– Kenapa disaat kita ingin menghindari seseorang, justru dia lebih sering muncul di hadapan kita? –
Brakkk Sekali lagi Alsha mendobrak pintu gudang belakang sekolah yang terkunci. Yap! Ia terkunci di dalam gudang. “Mimpi apa sih gue semalam, bisa kekunci di sini.” Gerutu Alsha sambil menendang pintu menggunakan kedua kakinya. Sesekali ia menaik turunkan knop pintu tersebut secara frontal. Merasa kesal sendiri, Alsha pun menghentikan tindakan yang menurutnya akan berakhir sia-sia.
“Kenapa sih niat baik itu selalu ada aja halangannya.” Gumam Alsha seraya duduk di kursi yang berada di dekat pintu. Ia meletakkan kepalanya di atas meja sambil mencebik kesal.
Alvan, Arga dan Aldo berjalan dari arah kantin menuju kelas mereka, XI Sosial 3. Perjalanan mereka melewati gudang belakang sekolah. Saat sedang santai berjalan dengan niat jahil yang disengaja, Alvan menendang sampah kaleng yang tergeletak bebas di depan gudang. Klontang Kaleng tersebut mengenai pintu gudang, membuat Alsha yang tadinya meletakkan kepalanya di atas meja menjadi berdiri tegak. Segera ia berdiri di depan pintu, dan memukul-pukul pintu secara tak sabaran menggunakan kedua telapak tangan. “Woy! Yang diluar, siapa aja elo, tolongin gue dong. Dobrakin ini pintu!!!” Teriak Alsha dari balik pintu.
“Siapa, nih?” Tanya Alvan kepada kedua sahabatnya. “Mana gue tahu, Van. Udah tolongin aja, gue bantu dobrak.” Jawab Arga kemudian. “Gue juga.” Timpal Aldo. -Brakkk- -Brakkk- Satu kali dobrakan, belum terbuka. Dua kali dobrakan, masih belum juga. Dan, terakhir…. “Cukup, cukup. Coba, gue aja.” Ujar Alvan turun tangan untuk mendobrak sendirian. Ia mengambil ancang kuda-kuda. Lalu dengan kaki panjang dan kokohnya, ia tendang pintu gudang sekuat tenaga. -Bruakkk- Pintu terbuka lebar. Seketika Alsha mundur untuk menghindari tendangan maut seseorang di depannya.
Mata Alvan menyipit, saat mengetahui seseorang yang terkunci di dalam gudang tersebut. Begitu juga Arga dan Aldo. “Elo.” Kata Alsha dengan nada dan tatapan jengkel kepada Alvan. “Lo.” Timpal Alvan dengan nada dan ekspresi datar yang ia tampakkan kepada Alsha. Mengetahui Alvan yang telah mendobrakkan pintu untuknya setelah pintu terbuka, buru-buru Alsha melangkah pergi dari tempat tersebut. Sebelum emosinya naik sampai ubun-ubun. “Eh,” Alvan mencekal pergelangan tangan Alsha. “Sorry.” Lanjutnya lirih. Segera Alsha melepas paksa cekalan Alvan. Ia menoleh sejenak ke arah Alvan dengan ekspresi jengahnya, lalu melenggang pergi.
“Lo, ada, apa, sama Alsha?” Tanya Aldo tiba-tiba dengan kata yang terputus-putus. Alvan menghela nafasnya kasar. “Gue juga nggak tahu, salah gue apa sama dia.” Ujarnya lemah. “Lo suka sama dia? Terus Angel, lo kemanain?” Tanya Arga seakan menohok ulu hati Alvan. Alvan hanya menanggapi dengan gelengan kepala.
Sudah hampir setengah jam Alsha menangis di dalam kelas sendirian. Kelas sudah bubar sejak satu jam yang lalu. Seseorang berjalan pelan melewati kelas Alsha, XI Sains 1. Ia melihat Alsha yang meletakkan kepalanya di atas meja sambil sesenggukan, menangis. Seseorang itu tersenyum kemenangan melihat hasil kerjanya memuaskan.
Alvan berjalan sendirian menyusuri koridor daerah kelas XI Sains. Langkahnya terhenti, saat ia melihat seseorang yang beberapa minggu terakhir ini mengerecoki kehidupannya, berdiri di depan kelas Alsha. “Angel.” Panggil Alvan dengan tatapan mengintimidasi. Merasa dipanggil, Angel menoleh ke sumber suara. Matanya berbinar seketika saat melihat bahwa Alvanlah yang memanggilnya barusan. “Beb, beb…” Teriak Angel dengan gaya genitnya ia berlari ke arah Alvan. Saat sampai di hadapan Alvan, tanpa rasa malu langsung Angel menggelayuti lengan tangan Alvan. Dengan perasaan risih Alvan mengibaskan lengan tangaannya secara paksa. “Lo apa-apaan sih, ngapain lo tadi di situ?” Ujar Alvan setengah membentak. “Ya ampun beb, kamu kok jahat banget sih sama aku. Aku kan tadi cuma berdiri, masa kamu nggak lihat.”
Mendengar suara keributan di luar kelas, yang sebenarnya Alsha sendiri mengetahui siapa yang sedang ribut. Ia langsung berdiri dan keluar tanpa mempedulikan seseorang dari jauh yang sedang memperhatikannya. “Alsha.” Buru-buru Alvan memanggil Alsha dan meninggalkan Angel sendiri di tempat. Alsha tetap berjalan angkuh tanpa menanggapi seseorang yang sedang mengejarnya sekarang. Dengan langkah jenjangnya, Alvan berhasil menjajari langkah Alsha. Alvan melirik wajah Alsha. “Lo nangis?” Tanya Alvan, dan Alsha masih terdiam sambil berjalan. “Al,” Alvan menahan pergelangan tangan Alsha yang membuat Alsha berhenti berjalan seketika. Melihat adegan tersebut, dari kejauhan Angel langsung berlari menghampiri Alvan dan Alsha yang membuatnya panas hati. “Lo ngapain sih, pegang-pegang tangan cowok gue.” Bentak Angel seraya melepas paksa pegangan tangan Alvan dengan Alsha. Membuat tangan Alsha terjun kasar ke udara. “Ngel, gue kan udah pernah bilang ke lo tentang perjanjian kita dulu.” Kata Alvan setengah berbisik namun dapat didengar oleh Alsha. Angel pun mencebik kesal sambil mendumel kepada Alvan. Alvan pun menahan pergerakan Angel agar tidak melukai Alsha. “Kalian berdua ngobrol apaan sih, nggak penting banget.” Sela Alsha seraya menyeruak diantara Alvan dan Angel yang sedari tadi berdiri di hadapannya. “E-eh,” dengan segera Alvan menahan langkah Alsha sekali lagi. “Jawab pertanyaan gue tadi, lo nangis? Kenapa?” Alsha mengembuskan nafasnya kasar, lalu melirik Angel yang masih birdiri di sampingnya sejenak. Dengan segenap keyakinan ia menatap mata Alvan tajam. Pertama kali ini Alvan merasakan tatapan Alsha yang dipenuhi kilat kebencian. Alvan menelan saliva dengan susah payah.
“Asal lo tahu aja ya. Dia,” Alsha menunjuk Angel sedetik. “dua jam gue ketakutan di dalam gudang, dua jam gue sendirian di situ, dua jam gue kesepian di situ, dua jam gue diam di kegelapan dimana gue takut banget gelap. Gara-gara dia nih, bebek kesayangan lo itu. Lo ajarin dia nggak sih sebenarnya, bukannya bikin dia jadi tambah bener malah makin gila.” Kata Alsha dengan suara serak setelah lama ia menangis tadi. Mendengar ucapan yang keluar dari bibir Alsha, mata Angel membulat menatap Alvan. Ingin rasanya Angel mencabik wajah Alsha saat ini, namun ia terhalang oleh perjanjiannya dengan Alvan beberapa minggu lalu. “Tuh kamu denger sendiri kan, beb. Yang gila tuh dia, bukan aku.” Sahut Angel, kali ini ia sudah melupakan perjanjiannya dengan Alvan.
“Ngel, gue pengen ngomong sama lo.” Ujar Alvan seraya menarik pergelangan tangan Angel secara paksa. Alvan menarik Angel menjauh dari Alsha. “Lo tunggu di sini, please!” Perintah Alvan kepada Alsha. Alsha memutar bola matanya malas, namun ia menurut saja.
“Lo inget kan kenapa gue mau macarin lo?” Tanya Alvan dengan nada pelan, setelah dirasa tempat mereka sudah aman. “Lo tuh kenapa sih selalu aja belain cewek itu, apanya yang lo suka dari dia, hah? Dia cuma cewek biasa yang sukanya ngatain orang dan nggak punya malu. Cewek kayak gitu yang lo suka, iya?” “Oke lo ingkar janji sama gue. Lo juga udah keterlaluan sama dia. Kurang sabar gimana gue ngadepin lo, hah? Mulai detik ini juga gue mau kita udahan! Jangan ngarep buat balikan, karena gue jadian sama lo aja terpaksa.” Alvan menegaskan ucapannya sekali lagi. “Dan satu hal, jangan pernah panggil gue beb lagi. Terutama pas di depan dia, enek gue dengernya!”
Perdebatan berlangsung sengit antara Alvan dengan Angel. Alsha hanya bisa menerka-terka apa yang sebenarnya mereka lakukan padanya. Kenapa membawa nama perjanjian dalam ucapan mereka tadi. Disaat Alsha sedang berdiri canggung, seseorang menarik pergelangan tangannya dari belakang. Membuat Alsha terpaksa mengikuti langkah seseorang tersebut. Seseorang tersebut membawa Alsha ke taman belakang sekolah.
“Kalian berdua? Ngapain sih bawa-bawa gue ke sini segala?” Tanya Alsha yang kesal sendiri, karena ia dikejutkan oleh Arga dan Aldo yang ternyata membawanya menuju kemari. “Kita tahu, lo sebenarnya suka kan sama Alvan?” Tuduh Arga secara frontal namun santai. “Iya kan, hayo ngaku?!!” “Lo ngobrol apaan sih, gue nggak ngerti. Udah gue mau pulang.” Ujar Alsha yang malah perkataannya tidak menjalur dengan apa yang dikatakan Arga barusan. “Lo nggak tahu kan, kenapa Alvan bisa pacaran sama Angel?” Tanya Arga sekali lagi yang membuat Alsha semakin bingung. “Denger ya, kalian berdua. Gue nggak pengin dan nggak mau tahu. Gak peduli gue!” Kata Alsha berontak. Merasa malas dengan pembahasan Arga dan Aldo kali ini, buru-buru Alsha melangkah pergi dari tempat tersebut. “Tunggu dulu, Sha. Asal lo tau aja, kalo sebenarnya Alvan juga suka sama lo.” Ucap Aldo yang seketika menghentikan langkah Alsha. Alsha memutar badannya lagi sebelum ia meninggalkan tempat tersebut. “Dia pacaran sama Angel itu terpaksa.” Arga menjeda kata-katanya. “Dia mau pacaran sama Angel, asal Angel nggak nyakitin lo lagi.” Jelas Arga lagi. “M-maksud lo?” Alsha masih belum bisa mencerna kata-kata yang terucap dari bibir Arga. “Iya. Jadi mereka berdua buat perjanjian kayak gitu, karena Alvan tahu kalo lo suka sama dia tapi lo nggak berani deketin Alvan karena lo takut sama Angel, ya kan? Angel juga tahu kalo lo suka sama Alvan, makanya dia pengen jauhin lo sama Alvan dengan cara dia nyakitin lo. Dan Alvan nggak mau itu terjadi sama lo.” Timpal Aldo kemudian. “Kenapa gue? Emang gue salah apa?” Mata Alsha berkaca-kaca, ia merasa tak terima dengan semua ucapan Aldo. “Soalnya Angel kan sukanya sama Alvan, dan otomatis dia nggak mungkin nyakitin orang yang dia suka.” Lanjut Aldo. “Alvan juga sayang kok sama lo. Dia mulai suka sama lo, sejak dia pernah lihat lo di jalan raya. Dan lo nolongin nenek-nenek yang ternyata itu neneknya Alvan. Dan Alvan juga tahu kalo lo itu anak SMA Angkasa I.” Alsha semakin gusar dengan situasi saat ini. “Dia seneng banget pas tahu kalo ternyata lo juga suka sama dia. Tapi kenapa lo malah makin benci sama dia. Apa karena Angel? Dia tuh benar-benar nggak ada rasa suka sama Angel, kayak yang udah kita ceritain tadi.” Mata Alsha sudah berair sedari tadi. Ia masih berdiri merasakan betapa segitunya pengorbanan seseorang untuknya.
“Alsha.” Teriak Alvan dari kejauhan. Sontak Alsha memutar badannya ke arah sumber suara. Ia mendapati Alvan sedang terengah-engah setelah berlari mencari Alsha yang dikira Alsha sudah pulang. “Alvan,” lirih Alsha, bibirnya bergetar. Alvan berlari tergopoh menghampiri Alsha. Kali ini, Alsha tidak lagi berlari, pergi atupun menghindar dari Alvan. Setelah ia mendengar sendiri penuturan dari kedua sahabat Alvan, Arga dan Aldo. “Al, tolong dengerin gue sekali iniii aja. Please!” Ujar Alvan seraya memegang kedua bahu Alsha. Alsha masih diam menatap Alvan sendu. “Gue nggak pernah punya perasaan sama Angel, Al, jujur. Gue sayang banget sama lo, Alsha. Gue tahu lo nggak bakal percaya semua omongan gue ini. Tapi terserah, yang penting sekarang gue udah ngomong tulus ke lo.” Mata Alvan memerah, ia merasa partikel-partikel tubuhnya memuai seketika saat melihat respon Alsha hanya diam, diam dan diam. Ingin rasanya Alsha memeluk Alvan saat ini, namun egonya lebih diatas segalanya. Akhirnya ia memilih untuk diam tak bergerak.
Hening.
“Alsha, will you be mine? I’m seriously.” Lirih Alvan seraya menurunkan kedua telapak tangan yang semula mendekap bahu Alsha. Alvan memegang kedua telapak tangan Alsha erat. Alsha menunduk sedetik, lalu mendongak menatap wajah Alvan. Alvan menampakkan ekspresi berharapnya kepada Alsha. Dengan gerakan perlahan Alsha mengangguk yakin. Seketika itu juga Alvan tersenyum senang seraya memeluk Alsha. Untuk pertama kali ini, Alsha dipeluk dan membalas pelukan Alvan. “I love you.” Bisik Alvan tepat di telinga Alsha membuat Alsha langsung tersenyum simpul. Alsha hanya menganggukan kepadanya dalam pelukan Alvan. Alsha merasa perasaanya selama ini telah terbalas.
Dari kejauhan Angel yang mengetahui hal tersebut hanya bisa menggeram kesal, pasalnya ia sudah mengingkari perjanjiannya dengan seseorang yang sangat ia sukai. Arga dan Aldo sendiri hanya bisa berpelukan terbawa perasaan.
SELESAI
Cerpen Karangan: Alya Na’imah Blog: alyanaimah.blogspot.co.id MAN 2 KEDIRI Kabupaten ig: @alyanaimah_