Kata orang kalo punya teman yang naksir dengan cewek yang sama kita taksir, itu bakalan menjadi masalah dalam persahabatan tapi ujung-ujungnya cewek ditinggalin dan persahabatan kembali terjalin. Ternyata itu semua hanya cerita belaka.
Cerita ini bermula ketika… Semua anak berkumpul di lapangan sekolah, aku dan gio datang dari kantin menuju lapangan dengan setelan pakaian anak yang tidak patuh aturan, ya itu aku, anak yang tidak terlalu pintar, pendiam, pemalu dan anak yang terbawa suasana pergaulan yang menurut orang banyak itu tidak jelas, tetapi menurutku itulah caraku untuk dapat perhatian cewek yang kusuka.
“Bani, ayo buruan ke lapangan tinggali aja makanan kamu!!” Gio dengan terburu-buru mengajakku ke lapangan. “Ok, ok fine bentar.” Sambutku.
Anak-anak berbaris dengan rapi di tengah terik matahari yang berada tepat di atas kami semua. Suara siswa baris belakang terdengar berisik sekali sampai terdengar kepala sekolah. “hey, siswa paling belakang. DIAM!! Tolong pak Noto pindahkan siswa itu ke barisan baru.” Suara Kepsek dengan tegas. Dan diantara siswa baris belakang itu termasuklah aku dan Gio, “Waduh Gio, aku lupa pakai dasi. Dasiku ketinggalan di rumah, gimana ini?” suara penuh kepanikan karena takut dipanggil ke depan. “Santai Bani, kita sama-sama tidak pakai dasi biar kita barengan kalo dipanggil ke depan.” Gio menenangkanku dengan melepas dasinya untuk disimpan di sakunya.
Benar saja, kami dipanggil ke depan karena tidak pakai dasi. Dan lucunya ketika di depan orang banyak resleting celanaku tidak bisa ditutup, jadi bisa dibilang agak sedikit terbuka. “Kamu berdua ini sudah tidak pakai Dasi, Topi tidak dipakai, Mau jadi apa?” Kepsek marah kepada kami, tapi beda dengan siswa. Mereka menertawakanku karena resleting celanaku yang tidak bisa ditutup. Serius itu maluuuu banget diliatin siswa hampir 300 orang di sekolah itu, dibalik itu semua aku senang karena aku berhasil membuat orang yang aku sukai itu tertawa, dia bernama Dea, siswa yang cukup pintar, cantik dan humble. Aku menyukainya sejak pertama kali kami sekelas yaitu kelas 11 SMA. Dan sekarang sudah kelas 12 SMA, aku masih belum berani menyampaikan perasaanku dengannya.
Setelah pengunguman itu selesai, kami masuk kelas masing-masing, “Hey Bani, hahah kamu sengaja ya mau nunjukin itu kamu ke siswi perempuan ahhaha” Sarah tertawa puas mengejek ku di kelas. “Bani hahha kamu digosipin tuh di kelas sebelah” lanjut Sely mengejekku. “Asem” balasku. Tapi aku cuek, aku hanya fokus ke satu orang yaitu Dea, wanita dengan suara lembut yang dikenal cantik di kelas.
Tiba-tiba Gio datang ke samping tempat dudukku, “Cuy, bisa bantu aku gak? Tanya Gio. “Bantu apa?” perasaaanku sudah tidak enak, “Hehe, Bani kamu punya uang gak? aku punya uang 15 ribu kurang 5 ribu. Aku mau beli cokelat.” Tanya Gio lagi. “Untuk apa kamu cokelat.. Hmmm aku paham kamu naksir cewek ya?” aku tertawa ternyata temanku suka dengan cewek, “wah cepet juga kamu tanggap bani hahahha.” Gio Tertawa. “Emang siapa ceweknya?” aku bertanya. Gio dengan senyum lebar seperti matahari dipagi hari berkata “Dea, bagus kan seleraku.” Hening seketika…
“Mau kan bantu aku, sobat. Nih uang 15 ribu. Tolong ya beliin dan kasih cokelatnya ke Dea.” Gio memohon dengan tangan digenggamnya. “Kok aku seharusnya kamu, nanti kalo dea ilfeel gimana?” diriku kesal. “Karena itu aku takut dia tolak aku, aku percaya kamu bisa sampaiin pesan aku, tolong” lagi dan lagi Gio memohon.
Singkat cerita akhirnya aku mau. Keesokan hari ku antar cokelat dan pesan dari Gio buat Dea, faktanya aku dan dea jarang sekali bicara berdua, aku terlalu sibuk dengan duniaku sendiri jauh dari kata komunikasi. “Hmmm Dea, Apa kabar?” Aku gugup, “Sehat kok ada apa Bani?” Dea bertanya. Karena aku terlalu gugup, fokusku kacau, aku langsung bilang dengan lugas, “Dea, ini ada cokelat dan pesan.” Aku berikan ke dea dan langsung bergegas pergi, tapi sejenak teringat aku lupa bilang kalau itu dari Gio, pesannya juga hanya berisi kata-kata cinta tanpa ada nama. Tidak ada rasa penyesalan, hari itu kujalani dengan tidak melihat wajah Dea, aku terlalu takut melihat wajahnya.
Pulang sekolah Gio datang dan bertanya kepadaku “Bro, gimana sudah kamu kasih? Apa respon Dea?”, aku bingung tapi tetap kujawab “Sudah, belum ada respon. Tenang Bro kalo jodoh pasti gak bakal kemana-mana. Aku yakin dia pasti terima cinta kamu.”. Raut wajah Gio begitu senang hingga dia berlari dengan cepat tidak sabar menuju hari esok.
Esoknya hari begitu indah, awan beriringan seperti sedang berdansa di atas langit, angin yang begitu sejuk memberikan semangat pagi yang membara buat para siswa tapi karena angin aku tertidur di kelas dengan nyaman. “Bani, aku terima kamu jadi pacar aku.” Suara lembut yang aku kenal yaitu dea, pikiran aku masih di dalam mimpi tapi hatiku sudah begitu senang mendengarnya, aku tidak mau bangun dari mimpi indah itu.
“Bani!!! Bangun.” Suara Dea tegas membangunkan ku. “Ha, maaf-maaf, ada guru ya?” Aku masih linglung, “Bani aku ulang, aku terima kamu jadi pacar aku.” Dea berkata dengan senyum manisnya. “Apa?” aku tertegun tak berkutik seperti ada sesuatu di dalam hatiku. “Iya Bani jangan terkejut dong kan kamu sudah nyatakan cinta kemarin ke aku.” Lanjut Dea. “Dea itu salah paham bukan dari aku.” Aku menjelaskan ke Dea. “tidak apa-apa Bani, mau itu dari siapa, aku tidak peduli aku tetap bilang aku mau jadi pacar kamu.” Dea tersenyum manis lagi. Hatiku sudah tidak terkontrol ada rasa bahagia, bingung, bersalah semua bercampur hingga tanpa kusadari aku terbawa suasana. Sejak itu kami berpacaran tanggal 8 Oktober 2018, kami pacaran backstreet karena kami ingin menikmati hubungan ini berdua.
Waktu berjalan begitu cepat, kami semua sudah harus menghadapi ujian sekolah. Hubungan kami tetap berjalan menyenangkan tanpa ada rasa curiga hingga pada suatu ketika aku melihat Gio dan Dea berjalan bersama di salah satu mall ternama, aku pertamanya tidak curiga, aku langsung telepon Dea untuk menanyakan dia dimana, “Hallo, Dea. Kamu dimana? Aku kangen.” Aku berusaha bertanya dengan baik. “Di rumah bantu mama bikin kue pesanan. Emang kenapa?” Dea berbohong. Aku langsung tutup telepon tanpa menjawabnya. Hari itu hatiku sakit, aku menenangkan diri dengan berjalan pulang dengan pikiran masih kacau, “Semoga yang kulihat tidak seperti di pikiranku.” Aku berharap dengan tulus.
Ujian Sekolah selesai, siswa begitu gembira karena tinggal sedikit lagi perjuangan mereka. Dari begitu banyak orang gembira hanya aku masih sedih, sejak kulihat di mall hingga hari ini aku cuma jawab beberapa kali pesan Dea yang menurutku sudah seperti pertanyaan formal setiap hubungan. Untuk merayakan ujian sekolah telah selesai kami pun makan di kantin dengan dibayari oleh Sarah. Kami berlima yaitu aku, Sarah, Gio, Dea dan Sely. Aku duduk di depan Gio dan Dea, Sampingku ada Sely dan Sarah. Awalnya kami tertawa puas melepaskan beban ujian sekolah, di tengah obrolah hp ku low batt, aku pinjam hp sarah untuk cek instagramku dan berharap ada orang yang mau beli char gameku di dm instagram.
“Sarah (aku tersenyum) boleh pinjam hp gak? Hp ku lowbatt, okay?”, “Okay jangan buka whatsapp ya awas kamu buka!!” Sarah memberi hpnya ke aku. Kubuka instagram yang masih akunnya sarah dan ingin berganti ke akunku tapi aku sadar terlihat sebuah story yang tidak ada di berandaku sebelumnya, ialah story Dea yang sudah diprivate yang hanya bisa dilihat orang-orang tertentu. Kubuka karena penasaran, dan terlihat Dea sedang menggenggam tangan gio dengan caption, “thanks kadonya sayang, @gio tidak terasa hubungan kita sudah 5 bulan. 12 September 2018” hari ini tanggal 12 maret 2019, melihat story itu diriku terpicu emosi, aku berdiri dan memukul Gio dengan penuh amarah.
“Sudah gila kamu, Gio. Kita berteman sudah lama tapi kamu rebut pacar aku dari belakang. Tega kamu, Aku sudah pacaran dengan Dea sudah 6 bulan” Mendengar kata-kataku semua orang terdiam, Sarah, Sely, dan Gio terkejut. Dea menarik kami berdua dari kantin menuju ke lapangan sepi tanpa ada orang.
“Bani, apa-apaan ini. Seenaknnya pukul orang” Dea marah kepadaku dengan kedua tangannya menggenggam erat tubuh Gio. “Kamu sadar gak kita sudah pacaran 6 bulan lamanya, kita sudah bertahan di setiap momen.” Aku berusaha untuk menjaga omonganku. “Bani dengar!! Aku dan kamu cuma sebatas teman. Hari yang kita lewati itu hanyalah hari antara teman ke teman. TIDAK LEBIH. Aku tau kamu terlalu baik padaku, sungguh aku tidak pantas untuk kamu. Kamu pasti dapat yang lebih baik. Jadi tolong kita menjauh karena aku sudah bersama Gio.” Ujar Dea dengan lugas melupakan semua kenangan aku. “Hey Bani, dengarkan. Jadi lebih baik kamu menjauh daripada muka kamu hancur olehku” Gio dengan marah berkata itu.
Karena sudah lama menahan hubungan ini akhirnya aku bilang “okay, aku tidak berjuang dari awal, cokelat, pesan semua itu dari Gio, everything. Tapi Aku suka dengan kamu Dea sudah lama melebihi Gio dan aku tau semua yang kamu sukai dan tidak sukai, jujur aku kecewa dengan kalian berdua. Hari ini aku telah menemukan pikiran normal aku bahwa teman adalah musuh berbahaya paling dekat, dan pacar adalah racun pertemanan. Semoga kalian bahagia, Bye.” Aku pergi dari tempat itu dengan rasa hati hancur lebur tapi aku puas akhirnya aku tau isi dari hati Dea sebenarnya.
Semenjak hari itu aku seperti pribadi yang baru, mudah berkomunikasi, humble, dan memiliki banyak teman. Selama masih SMA aku dan mereka (Gio dan Dea) tidak bertegur sapa hingga masa SMA berakhir.
Para siswa bergembira dan mulai memilih jalan mereka masing-masing, ruangan kelas yang tadinya ramai menjadi sepi, kantin yang sudah menjadi tempat persahabatan aku dan Gio mulai bertutupan. Hari ini semua sudah berjuang dan berakhir happy, dengan turunnya hujan pertanda semua baik-baik saja.
2020, Aku sekarang sudah menjadi mahasiswa yang sedang menempuh perguruan tinggi untuk meraih cita-cita setinggi mungkin. Pertengahan tahun, aku di kampus, aku mendengar kabar Dea drop out dari kampus dan segera menikah dengan Gio dengan tergesa-gesa atau bisa dibilang terpaksa dikarenakan suatu rahasia yang tidak ada orang tahu, akhir happy ending buat mereka. Setelah mendengar kabar yang cukup mengagetkan itu, Aku melihat awan yang sangat indah dengan pohon besar menjadi tempat berteduhku dan aku berkata “Aku Ikhlas”
Cerpen Karangan: Afriza Habibina Blog / Facebook: Afriza Habibina Saya adalah orang yang tumbuh berkembang dari perasaan orang-orang yang ingin didengar dan berimajinasi bahwa cinta itu ada.