Aku seakan memiliki memori dengannya. Ia adalah cinta pertamaku. Tapi setelah kecelakaan maut itu. Aku kehilangan segalanya. Aku tidak mengingat dia.
“Li, lo kenapa?” “Nggak kok, gue ngerasa cuma ada ikatan batin gitu sama dia.” ucap Aliando kebingungan.
Valenia memberi tahu bahwa aku tidak ada hubungannya sama sekali dengan cewek bernama Prilly. Baginya Prilly adalah musuh Valenia karena dia aku amesia. Karena dia pula aku jadi tak ingat siapa diriku di mata keluarga.
“Lo nggak usah pikirin itu, mending lo fokus sama sekolah lo sekarang, hal-hal gitu tuh cuma buat lo stress.” Aku berusaha santai. Bagiku gadis tadi bukanlah siapa-siapa, aku tak perlu memikirkannya terlalu jauh.
“Eh ada Pr nggak?” “Ada tunggu gue cek roster dulu,” Valenia mengecek rosternya. Ada mata pelajaran Pak Rudi. Kelihatannya memang beberapa hari lalu Pak Rudi memberikan tugas matematika.
“Gimana?” “Ada kok dari Pak Rudi, mending lo salin jawaban gue, lo kan habis sakit.” ucap Valenia memberikan buku tugasnya. “Thank’s”
Kepalanya pusing… Seperti ada memori lama membekas di otaknya.
Sepulang sekolah hujan turun deras. Aku mengejar seorang gadis berambut panjang. Dia tidak menoleh kearahku. Aku terus membututinya. Aku berusaha mendapatkan perhatiannya. Sehingga tak sengaja aku terserempet motor. Dan terhempas kepalaku terbentur di sebuah batu. Aku pingsan. Sehingga seseorang membawaku ke rumah-sakit terdekat.
Setelah beberapa hari koma. Dokter Frans berkata “Kalau nyawaku tinggal menghitung hari, dan alat medisku segera dicabut.” Tapi mukjizat datang lima-minggu koma aku dinyatakan pulih dan sadar. Aku melihat anggota keluargaku tersenyum padaku. Namun aku tidak mengingat siapa mereka. Aku benci diriku saat itu. Aku seakan asing diantara mereka.
“Lo kenapa lagi?” ujar Valenia menjitak kepalaku. “Yuk ke kelas sebelum bel, gue mau nyalin Pr lo.” Aku menariknya pergi. Aku kenal Valenia karena kita tetangga sebelah rumah. Jadi wajar aku disuruh pergi bersamanya ke sekolah. Apalagi Valenia juga baik padaku. Aku beruntung mengenalnya akhir-akhir ini. Walau sebenarnya ada satu sosok kurindukan di hatiku. Entah siapa? aku belum ingat apapun.
Aku duduk berusaha mengumpulkan memoriku. Namun setelah dipaksakan rasanya sakit-sekali. Aku tiba-tiba pening. Aku sudah coba, sesekali aku mengerang kesakitan di bagian kepala.
“Udah li, nggak usah lo paksain!” ujar Tama menasehati. “Eh lo ingat Prilly Latuconsina?”
Kepalaku pusing lagi. Siapa maksud Tama. Aku merasa asing, tapi sepertinya pernah kenal? aku bingung. Kulihat Valenia menghampiriku sambil membawa air mineral dan snack di tangannya. “Nih lo makan, trus lo minum?”
“Kok sih Ali, nggak jawab pertanyaan gue ya soal Ily.” “Lo jangan kasih pertanyaan-pertanyaan macem-macem dulu ke Ali.”
Aku jadi penasaran siapa Prilly apa dia bisa membuatku mengingat masa-laluku.
Kudekati sosok Prilly kala waktu aku di perpus. Prilly tengah menulis puisi. Aku bisa melihatnya serius. “Elo ily kan?” Prilly tersentak kaget. Jantungnya serasa berdetak cepat. Di sampingnya ada aku, aku segera menunggu jawabannya dengan sabar.
“Sorry gue buru-buru, gue ada remedi sama Bu Mira.” Prilly segera membereskan buku-bukunya yang berserakkan. Lalu Prilly memutuskan pergi. Aku menatapnya dengan beribu pertanyaan di benakku. Apa aku pernah pacaran dengannya? atau aku sempat naksir padanya.
Aku makin penasaran saat Prilly tengah membaca puisi di depan guru-guru. Kelihatannya gadis itu berbakat di bidang sastra semua memuji hasil puisinya. Aku terpesona dibuatnya…. dia bagaikan malaikat bagiku. Apalagi cara membacakannya penuh penghayatan. Aku kagum melihatnya.
“Li, lo suka Ily ya?” aku mengingat-ngingat kejadian-kejadian aneh di otakku. Kulihat diriku menatap Prilly lalu sahabatku mendekatiku. Aku kaget tersipu-sipu dan jawabanku saat itu mengejutkan. “Gue bukan hanya suka Ily, tapi gue kagum sama gadis penyuka sastra, gue jadi ingat Sapardi lo tau Sapardi kan.” “Tapi dia kan penyair cowok li,” ucap Tama menggaruk-garuk kepalanya. “Terserah gue pokoknya versi ceweknya.”
Bayangan-bayangan memori-memori Prilly terus menghantuiku. Perlahan-lahan aku memikirkan Prilly? bagaimana dia menjauhiku saat kutanya tentang diriku.
“Lo masa nggak kenal gue sih?” ujarku. “Gue cuma tau lo anak ips, terus itu aja.” Aku kesal tetapi tekadku kian bulat. Malam harinya aku memeriksa laci dan lemari kamarku. Siapa tahu aku bisa menemukan sesuatu.
Tak lama kutemukan sebuah buku berisi foto. Semuanya foto Prilly dan di sebelahnya ada kata. “Aku mencintainya bukan tanpa alasan.” Di halaman berikutnya “Aku cinta dia sungguh.” dan seterusnya.
Kepalaku pusing. Mendadak semuanya kunang-kunang. Tiba-tiba Mama dan Papaku sudah ada di depanku. “Ali kamu kenapa tadi pingsan?” tanya Mama. Disusul Papa dengan pertanyaann berbeda. “Apa kamu mau kita panggilkan Dokter?” tanya Papa. “Maafin Ali, Pa, Ma, Ali udah ingat semuanya.” Aku ingin segera tertidur. Setelah Mama menyelimutiku dengan selimut hangat.
Keesokan harinya Kutemui sahabatku Valenia. Valenia menyambut riang pagi itu. “Val, gue udah ingat semuanya, termaksud masa lalu gue sama Ily.” Aku memeluknya. Namun disisi berbeda Valenia tak senang mendengarnya. “Harusnya gue yang jadi first-love lo, bukan Ily.” Valenia meninggalkanku tanpa berkata sepatah-pun.
Aku berlari menemui Ily di kelasnya. “Ly, gue udah tau semuanya, kalo gue tuh ternyata pengangum berat lo.” “Tapi gue nggak boleh pacaran dulu, itu kata almarhum nyokap gue, soalnya gue mesti kejar prestasi sampai lulus.” tutur Prilly fokus pada tulisan puisinya. “Oke.” Aku mengelus dadaku. Lalu mengangguk perlahan. Meski aku dan Prilly hanya sebetas teman saja. Tapi aku yakin suatu saat hatinya tetap untukku. Meski bukan sekarang.
“Ali, gue suka sama lo, sebelum lo naksir Ily.” Pengakuan Valenia terlontas jelas di telingaku. Airmatanya tumpah. “Gue berharap lo mengerti, kalau lo cuma gue anggap sahabat doang gak lebih.” “Tapi bukannya Ily, udah nolak lo?” Aku tersenyum memperlihatkan aura ketulusan padanya. Aku akhirnya menjawab pertanyaan Valenia. “Emang sih Ily nolak gue, hm… tapi suatu saat hatinya tetap ke gue kok, meski gue dan dia belum terikat apa-apa.” “Lo yakin?” tanya Valenia sekali lagi. “Ya iyalah orang memori gue sama Ily tuh kayak roller coaster, tapi gue yakin bisa melawan semua badai apapun.” Valenia menunduk. Tiba-tiba Prilly memeluk Valenia. Airmatanya tumpah bersama kenangan yang selamanya takkan usai.
Selesai.
Cerpen Karangan: A. Hardiyanti-Kahar Blog / Facebook: @armzkryndhk Nama: A. Hardiyanti-Kahar Umur: 22 Tahun Hobi: Menulis, Nyanyi, Baca, Nonton Drakor, Mendesain Baju, Denger Musik. Cita-cita: Jadi Penulis Ttl:27 April 04-1995 Agama: Islam Penulis Idola: Erisca Febriani, Himetenry, Wulan Fadi, Mesty Vanila, Pidi Baiq, Suri Juan, Luna-Torashyngu, Mesty Mez, Prilly L.” Maaf kebanyakan emang ini aku! Idola Penyanyi: D’masiv, Wanna One, Ridwan Befour Tngb Motto: “Bikin karya meski dicap biasa, pemula, abal-abal yang penting karyanya original bikinan kita. Mafo: Songkolo, Ayam Penyet, Kfc Fried Chicken, Bakso, Kue Brownies Cheese Amanda, Sayur Labu,Bolen,Martabak manis.” Mifo: Air Mineral Dan Cocacola Fifo: Surat Cinta Untuk Starla Short Movie, Goblin. Follow twitterku @armzkryndhk trims wassalam maju terus penulis teenlit indonesia