Ada yang bilang cinta itu pilihan. Pilihan untuk lebih dicintai atau lebih mencintai. Karena tidak mungkin dalam suatu hubungan, mempunyai kadar cinta yang sama besar. Kiran sedang gundah, haruskah dia berbalik memilih hati yang sudah lama menunggunya atau tetap menunggu hati yang ia inginkan. Jujur, kiran sudah merasa lelah, karena menanti sesuatu yang tak pasti itu memang berat. Lalu apa kabar dengan Tio yang menyukainya lebih dulu sebelum Kiran menyukai Reno. Berjuang terlebih dahulu sebelum Kiran memperjuangkan Reno. Padahal mungkin ada juga waktu dimana Tio diperjuangkan orang lain. Kiran menghela napas panjang.
“Kalo aku menolaknya, apa aku tak akan menyesal nanti?” Batin kiran.
Tio bukan anak jamet, alay atau jenis laki-laki yang membuat il-feel wanita. Tio termasuk menawan, baik, dan perhatian, yang tentunya banyak wanita yang menyukainya di sekolah. Setelah berpikir panjang Kiran memutuskan untuk menyatakan cintanya yang terakhir kepada Reno, jika ditolak dia akan membuka hati dan berusaha mencintai Tio. Ya, Kiran sudah ditolak berkali-kali oleh Reno seperti Kiran menolak Tio berkali-kali. Hal ini sering disebut orang-orang sebagai karma.
“Ren,” kata Kiran mengawali percakapan di rooftop sekolah. “Apa lagi sih?” Jawab Reno jutek. “Aku tanya untuk terakhir kali … kamu benar … gak ada … niat … membuka hati untuk aku?” Reno kini membalas tatapan Kiran. “Jawaban aku tetap sama seperti sebelumnya, maaf Kiran, aku masih gak suka sama kamu. Dan … aku harap kamu gak akan ngajak aku ke atas sekolah kayak gini buat nanyain hal gak penting kayak gini lagi. Kita itu udah kelas 3! Kita mau ujian! Belajar lebih penting buat masa depan kamu dari pada cinta-cintaan kayak begini, Kiran … Oke!” “Apa alasannya kamu gak bisa suka sama aku?” “Suka sama seseorang itu gak butuh alasan, begitu pula dengan gak suka sama seseorang. Aku gak suka aja sama kamu. Gak ada alasannya.” Reno berjalan pergi tanpa menunggu respon Kiran. Mungkin dia sudah terbiasa melihat respon Kiran saat di tolak. “Tunggu Ren!” Langkahnya seketika berhenti. Reno memutar kepala tanpa di suruh. “Apalagi!” “Ini terakhir kalinya aku nembak kamu, mulai saat ini meskipun di dunia ini cuma ada kita berdua yang tersisa, aku akan lebih memilih manusia punah ketimbang sama kamu. Bahkan meskipun kamu suka sama aku, berjuang mati-matian buat dapetin aku. Aku, sekalipun masih suka sama kamu. Aku gak akan mau sama kamu. Mulai saat ini, aku berhenti suka sama kamu! Jadi izinkan aku pergi duluan! karna aku juga ingin merasakan gimana rasanya ninggalin kamu duluan di sini!” “Oke, silahkan!” jawab Reno setelah beberapa saat terdiam mencerna kata-kata Kiran.
Besoknya sekolahan dihebohkan dengan penampakan Tio dan Kiran bergandengan tangan. Tio mengantarkan Kiran sampai di depan kelasnya. Reno yang sudah berada di kelas hanya melihat sekilas penampakan yang menjadi pusat perhatian itu. “Nanti kita pulang bareng kan?” Tanya Tio pada Kiran. “Ya.” “Ya udah nanti aku tunggu di depan kelas kamu, aku mau ke kelas aku dulu ya …,” senyum Tio di akhir kata.
Kiran duduk di bangkunya diiringi kerumunan temen-teman sekelasnya yang sudah penasaran. “Kalian pacaran?” Tanya salah seorang diantara mereka. “Iya,” jawab Kiran dengan melirik bangku di sebelahnya yang tak lain adalah Reno. “Sejak kapan? sejak kapan?” Heboh salah seorang lain dari kerumunan itu. “Kemarin.” “Ada apa itu pada gerombolan! Ayo duduk di tempat masing-masing,” kata Pak Guru menyelamatkan Kiran dari segerombolan orang-orang kepo.
“Kamu segitunya pengen pacaran?” Tanya Reno dengan masih memandang buku. “Emang apa urusannya sama kamu?” “Hanya kasian aja sama pacar kamu, cuma jadi pelampiasan aja sepertinya.” “Tenang aja, aku akan berusaha suka sama dia layaknya aku suka sama kamu dulu! Aku gak sejahat itu mainin hati orang. Karena aku tahu betul gimana sakitnya disakitin sama seseorang.”
Bulan mulai berganti, Kiran dan Tio semakin dekat dan Reno semakin terlupakan. Bahkan hari ini akhirnya Kiran berhasil meyakinkan temannya untuk berganti tempat duduk dengan iming-iming tiket konser K-pop. Tapi tanpa disangka Reno berdiri di depan tempat duduk baru Kiran. “Kamu segitunya gak bisa move on dari aku?” Kiran memandang Reno dengan penuh amarah. Dia berdiri dan menarik Reno keluar dan menghempaskan tangan Reno sesampainya di Rooftop sekolah.
“Kamu gak bisa ngomong pelan-pelan? Gak cukupkah kamu nolak aku berkali-kali? Dan sekarang kamu pengen seluruh kelas tahu aku suka sama kamu?” “Kita kan cuma sebulan lagi ujian, gak bisakah kamu tahan sebulan aja? Aku gak bisa adaptasi dengan mudah, aku takut belajar aku keganggu.” “Kamu memang egois! Kamu cuma mikirin diri kamu sendiri? Kamu gak mikirin perasaan aku sama sekali.” “Emang kamu kenapa? Bukannya kamu udah punya pacar dan berusaha buat suka sama dia? Ya udah, terus kenapa menganggu rutinitasku dengan pindah bangku?” “Ya itu! Aku segitunya gak bisa move on dari kamu, aku gak mau ngecewain Tio. Karena itu aku pindah! Karena aku sulit move on dari kamu! Puas?” “Kamu gak bisa nahan … cuma sebulan aja,” pinta Reno. “Kenapa aku harus?” “Kalo kamu gak mau aku bakal ngmong sama pacar kamu. Kalau kalian pacaran tepat setelah aku nolak kamu.” “Kamu … benar-benar jahat Ren!” “Maka dari itu kemasi barang kamu dan kembalilah duduk di sebelahku. Ayo, udah hampir jam masuk.” “Gak mau! Apa bedanya aku sama yang lain? Bukannya dia diam dan gak ganggu kamu itu udah cukup? Apa yang jadi masalah? Kenapa harus aku yang disebelah kamu?” “Aku gak biasa dan aku gak bisa konsen. Aku butuh waktu adaptasi sama yang lain tapi aku gak ada waktu buat adaptasi. Kita ujian sebulan lagi.” “Kamu gak suka sama aku kan?” “Enggaklah!” “Kalau kamu kayak gini terus aku bakal mikir kamu suka sama aku, karena itu aku akan ngomong sama partner sebelah kamu yang baru untuk diam dan gak ganggu kamu. Oke!” Kiran pergi begitu saja meninggalkan Reno yang mengehela napas panjang.
Dan benar saja, Reno kehilangan fokus pada penjelasan guru. Padahal teman sebangkunya tak bergerak sedikitpun. Bahkan Reno tak mendengar suara sedikitpun dari teman sebangkunya itu. Tetapi tetap ia tak bisa fokus. Dia terus saja melihat ke arah Kiran. Mungkin ini karena kebiasaan Reno melirik Kiran di sela-sela pelajaran, apalagi sekarang bangku mereka cukup jauh jadi butuh perjuangan bagi Reno untuk melihat Kiran sesekali karena tertutup oleh teman-teman yang lain yang mengakibatkan Reno tak bisa fokus sampai bel berbunyi. Reno bahkan tak ada kesempatan untuk berbicara kepada Kiran karena Kiran selalu pergi setelah pelajaran usai.
Pulang sekolahpun begitu, Kiran langsung dijemput oleh Sang pacar. Melihat mereka berdua pergi bersama membuat Reno merasakan sesuatu yang aneh. Dan semakin hari Reno semakin merasa ada sesuatu yang hilang seiring menjauhnya Kiran dari kesehariannya, yang membuat Reno bertanya-tanya pada diri sendiri. Mungkinkah dia menyukai Kiran sekarang?
Cerpen Karangan: Desy Puspitasari Blog / Facebook: DesyPuspitasari