Semuanya berawal dari kesalahan Lavina yang telah salah mencintai seseorang. Dia mencintai orang yang tidak mencintainya. Lavina masuk dalam kehidupan seseorang yang pernah menjadi kekasihnya. Hingga akhirnya Lavina harus melepaskan dan merelakan semuanya dengan membawa perihnya cinta. Cinta itu menuntun Lavina menuju jurang kepedihan.
Di malam sabtu, Lavina berkunjung ke rumah Tiara untuk mengambil buku yang dipinjamkannya pada Tiara. Tiara adalah orang paling dekat dengan Lavina saat itu atau bisa disebut sahabat. Meski mereka baru berteman selama tiga bulan tapi, mereka sudah saling mengenal satu sama lain.
Setiba dirumah Tiara, Lavina memanggil Tiara dari depan teras rumah Tiara. “Tiaraaaa, Tiaraaaa, Tiaraaaa” panggil Lavina dengan nada kencang sambil mengetuk pintu rumah Tiara.
Tak lama, terlihat Tiara keluar dari rumahnya untuk menemui Lavina. “Eh, Lavina” kata Tiara dengan senyum dari bibir indahnya. “Yuk, masuk dulu Vin” sambung Tiara lagi-lagi dengan senyum indahnya. Lavina hanya menganggukan kepalanya. Lavina masuk ke dalam rumah Tiara dan Tiara menutup pintu rumahnya.
“Kita ke kamarku saja Vin” ajak Tiara dengan menggandeng tangan Lavina. Lavina mengekor di belakang Tiara, hanya mengikuti kemana arah tangannya ditarik saja.
Sesampai di dalam kamar, Lavina dan Tiara duduk di atas ranjang milik Tiara. “Huh! Panas sekali Ra” ujar Lavina mengipas-ngipas wajahnya dengan tangan mungilnya. “Iya. Sudah tiga hari tidak turun hujan. Cuacanya begitu panas” kata Tiara sambil berjalan menuju kipas angin miliknya dan menghidupkannya. “Hemmm. Sejuknya” ujar Lavina yang beranjak mendekat kipas angin yang seakan memberikan kembali nyawanya yang setengah hilang karena rasa panas.
Tiara berjalan menuju meja belajarnya dan mengambil sebuah buku kecil namun, tebalnya mencapai 3 jari orang dewasa. Lalu, Tiara mendekat ke arah Lavina yang sedang berdiri menikmati kesejukan yang diberikan oleh kipas angin milik Tiara. “Vin, ini novelmu aku kembalikan” kata Tiara sambil mengulurkan tangannya yang memegang sebuah novel karya anak negeri. Lavina menoleh ke arah Tiara dan mengambil novel yang ada ditangan Tiara. “Bagaimana? Baguskan novelnya?” tanya Lavina yang menatap kipas angin didepannya. “Bagus” jawab Tiara “Ada novel yang lain lagi?” tanya Tiara yang juga menikmati kesejukan kipas angin. “Tidak ada lagi. Novel yang lain kan sudah kamu baca semua” jawab Lavina yang berjalan menuju kursi di dekat jendela kamar Tiara dan duduk disana. Memandang ke arah luar jendela dan menatap pohon besar yang sudah kering tanpa daun. “Makan dulu yuk” ajak Tiara yang masih berdiri di depan kipas angin. “Setelah makan, kita nonton di ruang tamu ya” sambung Tiara. “Tiara, maaf ya. Sebenarnya aku tidak bisa lama-lama. Aku ada janji sama Kevin” kata Lavina yang terduduk di kursi di dekat jendela kamar sambil menatap sahabatnya. “Sebentar aja, please” ujar Tiara memohon. “Maaf. Aku pulang ya. Nanti Kevin menunggu terlalu lama” kata lavina yang sebenarnya berat untuk meninggalkan sahabat barunya itu.
Akhirnya, Lavina diizinkan pulang oleh Tiara. Lavina pulang dengan dijemput Kevin dengan motor bebeknya. Sungguh indah malam itu, mengitari malam nan indah dengan orang yang dicinta. Hati wanita mana tak merasa bahagia bisa bedua dengan orang yang diidam-idamkan.
Waktu seakan memihak Lavina malam itu dan cinta seakan datang dengan sayap-sayap indahnya mengelilingi dua insan muda. Warna merah muda muncul dari pipi Lavina, bibirnya nan indah tersenyum lebar dan melentangkankan tangan kirinya untuk merasakan angin nan sejuk malam itu. “Pasti bahagia bila menjadi kekasih hati Kevin” ucap Lavina dalam batinnya
Tak terasa perjalan terhenti di depan rumah Lavina yang cukup sederhana. Rumah yang memiliki banyak pepohonan dan bunga-bunga indah, memiliki teras kecil dengan 2 kursi dan mejanya. Dibukanya perlahan pintu rumahnya. “Ayo silahkan masuk, Kev” ajak Lavina. “Iya” sahut Kevin singkat dengan senyumnya yang manis. Lavina yang melihat senyum itu seakan hatinya meleleh bagaikan es yang meleleh terkena panas. “Sungguh manis senyum itu, akankah sesuatu saat nanti senyum itu kelak menjadi milikku?” tanya Lavina dalam benaknya. “Silahkan duduk, Kev” kata lavina “Mau minum apa, Kev?” tanya Lavina dengan jantung deg-degan “Terserah Vin, apa aja” jawab Kevin yang menatap mata Lavina dengan senyumnya lagi
Hati gadis itu kini benar-benar meleleh. Tak tahan ia menatap mata dan senyum itu terlalu lama. Bergegas ia ke dapur untuk membuat dua gelas sirup melon ditambah dengan pecahan batu es. Lavina membuatnya dengan sepenuh hati untuk Kevin. Seusai membuat minuman, Lavina langsung membawanya ke ruang tamu dengan nampan bermotif daun pisang. “Maaf ya. Cuma bisa kasih minum ini” ujar lavina sambil meletakkan nampan keatas meja yang berisi dua gelas minuman dengan tangan yang sedikit gemetaran. “Iya, tidak apa-apa Vin” kata Kevin yang mengambil gelas yang berisi air sirup melon, diminumnya air tersebut dan menyisakan setengah gelas saja. Kevin menaruh kembali gelasnya ke nampan di atas meja.
Di malam sabtu yang indah itu, Lavina dan Kevin menghabiskan waktu dengan belajar bersama. Sering kali senyuman dan candaan terlepas dari bibir Kevin. Namun, tiba-tiba Kevin bertanya tentang Tiara pada Lavina.
“Vin?” panggil Kevin. “Ada apa?” sahut Lavina. “Tiara suka warna apa?” tanya Kevin sambil menatap wajah Lavina. Lavina hanya terdiam mendengar pertanyaan Kevin. Itu pertanyaan yang paling mengejutkan Lavina. Entah ada angin apa Kevin bertanya tentang Tiara. “Vin!!!” kejut Kevin. “Em, iya” kata Lavina terkejut. “Kok diam?” tanya Kevin. “Tiara suka warna merah” jawab Lavina.
Sepulangnya Kevin dari rumah Lavina. Lavina masih bertanya dalam benaknya. “Ada apa ini, apakah Kevin menyukai Tiara atau hanya sekedar bertanya saja” ucapnya dalam batin. Diambilnya buku kecil yang bertuliskan diary. Dibukanya perlahan buku bersampul coklat muda itu. Jemari mungilya merangkak meraih pena bertinta merah. Diayunkannya jemari di atas sebuah kertas kosong.
Dear Diary Hati yang tak bisa ditebak itu membuatku bingung. Tak kumengerti apa maunya? Pribadi seperti apa dirimu itu?. Kenapa sulit sekali memahamimu… Beri tahu aku cara mencairkan hatimu itu. Agar bisa kuselami isi hatimu itu. Agar bisa kuraih cintamu itu. Kuharap kau mengerti… I LOVE YOU SO MUCH
Suatu hari, Lavina dan Tiara duduk di bawah pohon rindang di depan ruang kelasnya. Bercanda ria bersama, melepaskan penat di jiwa seusai menghadapi ujian mata kuliah Matematika Ekonomi. “Vin, ujian mata kuliah yang satu ini buat aku seperti keracunan” kata Tiara. “Kalau aku, bukan seperti keracunan. Tapi sudah keracunan, Ra. Soalnya buat pusing kepala” kata Lavina sambil memegang kepalanya. “Benar sekali, Vin. Parahhh!!!” ujar Tiara yang terlihat lemas setelah ujian Matematika Ekonomi.
Tiba-tiba Kevin datang memecah lamunan dua dara Cantik itu. Datang dengan memakai kemeja kotak-kotak hijau lumut lengan panjang digulung seperempat tangan dan dipadu dengan sepan levis dongker beserta sepatu yang senada dengan sepan levisnya. Begitu menggoda batin kaum hawa jika melihat paras Kevin yang begitu tampan pagi itu.
“Hai” sapa Kevin yang berdiri di depan Lavina dan Tiara. “Ra, ini bukumu. Thanks ya” sambung Kevin sambil mengulurkan buku yang dipegangnya. Mata Kevin dan Tiara saling bertemu, mengisyaratkan sesuatu hal terdalam. Lavina hanya terdiam melihat dua pasang mata seakan saling menyatu dalam lamunan. Tenggelam dalam dunia khayalan yang penuh kebahagiaan. Semakin lama dua pasang mata itu saling menatap, semakin melukai batin gadis cantik bertubuh mungil, berambut pendek sebahu dan memiliki lesung pipit di kedua pipinya. Yaps. Itu Lavina.
Semakin hari semakin menyiksa batin. Bukan hanya sekali atau dua kali dirinya melihat Kevin begitu memperhatikan sahabatnya itu. Setiap dua pasang mata itu bertatapan selalu ada makna dibaliknya. Tatapan itu begitu dalam dan berarti bagi keduanya. Lavina mulai merasa Kevin ada rasa pada sahabatnya itu. Hingga suatu hari, lavina memberanikan diri untuk bertanya kepada Kevin. “Kev, apakah kamu menyukai sahabatku Tiara?” tanya Lavina denga gugup. Kevin terdiam mendengar pertanyaan Lavina. Kevin menghela nafas kemudian, ia menatap wajah Lavina yang penuh dengan harapan. “Aku bukan hanya suka dengan Tiara tapi, Aku cinta sama Tiara” jawab Kevin dengan nada serius. Sangat terlihat jelas, ada luka dalam di mata Kevin.
Sejenak suasana yang tadinya gaduh berubah menjadi hening tanpa suara. Lavina hanya terdiam mendengar jawaban Kevin. “Haruskah aku mencintai orang yang sama sekali tidak mencintaiku?” tanyanya dalam hati “Dia mencintai sahabatku, Tiara” katanya dalam batin yang terluka.
“Aku sangat mencintai Tiara tapi, Tiara Tidak pernah merespon perasaanku padanya. Dia hanya memberikan harapan palsu kepadaku dan kini, dia menjalin hubungan dengan laki-laki lain” Tutur Kevin dengan nada bergetar. “Vin, coba kamu bayangkan bagaimana hancurnya hatiku ini?” sambung Kevin dengan hati kecewa. “Ya, aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan, Kev. Aku bisa melihat dan merasakan luka di mata dan batinmu…” sahut Lavina mencoba tegar menahan air mata. “… karena aku juga terluka, sama sepertimu. Aku mencintai orang yang tak pernah mencintaiku. Hatiku telah banyak berkorban untuk mendengar pertanyaan tentang Tiara yang kau berikan padaku. Tak sadarkah, kau selalu melukai batin ini dan kini aku benar-benar terluka. Perihhh” ujar Lavina dalam benaknya. Terbesit di pikiran Lavina untuk menjauh dari Kevin. “Haruskah aku menjauhimu. Namun, semakin daku mencoba menjauh, semakin pula daku ingin terus bersamamu Kevin”. Lavina harus mendengar curhatan Kevin tentang Tiara yang sering menyesakkan dada. Hingga Lavina memutuskan untuk tetap bertahan dengan cintanya. Setiap hari hanya mendengar dan mendengarkan tanpa didengar.
“Vin, aku begitu cemburu melihat Tiara bersama Robi. Mengapa dia tak bisa melihat ketulusan ini” curhat Kevin. “Tak semua orang bisa melihat ketulusan yang kita miliki…” kata Lavina kepada Kevin yang duduk di hadapannya. “… termasuk kamu, Kev” sambung Lavina dalam batin penuh luka. “Kamu, harus bisa move on. Lupakan dia yang tak mencintaimu. Bukalah matamu lebar-lebar untuk melihat dunia yang sangat luas. Mungkin saja ada orang yang dapat memberikan kamu cinta yang lebih tulus dari cintamu itu” kata lavina dengan tegar dan tenang. “Kev, kamu harus bisa move on. Masih banyak orang yang menantikan cintamu, cobalah untuk membuka hatimu untuk orang lain. Jika Tiara memang jodohmu, dia tidak akan kemana-mana” sambung Lavina meyakinkan hati Kevin.
Mendengar kata-kata Lavina barusan. Kevin menatap lavina dengan tatapan hangat. Kedua tangan Kevin meraih tangan Lavina di atas meja. Lavina merasakan kehangatan di tangan mungilnya. Jantungnya mulai berdegup kencang. “Thanks ya, Vin. Kamu selalu mau mendengarkan curhatanku dan mau memberikanku nasehat” kata Kevin, semakin erat memegang kedua tangan Lavina. Lavina tertunduk menahan rasa bahagia juga rasa sakitnya. “Aku janji. Aku akan move on” ujar Kevin tersenyum manis. Lavina langsung menegakkan kepalanya, menatap mata di depannya itu penuh perasaan. Kata-kata yang barusan ia dengar, sangat mengejutkannya. Terbit senyum dari bibir gadis berlesung pipit itu.
Cerpen Karangan: Lisa Indah Sari Blog / Facebook: kisahku18blogspot.blogspot.com / Lisa Indah Sari