Tak lama ternyata Fania menelepon ke handphone Aliyah. Dan kamipun bingung harus menjawab atau tidak. Dan Aliyah pun mengangkat telepon dari Fania. “Haloo…” ucap Aliyah di telepon. “Halo Al, lagi dimana nih?” tanya Fania tanpa basa-basi ke Aliyah. “Oh lagi di jalan mau balik ke kantor, kenapa Fan?” jawab Aliyah yang turut berbohong pada Fania. “Oh gak papa, tadi gue lihat lu checkin di fb, kebetulan si Toni juga disana…” “Wah gue udah balik Fan tadi sih ga lihat..” “Okeh deh sori ya ganggu Al. Bye” ucap Fania.
Setelah Fania menutup teleponnya, rasanya kami berdua sedikit lega namun juga merasa bersalah karena harus berbohong pada Fania. Sepertinya Aliyah juga cukup mengerti bila Fania pasti akan marah besar bila tahu saat ini kami sedang makan siang bersama. Entah kenapa kulihat Aliyah sepertinya juga tidak terlalu mempermasalahkan kejadian tadi. Kupikir, setelah kejadian tersebut Aliyah akan memutuskan untuk segera kembali ke kantor karena kejadian tadi. Akupun juga tidak terlalu ambil pusing dan kamipun melanjutkan makan siang kami.
Setelah selesai makan siang, akupun mengantarkan Aliyah kembali ke kantornya. Sebelum berpisah kamipun berencana untuk jalan bersama kembali suatu waktu nanti. Terkadang aku berpikir hubungan pertemanan kami cukup aneh. Karena sejak awal aku berteman dengan Aliyah saat masih kuliah kami tidak pernah pergi bersama di luar lingkungan kampus. Hampir setiap saat ajakan untuk jalan bersama selalu ditolak mentah-mentah, karena itu akupun tidak pernah berpikir macam-macam dengannya.
Tak lama setelah kejadian makan siang itu, aku mencoba untuk mengajak jalan bersama karena saat itu Fania sedang sibuk dengan skripsinya dan teman-temanku yang lain juga sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Aku sedikit kaget saat membaca sms balasan dari Aliyah karena dia menolak ajakanku bila jalan berdua saja. Awalnya aku tak ambil pusing karena saat itu aku ingin sekedar mencari suasana baru karena ingin melepas penat dari pekerjaan kantor. Saat itu akupun memberitahu Aliyah tidak masalah bila dia ingin mengajak temannya. Akhirnya saat itu temannya mengiyakan ajakan jalan Aliyah dan kamipun sepakat untuk bertemu di Mall A.
Saat itu kami janjian di food court sambil menunggu teman-teman lainnya. Aku yang pertama kali sampai menunggu, tak lama Aliyah pun datang. Disitu kami memesan snack sambil menunggu teman lainnya. “Al.. Datang sendirian?” tanyaku. “Iya Ton.. Yang lain katanya mau nyusul aja.. Udah lama nunggu?” tanya Aliyah. “Oh.. Gitu.. Nanti nonton aja yuk kebetulan ada film bagus baru keluar” ujarku. “Boleh.. Tapi tunggu yang lain yah..” “Beres deh.. Ngomong-ngomong pacar kok ga dibawa?” tanya isengku. “Gak usah ngeledek deh. Gue jomblo kali..” “Lha kirain lu jadian sama si Ruli.. Secara kan serius ngejar loe.. Hehehe” “Enggaklah.. Dia mah udah lalu.. Gue juga pikir waktu itu dia serius sama gue.. Tapi ya gitu deh..” jawab Aliyah dengan nada serius. Akupun yang tak menyangka jawaban serius itu sedikit kaget dan penasaran. “Lho kok bisa? Jadi waktu itu loe sempet terima dia??” “Yaaaa…. Karena gue lihat dia ngejar terus, sms terus, telepon terus.. Ya lama-lama gue juga jadi luluh lah…” ucap aliyah. “Terus?? Memang Ruli gak serius?? tanyaku penasaran. “Waktu itu sebetulnya gue hampir jadian sama dia.. Tapi tiba-tiba waktu itu gue jalan sama dia makan malam gak sengaja dia ke toilet dan hpnya bergetar ada telp masuk. Pas gue coba angkat ternyata itu suara cewek dan tanya rencana besok jadi atau enggak…. Karena panik jadi gue tutup itu telp. Pas Ruli balik dari toilet, gue iseng tanya rencana dia besok.. Dan dia jawabnya mau ada diskusi kelompok di rumah teman-teman cowoknya..” cerita Aliyah sambil sedikit kecewa. “…. Ya… Mungkin itu salah paham aja Al…” Hiburku “…..” Aliyah hanya diam dan tidak merespon kata-kataku.
Suasanapun menjadi dingin, akupun berinisiatif untuk mengajaknya nonton berdua saja karena teman-temannya tidak muncul juga. Aliyah pun mengiyakan ajakanku, mungkin karena setelah bercerita tentang Ruli tadi membuatnya sedih kembali.
Tak lama setelah keluar dari bioskop, jam menunjukkan pukul 21.00. Akupun memutuskan untuk mengajak Aliyah untuk kembali berjalan kaki pulang ke rumahnya. Di sepanjang jalan, kami saling menceritakan pengalaman masing-masing untuk saling berbagi dan entah kenapa akupun merasa menjadi semakin dekat dengannya. Perlahan hubungan kami semakin dekat dan pertemuan kamipun mulai intens. Beberapa kali bahkan Aliyah mencoba mengirimkan sms ke aku saat malam minggu ketika aku sedang bersama dengan Fania. Akupun mencoba menjelaskan kepadanya untuk tidak menghubungiku saat aku sedang bersama Fania. Namun Aliyah berkali-kali selalu berucap bila kita hanya teman saja dan tidak ada sesuatu. Entah kenapa kadang bila dia mengucapkan hal itu hanya sekedar untuk menegaskan hubungan kita sebatas teman atau sebetulnya ingin menegaskan bilapun ada sesuatu harus diucapkan.
Dan satu ketika saat kami berdua selesai nonton bioskop dan dalam perjalanan pulang. “Al.. Besok iseng makan malam di kampus yuk.. Udah lama..” ajakku ke Aliyah. “Boleh.. Traktir yak.. Hehe..” balas Aliyah. “Bereslah… Makan nasi goreng depan kampus ini hehehehe…”
Dan keesokan harinya setelah pulang kantor kami kembali janjian untuk ke kampus bersama dan menikmati kembali suasana kampus. Malam ini terasa akrab sekali, kami pun merasa kembali ke masa-masa kuliah dahulu. Karena terbawa suasana saat itu, akupun mengucapkan sesuatu hal yang seharusnya tidak pernah kuucapkan.. “Al… Jadian yuk…” ucapku sesaat. “Putusin dulu… Putusin dulu Fania…” Jawab Aliyah. Akupun terkejut dengan jawaban Aliyah. Kami terdiam sesaat dan tidak dapat mengucapkan sepatah kata. Suasana saat itu menjadi hening karena aku tidak segera merespon kata-kata Aliyah. Karena merasa tidak enak, aku mengajak Aliyah untuk pulang tanpa menjawab kata-kata Aliyah.
“Kenapa Ton.. Bukannya loe dulu yang mengirimkan gue sms dari nomor misterius yang memberitahukan kalau gue harus hati-hati dengan Ruli kan!!…” ucap Aliyah dengan nada sedikit tinggi. Aku terkaget-kaget saat Aliyah berkata seperti itu. “Kita juga hanya sebatas teman kan Ton dan tidak ada sesuatu yang lebih! Dan kenapa Fania harus cemburu dengan gue??” ujar Aliyah lagi.
Aku terdiam sesaat sambil mencoba mengerti situasi ini dan menjelaskan ke Al. “Gue bukan lelaki yang sempurna Al… Ada kalanya gue ingin menjadi bagian dari hidup loe.. Menjadi lebih dari sekedar teman… Tapi seperti yang loe tahu saat ini gue sudah menjadi bagian dari hidup orang lain.. Dan asal loe tahu untuk menyimpan perasaan ini gak enak sama sekali Al.. Seolah-olah gue menjadi lelaki lemah karena gue gak tahu apa yang harus gue lakukan.. Dan ini tuh menyiksa batin gue… Maafin gue kalau gue gak bisa ngejelasin kenapa kita menjalani hubungan seperti ini.. Entah apa namanya hubungan pertemanan kita ini… Karena yang pasti ini hubungan ini gak wajar Al.. Itu aja yang gue tahu..” ucapku.
“Kalau begitu, kita hanya sebatas teman dan tidak lebih Ton…” jawab Al singkat dengan raut muka sedih dan sedikit kesal. Itulah kata-kata terakhir yang terucap dari Aliyah kepadaku sebelum dia memanggil taksi dan memutuskan untuk pulang ke rumah sendiri. Dan sejak itulah berakhirnya hubungan misteri kami, tanpa ada penjelasan yang mampu menyelesaikan perasaan ini.
Setelah kejadian itu, aku dan Aliyah tidak pernah berkomunikasi sama sekali dan akupun hanya mampu memandangi foto kenangan saat kami bersama. Kamipun berjalan di jalan kehidupan ini sendiri-sendiri dan sekarang kami telah memiliki pasangan hidup masing-masing dan memutuskan agar hubungan ini tidak berlanjut lagi dan menguburnya dalam-dalam.
Cerpen Karangan: Tri