Genggaman tangan itu menciptakan sebuah kehangatan yang sulit untuk diartikan. Entah kemana dia akan membawaku. Aku hanya bisa pasrah mengikuti tempo langkah kakinya yang cepat.
“Reno, ada apa sih? lepaskan tangan gue! Sakit tahu!” protesku disela-sela kita berdua berlari bersama di lorong sekolah. Semua pasang mata menatap adegan kita berdua yang bak sepasang kekasih di drama korea. “Udah kamu diam saja Siska! ada hal penting yang harus kamu ketahui. Jadi, diamlah!” Reno mengabaikan perintahku dan tetap berlari sambil memegang tanganku kuat-kuat.
Aku lihat di depan sana banyak siswa yang berkerumun seperti semut yang sedang gotong royong. Reno memberhentikan langkah kakinya sebentar, kemudian ke dua pasang matanya menatap ke arahku lekat-lekat. Namun sayangnya, tatapan mata itu tak bisa aku tafsirkan.
Kemudian Reno kembali melanjutkan langkah kakinya, tangannya masih memegang tanganku yang mungil. Ia mendekatkan kita berdua ke dalam kerumunan murid-murid dan menerobos kerumunan tanpa ada rasa bersalah sedikit pun.
Sekarang kita berdua berada di depan Majalah Dinding (MADING). Tentu saja aku kebingungan dan tidak bisa menebak tujuan dia membawa ke sini. “Reno ada apa?” tanyaku sambil mengadahkan wajah ke arahnya. Reno memang lebih tinggi dariku. “Lu gak tahu Siska? hari ini ada pengumuman pembagian kelas, makanya gue bawa lo ke sini untuk melihatnya.” Jelas Reno kepadaku.
Setelah mendengar penjelasan dari Reno, pandanganku langsung menyebar ke seluruh barisan nama yang tertera di sana, sedangkan Reno menelusuri setiap kolom menggunakan tangannya untuk mencari kehadiran namanya itu.
Ahha… Namaku sudah ketemu! Di tahun ajaran baru ini, Aku duduk di kelas XI IPA C. Senangnya bukan main, karena di kelas ini sainganku tidak terlalu banyak. Kalau aku masuk kelas XI IPA A, pasti sudah mampus karena bersaing dengan murid elit jagoannya sekolah.
“Eh Siska, Lo di kelas berapa? gue di kelas XI IPA H nih.” Reno telah menemukan namanya di daftar yang ada di Mading. “Gue di kelas XI IPA C, pas banget saingannya, kagak terlalu mudah juga kagak terlalu gampang,” Jawabku santai sambil memutar ujung rambut dengan jari. “APA…? LU DI KELAS XI IPA C? BERARTI KITA TIDAK SEKELAS DONG? BAGAIMANA INI SISKA? KITA TIDAK SEKELAS! ARGHHHHHHHH HHHHHH” Raut wajah kesal terpasang di wajah pria tampan itu. Reno menggaruk kepalanya yang tidak gatal, ia juga mengayunkan tangannya sambil berteriak kesal. Murid lainnya di sekitar kita menatap keheranan ke arah Reno. “Yahh tidddddd…” Jawaban dari pertanyaan Reno terpotong, saat ia kembali menggenggam tanganku dan membawaku entah ke mana lagi.
“Reno…! Lepaskan tanganku Reno! lo kenapa sih? Sakit tahu tangan gue terus-terusan dipegang sama lo!” protesku sambil berusaha melepaskan genggaman ini. “Lo sebagai sahabat terbaik gue jangan banyak protes. Lagian gua ga ngapa-ngapain lu, udah ikut gue aja, jangan banyak protes lo nya!” Reno masih tak sudi untuk melepaskan genggaman tangannya dan terus membawaku ke tempat yang diinginkannya.
Aku dan Reno sekarang berada di mulut pintu ruang guru. Tercium aroma kopi bubuk instan yang baru di seduh, harumnya mengudara sehingga baunya mendominasi. Pak Hamdan mengambil sendok, kemudian mengaduk-aduk kopi yang baru diseduh itu. Tanpa basa-basi lagi, Reno kembali menyererku ke Pak Hamdan.
“Bapak bagaimana sih? Bapak kan tahu kalau aku dan Siska tidak bisa dipisahakan. Kok Bapak bisa-bisanya meletakkan nama kita di kelas yang berbeda.” “Slurtttt…” Pak Hamdan menyeruput kopi hitam yang di buatnya beberapa menit yang lalu. Seakan-akan tidak peduli dengan ocehan Reno, Pak Hamdan seperti enggan menjawab pertanyaan dari Reno.
“Pak Hamdan! Jawab atuh Pak!” tanya lagi Reno.
Pak Hamdan meletakan gelas setelah kopi buatannya habis setengah. Pria berkumis tebal itu kemudian menatap ke arah kita berdua, tatapan sangat menakutkan seperti singa yang siap-siap menyantap mangsa. “Sudahlah Reno, kamu jangan banyak protes! Keputusan Bapak ini sudah bulat, tidak bisa diganggu gugat.” “Tapi kan Pak Hamdan, saya itu gak bisa jauh-jauh dari Siska. Bapak tahu hal itu, kenapa Bapak malah memisahkan kami berdua?” “Justru karena kamu sangat tergantung sama Siska, makanya saya pisahin kalian berdua. Kamu kalau sama Siska semuanya dibantuin sama Siska, memangnya saya tidak tahu apa? kalau PR dan tugas kamu selalu dikerjakan sama Siska, belum lagi ketika ulangan Siska selalu kasih contekan sama Kamu.” “Niat Bapak baik Reno, supaya kamu itu mandiri dan tidak terlalu mengandalkan Siska. Biar kamu itu Pintar,” “Tapppiiii Pak!!! tidak begini caranya, tidak harus kami berpisah kan?” Protes Reno lagi.
Helaan nafasku semakin panjang saat menyaksikan perdebatan di antara keduanya. Reno dengan tegas ingin sekelas denganku dan Pak Hamdan dengan keputusannya yang tidak bisa diganggu gugat. Perdebatan mereka bisa selesai setelah aku memberanikan diri untuk berbicara. Aku menatap sebentar ke wajah Reno, kemudian memegang tangannya.
“Kata Pak Hamdan benar Reno. Lo gak bisa terus-terusan sama gue. Lo kayak ketergantungan sama gue, kalau seperti itu terus, kapan lu bisa mandirinya Reno?” “Kok lu gitu sih Siska? lo udah bosan sahabatan sama gue lagi?” Reno kesal. “Reno sudah Protesnya! Keputusan bapak sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat. Kamu buang-buang waktu Bapak saja.” sinis Pak Hamdan. Tahu usahanya hanya sia-sia, tanpa rasa hormat Reno meninggalkan kita berdua dengannya langkah kaki yang cukup keras. Reno sepertinya benar-benar membenci Pak Hamdan yang tidak mengabulkan permintaannya.
“Kamu ngapain berdiri saja Siska? kagak mau nyusul pacarnya keluar?” goda Pak Hamdan kepadaku. “Pacar? Reno pacar aku? Helehhhhh… yang bener saja dong Pak! Dia cuman sahabatku” Jawabku
Kemudian aku berlari menyusul Reno yang sudah berada cukup jauh. “Renoooo… Renoooooo…” teriaku dari arah kejauhan tetapi Reno tidak mengindahkannya.
Hari pertama masuk sekolah. Seluruh siswa memenuhi lorong sekolah, mereka sekarang lagi-lagi dikejar waktu jam pelajaran pertama. Di antara banyaknya siswa yang berada di lorong, pandanganku terfokus pada Reno. Dia adalah sahabatku sejak kami duduk di bangku SD. Kami bersahabat saat keluarga Reno pindah dari luar negeri dan menetap di Indonesia.
Reno berjalan santai bersama dua teman lainnya. Aku lihat dari belakang saja dia sudah membuatku deg-degan. Dikaruniawi wajah tampan dan postur tubuh bagus seperti tokoh utama novel mampu membuat wanita termasuk aku klepek-klepek.
Aku memasukkan kaki ke pintu mulut, sesampainya di dalam tiba-tiba Genk Lipstik langsung menghadang kehadiranku. Mereka adalah Rani, Stella, dan Valent. Rani adalah anak orang kaya, orangtuanya memiliki banyak perusahaan besar. Stella tidak kalah kaya, orangtuanya memiliki 34 perusahaan mobil yang tersebar di setiap provinsi. Dan Valent adalah anak dari keluarga terpandang, Kakeknya seorang hakim, Ayahnya seorang jaksa belum lagi keluarganya yang lain.
“Eh Siska, gua mau tanya sesuatu sama lo,” ucap Stella dengan warna lipstik merah terang di bibirnya. “Mau tanya apa lo? gua gak cukup banyak waktu untuk meladeni kalian.” Aku pasang raut wajah malas. “Sombong amat lo! lo pikir lu sehebat apa anjirrr?” sambung Valent dengan rambut bewarna pink. “Yasudah kalian mau tanya apa sama gue?” “Lo dan Reno gak pacaran kan? gue cuman mau mastiin dan ingin tahu hal itu.” “Gue dan Reno itu sahabatan dari kecil. Kita deket hanya sebatas sahabat, tidak mungkin kita pacaran,” “Ya syukurlah kalau lu tidak pacaran sama Reno. Karena sebentar lagi gue bakal jadi pacarnya Reno, dan Lo nanti tidak bisa deket-deket lagi sama pacar gua.” “TERSERAH!!! Peduli apa gue sama lo!” Kataku sambil berjalan dan menabrak tubuh Stella dengan sengaja.
Pak helmi tiba-tiba masuk ke dalam kelas dengan membawa seorang perempuan cantik. Perempuan itu berambut pendek bewarna kecoklatan, kulitnya putih seperti lampu neon, dan poni tipisnya membuat dia seperti Aktris Korea. “Semuanya duduk! Hari ini kalian kedatangan teman baru. Ayo perkenalan namamu Aulia ke teman-teman barumu.” Semua siswa duduk di tempatnya masing-masing dan terlihat antusias menyambut siswa baru itu.
“Hallo nama saya Aulia, saya pindahan dari Bandung senang bertemu dengan kalian!”
Jam Istirahat Cacing-cacing dalam perut berpesta ria saat bel istirahat menyala. Seluruh siswa berhamburan keluar untuk mengisi tenaga mereka yang sudah terkuras, kantin adalah tempat tujuan mereka di saat lapar seperti ini.
Berbeda dari mereka, aku membawa bekal sendiri dari rumah, mulai hari ini aku ingin menghemat uang jajanku dan di tabung saja. Aku buka resleting tas dan mengeluarkan kotak bekal siang bewarna ungu. Di dalamnya ada nasi goreng dan telur mata sapi di atasnya.
“Hai, kamu tidak keluar untuk makan di kantin?” tiba-tiba murid baru itu menghampiriku. Kemudian ia menjulurkan tangan mengajaku untuk berkenalan. “Nama aku Aulia. Aku harap kita berteman dengan baik.” “Namaku Siska. Yahhh tentu saja kita akan berteman baik, siapa sih orang yang akan menolak ajakan berteman dari wanita cantik seperti kamu.” “Ahhh kamu bisa aja!”
Selain kecantikannya yang membuat wanita sepertiku iri, ternyata dia memiliki kepribadian yang baik. Aulia oranya humble dan enak kalau diajak ngobrol. Kita berduapun menghabiskan waktu istirahat dengan mengobrol banyak hal.
Namun tiba-tiba aku jadi teringat sama Reno, biasanya dia selalu mengajaku makan bersama di kantin. Kalaupun aku tidak punya uang, dia selali membayar makannya tanpa pamrih. Apa dia masih marah kepadaku soal hal kemarin? Sudah aku hubungi nomor teleponnya berkali-kali namun tidak ada balasannya darinya. Renoooo kamu bikin khawatir saja.
“Heyyyy kenapa bengong? lagi ngelamunin pacar yahhh!” Aulia mengipas-ngipaskan tangannya di depan wajahku. “Ohhhh maaf. Bukan pacar kok tapi seseorang yang berarti aja buat aku.”
Keesokan harinya. “Heyy Siskaaa!!! Tunggu gue!!!” Sebuah teriakan yang sukses membuat langkah kakiku terhenti. Dari suaranya itu pasti Reno, aku kembangkan senyum kemudian membalikan badan. Benar saja itu emang Reno, syukurlah dia tidak marah lagi kepadaku.
“Kamu tidak marah lagi ke gue?” tanyaku saat Reno berhasil menyusulku dengan nafasnya yang tidak beraturan. “Ngapain gua marah sama lu. Elu kan sahabat gue satu-satunya. Mana mungkin gua jauhin elu.” “Berarti lu maafin gue dong?” “Ya maafin, tapi ada Syaratnya dong,” “Katanya sahabat, tapi memaafkan saja harus ada syaratnya.” “Yahh kalau lu mau dimaafkan kalau enggak yah gak papa. Gua ga akan maafin elu.” Reno berlari menjauh dariku dengan muka cuek.
Aku segera menyusul dan meraih tangannya untuk memberhentikan Reno. “Ya udah apa? Gua mau lo gak marah lagi sama gua!” “Nah begitu dong!. Jadi kemarin gua ke kelas lo pas istirahat. Gua lihat ada cewek cantik sebelah lu Sis, dia murid baru itu kan? Tolong kenalin gua dong sama dia,” “Jangan entar lu naksir sama Aulia!” “Ya jelas gua naksir dong sama Aulia, dia itu cewek idaman semua cowok. Dia itu feminis, cantik, baik hati pula. Kenalin gua yahhh pleaseee!”
Entah kenapa kok hati aku sakit mendengar pengakuan cinta Reno terhadap Aulia. Padahal Reno kan cuman sahabat, tapi kenapa aku bisa secemburun ini kepada dia. Reno… Reno… Kamu kok bikin hati aku bingung aja.
Satu minggu kemudian. Reno dan Aulia akhirnya resmi berpacaran, yahh meski awalnya sempat ada penolakan dari Aulia, perlahan namun pasti Reno bisa menaklukkan hati Aulia. Di antara banyak cowok yang naksir, Aulia memilih Reno, mungkin karena aku yang menyatukan mereka berdua.
Hubungan mereka semakin hari semakin romantis dan tidak di pisahkan. Setiap harinya mataku dipenuhi adegan mesra mereka berdua. Mereka sungguh pasangan yang serasi. Karena itu pula, Reno sekarang mulai menjauhi aku sebagai sahabatnya dan lebih memprioritaskan Aulia pacarnya.
Hatiku sakit sekali melihat kebahagiaan Reno dan Aulia. Aku baru sadar, ternyata perasaanku kepada Reno lebih dari sekedar sahabat. Hanya saja aku terlalu naif untuk mengakuinya. Di saat aku sadar telah mencintai kamu Reno, kamu sekarang malah menjadi milik orang lain.
Tamat…
Cerpen Karangan: Eunjoo Blog / Facebook: Eunjoo