap.
Sementara Danar dan Tisya, dia malah asik ngobrol berdua dan gue malah diabaikan. Ya udahlah, gak papa untuk kesekian kalinya. Kita berempat akhirnya masuk dan duduk. Gue bersebelahan Andra dan Tisya bersebelahan Danar. Film sudah dimulai, ketika gue tertawa saat sedang menonton, Andra menengok kearah gue sambil tersenyum, dan gue membalas senyuman Andra.
2 jam sudah terlewatkan, film pun sudah selesai Kita berempat siap-siap untuk pulang, Danar mengajak kami untuk makan dulu sebelum pulang tapi gue menolak dan ingin langsung pulang saja.
Di tengah jalan kita berempat terpisah, motor Andra belok kanan dan Danar belok kiri. Gue bilang ke Andra agar mengendarai motornya agak cepat, karena ingin buru-buru sampai rumah dan menyendiri.
Akhirnya sampai juga, tapi Andra bertanya penasaran karena gue yang suka tiba-tiba hilang semangat. “Loe kenapa sih re? suka jadi gak semangat gitu?” Karena Andra bertanya seperti itu, gue mengajak Andra untuk duduk dulu di taman dan menceritakan semuanya dengan Andra mengenai apa yang gue rasa saat di depan Danar dan betapa irinya gue saat melihat Danar dekat-dekat dengan Tisya.
Tiba-tiba kepala gue pusing, dan gue memberhentikan pembicaraan dan gue istirahat di rumah. Dering handphone gue berbunyi, ternyata Tisya yang menelepon gue. “Ada apa ya Tisya menelepon?” gue bertanya-tanya sendiri dan langsung mengangkat telepon dari Tisya “Halo, iyaa Tis kenapa?” “Re pokonya hari ini gue seneng banget, to the point ajah ya re!”
Tisya menceritakan bahwa Danar mengungkapkan bahwa ia menyukai Tisya sejak pandangan pertama dan akhirnya mereka jadian. Dengan rasa kaget gue langsung menutup pembicaraan di telepon dengan Tisya. Kepala ini semakin pusing ketika mendengar pembicaraan itu dan gue jadi merasa tidak enak badan.
Ketika di sekolah, “Danar, Andra! rere ke mana ya? apa dia gak masuk hari ini?” Andra menarik tangan Tisya dan membicarakan semuanya tentang apa yang kemarin gue ceritakan kepada Andra. Tisya merasa kaget ketika sudah mendengar semuanya.
Gue yang masih di kamar dengan ditemani selimut tebal dan masih terbaring dengan lemas mendengar pintu depan ada yang mengetuk-ngetuk, adik gue yang membukakan pintunya. Ternyata Danar, Andra dan Tisya yang masih memakai seragam sekolah.
Membuka pintu kamar, masuk dan Tisya langsung memeluk gue. Tisya menangis dan merasa menyesal karena sudah menerima Danar sebagai pacarnya. Tisya menceritakan bahwa ia telah mengetahui apa yang gue rasakan sebenarnya melalui Andra. Gue mengusap air mata Tisya lalu Tisya mengatakan sesuatu.
“Kenapa loe gak bilang dari dulu sih, re? kalo lu itu sebenernya…!” gue langsung memberhentikan perkataan Tisya “Udah Tis, gue rela ko demi sahabat gue! dan gue gak mau kalo Cuma gara-gara Danar persahabatan kita hancur?” “Apaa gue harus mutusin Danar, demi loe?” Tisya yang ingin bangun mengahampiri Danar tapi gue menahan tangan Tisya dan gue bilang “gak perlu Tis!” “Tapi re?”
Andra yang tadinya ada di dekat gue, tiba-tiba terlihat ingin keluar dan sepertinya ingin menyendiri tapi gue langsung memanggil Andra. Gue memaksakan diri untuk menghampiri Andra, gue minta maaf kepada Andra, gue sadar selama ini perhatian Andra ke gue itu melebihi kepada seorang sahabat. Dan sekarang gue tau siapa yang pantas ada di hati gue, Andra tersenyum dan menjadi salah tingkah.
Tapi, gue gak mau jadi pacar Andra sekarang, melainkan kalo udah lulus sma nanti. Dan Andra juga berjanji bahwa ia akan selalu setia untuk nungguin gue.
THE END
Cerpen Karangan: selawati Blog / Facebook: sellawatie[-at-]gmail.com Nama: Selawati TTL: Bogor, 18 Maret 1997 Agama: Islam Alamat: kp. Pabuaran rt 02/11 Bojonggede Bogor Hobi: Menulis