My name is koala
Dia adalah Genta mahendra biasanya dipanggil Genta yang dalam warga hindu artinya permulaan yang baik. Dia asli Bali dan aku Ayu sholiha dari Jakarta. Aku melanjutkan pendidikan di salah satu universitas di Bali dan memutuskan untuk tinggal disana semenjak keluarga berpisah, karena ayahku asli Bali dan islam. Aku dan Genta bertemu di satu universitas dan menjadi teman sekelas, kami sangat berteman baik selama 5 semester.
Genta adalah orang yang baik, yang seringkali mengerjakan tugasku hingga segala makalah dan proposal dia yang mengerjakan, dia juga mahasiswa yang pintar hingga mendapat predikat terbaik di kampus. Beda sekali denganku yang pemalas dan bodoh hingga banyak yang menyebut kita sebagai si koala dan dolphin. Meskipun kita berbeda namun kita tetap bisa menjadi sahabat yang solid, bahkan ketika aku lupa mengerjakan tugas, Genta selalu menjadi alarm otomatis di setiap kepikunanku.
Waktu di taman kampus sembari mengerjakan tugas kita bercanda seperti biasa dengan memakan seplastik telur gulung kesukaanku dan Genta, yang kita beli dari luar untuk cemilan belajar hari ini, tiba-tiba suasana menjadi sangat serius dan Genta melontarkan pertanyaan, “apakah kita akan bisa terus berteman?” tanpa berfikir panjang tentu aku jawab iya karena aku berfikir itu adalah pertanyaan yang umum dipertanyakan sambil terus memakan telur gulung itu.
Lalu Genta melontarkan pertanyaan yang menurutku semakin berat untuk di jawab, “apakah di agamamu juga melarang adanya dua keyakinan yang berbeda untuk menjadi satu keyakinan? bagaimana jika aku meninggalkan keyakinanku? apa aku akan menjadi seorang pendosa?” tanpa sadar sontak aku menjawab, “jika kamu saja bisa merebut dia dari tuhannya atau kamu meninggalkan Tuhanmu, apakah masih bisa kita disebut orang baik”. Tiba-tiba suasana menjadi sangat hening, telur gulungku tak lagi sedap dan udara tak lagi segar saat itu. Jujur aku pun sendiri tidak tau apa makna dari pertanyaan Genta dan jawabanku sendiri. Lalu seketika Genta mencoba mencairkan suasana dengan leluconnya lalu kita pun kembali pulang dan memutuskan melanjutkan mengerjakan tugas besok.
Suatu saat aku dan Genta ditugaskan untuk membantu acara OSPEK di kampus, menyiapkan segalah persiapan dan materi. Saat hari H tiba semua maba dikumpulkan di aula untuk perkenalan dan acara lainnya. Acara berjalan sangat lancar, aku dan Genta sangat menikmati acara OSPEK hari itu.
Waktu jam istirahat perutku merasa sangat lapar, dan aku memutuskan untuk melaksanakan sholat ashar terlebih dahulu lalu membeli makan di kantin sendiri karena Genta sibuk mengerjakan materi untuk hari esok, memang dia sangat diandalkan ketika ada acara kampus wajar saja dia sangat pintar dan cekatan memang. Saat aku mulai duduk pandanganku menuju kepada satu anak perempuan yang duduk sendiri di pojok kantin dan ternyata dia adalah maba di kampus ini, tanpa berfikir panjang aku mendekatinya dan mengajaknya untuk makan bersama, dia pun juga sangat senang kelihatannya. Lalu kita sempat berkenalan, namanya adalah Gantari perempuan asli Bali dan beragama hindu, wajar saja banyak mahasiswa hindu karna universitas ini termasuk universitas yang mayoritas adalah penduduk asli Bali pemeluk agama hindu.
Setelah itu aku dan Gantari berteman baik meskipun dia adik tingkat, dan aku memutuskan mengenalkan Gantari pada Genta. Genta sangat menerima Gantari dengan baik dan akhirnya kita bertiga berteman sangat erat.
Ternyata Gantari adalah murid yang cukup pandai waktu SMA nilainya cukup bagus dan banyak prestasi yang ia dapat, aku sangat bangga sebagai sahabat, selalu dikelilingi sahabat-sahabat yang pintar dan baik.
Suatu saat Genta mengajakku untuk menemaninya ibadah di pura, mekipun kita berbeda kita selalu menghargai satu sama lain, biasanya saat Genta beribadah aku selalu menunggu di depan pura sampai selesai begitupun juga Genta, ketika aku sholat di masjid dia selalu menunggu di depan masjid sampai aku selesai melaksanakan sholat. Waktu itu aku tidak bisa menemaninya karena harus menemani ayah ke rumah sakit dan menyarankan untuk mengajak Gantari saja lagian mereka juga satu keyakinan.
Akhirnya Genta berangkat ke pura bersama Gantari, dan semejak itu Genta tidak pernah lagi mengajak aku untuk menemaninya beribadah ke pura, aku tidak masalah akan hal itu mungkin saja memang kita berbeda dan dia butuh teman yang sama untuk beridabah agar lebih khusuk.
Seringkali aku, Genta dan Gantari tidak bisa berkumpul bersama seperti biasa karena keadaan ayah yang memang tidak bisa aku tinggal, namun kami masih berkomunikasi dengan baik dan sesekali Genta dan Gantari menjenguk ayah ke rumah. Dan sepertinya kedekatan Genta dan Gantari mulai tercium olehku mulai dari mereka yang sering nonton bersama hingga ke perpustakaan bersama yang bahkan itu adalah waktu favoritku bersama Genta, aku tidak tau rasa ini mulai bercampur aduk rasa khawatir mulai timbul bahkan lebih takut dari pada kehilangan seorang sahabat seperti Genta.
Pada suatu saat aku memutuskan untuk berkumpul bersama mereka karna rasa rindu akan lelucon mereka dan berharap ini menjadi kali pertama kita melepas rasa rindu dengan kebersamaan kembali. Akhirnya setelah aku menghubungi Genta dan Gantari kami memutuskan berkumpul di tempat makan kesukaanku dan Genta di dekat pantai Pandawa. Kami sangat senang saat itu sambil memesan sate kelinci kesukaan Genta soto kesukaanku dan ayam taliwang kesukaan Gantari. Namun tidak lama Gantari pamit untuk pulang terlebih dahulu karena urusan tertentu.
Akhirnya aku dan Genta makan berdua dan kembali berbincang, tak lama itu aku menanyakan suatu hal dengan bahasa santai agar tidak terlalu kaku dan serius, “bagaimana Gantari wanita yang baik bukan?” jujur itu pertanyaan yang aku sendiri sebetulnya tidak mau aku pertanyakan, lalu Genta menjawab dengan santai bahwa Gantari wanita yang pintar dan sepertinya Genta menyukainya dan ingin segera mengungkapkan perasaannya kepada Gantari. Seketika kaki ini terasa sangat lemas dan tangan ini terasa kehilangan fungsinya.
Suasana seketika hening, lalu sontak Genta meminta pendapat tempat yang cocok untuk dia mengungkapkan perasaannya kepada Gantari, lalu dengan gelagap aku menjawab, “di tempat kesukaanmu dimana kamu merasa tenang” dan Genta memilih taman kampus dimana taman itu kesukaanku dan Genta untuk mengerjakan tugas, bercanda sembari memakan telur gulung kesukaan kita. Mata ini mulai berat dan pikiran ini mulai kacau
Lalu Genta bertanya kembali, “kalau aku dan Gantari adalah sama, apa aku akan tetap menjadi pendosa” aku hanya terdiam dan menggelengkan kepala pertanda jawaban tidak, lalu kami memutuskan untuk pulang.
Sesampainya di rumah aku mulai mengerti bahwa Genta yang aku kenal adalah dia yang menyukaiku diam-diam namun dia tidak mau menjadikan aku jauh dari tuhanku, karna tembok kami bukan perkara jarak atau waktu melainkan keyakinan dan kepercayaan seperti kata kita “aku tidak mau merebutmu dari tuhanmu dan menjadikanmu sebagai seorang pendosa”. Aku pernah lupa kalau aku dan Genta berbeda, maka biarlah aku terus melupa agar persahabatan kita tetap ada, dan tanpa ada rasa kecewa.
Kini aku dan Genta telah lulus menempuh pendidikan terakhir dengan predikat yang sangat memuaskan dan Genta telah menemukan pasangannya yaitu Gantari, yang masih menempuh pendidikan disana.
Genta akan melanjutkan bisnisnya di Bali dan aku akan mencari pekerjaan di Jakarta setelah itu, namun aku dan Genta berjanji akan tetap menjadi sahabat mengubur segala perbedaan dan harapan, berharap kita tidak menjadi asing setelah ini.
Cerpen Karangan: Jaseema Jane Blog: Manusiadarimanusia.blogspot.com Panggil saja sya Jane penulis pemula yang ingin berkembang di dunia tulis, mempunyai akun blog manusiadarimanusia.blogspot.com
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 5 April 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com