“Aku sih gak bakal suka orang waktu SMP nanti” Ujarku 3 tahun yang lalu, tapi ternyata ucapanku salah, aku menemui laki-laki yang membuatku luluh.
Setelah libur yang sangat amat panjang, akhirnya sekolah tatap muka dimulai, aku bisa bertemu teman teman baru yang kukenal secara online. Salah satunya Elin anak baik hati, cantik dan sangat mudah akrab dengan orang baru. Dia sangat suka menceritakan orang yang dia sukai, namun hubungannya rumit. Elin menyukai sahabat lamanya dari SD.
“Siapaa sihh dia?”. Ujarku disela sela perbincangan karena dia tidak pernah mau memberi identitas laki laki yang dia sukai. “Sebenarnya dia satu kelas sama kita..” “Hah siapaa?”. Ujarku dengan sangat terkejut. “Dia Dikta” “Oalah..”. Aku terdiam, ternyata yang dia sukai adalah laki laki yang sama dengan yang kusukai.
“Woi kok diem aja?”. Elin mengusap usap wajahku, dan tidak lama dia melanjutkan cerita Dikta. Aku cemburu, karena Elin ternyata lebih dulu mengenal Dikta dan lebih dekat dengan Dikta.
Dikta adalah anak yang humoris, baik dan ganteng, dia tidak mengikuti organisasi apapun di sekolah namun dia selalu mendapat peringkat kelas. Dia sempurna, tapi aku tidak berharap lebih, sungguh tidak mungkin rasanya aku bisa memiliki dia. Aku tidak tahu alasan apa yang bisa membuat aku mengingkari janjiku sendiri. Dia terlalu menarik, semakin aku menyembunyikan perasaan ini maka semakin dalam.
Suatu hari terdapat pemilihan siswi untuk mengikuti lomba pramuka, aku tertarik namun tidak terlalu berambisi. Ternyata memang sudah takdirku, aku lolos seleksi pemilihan peserta lomba pramuka itu.
Waktu dan tenagaku setiap hari semakin berkurang dengan adanya latihan untuk persiapan lomba dan penilaian akhir semester, namun Dikta selalu memberi semangat dan membantuku untuk belajar. Kita selalu bertukar setiap malam untuk melepas penat. Kita bercerita tentang hari hari, kesenangan, kesedihan dan orang yang kita sukai, dan sayangnya dia sudah menyukai wanita lain. Dia selalu memuji dengan manis wanitanya itu. Dia tidak pernah mau mengungkap siapa wanita itu, namun dia menyebut ciri cirinya, wanita yang dia sukai berparas cantik, berkulit putih, baik, humoris dan segala tentangnya sempurna. Rasa cemburu itu pasti, tapi aku siapa? Aku selalu menebak bahwa wanita itu adalah Elin, semua ciri ciri itu berpusat pada Elin. Aku sudah rela jika Dikta menyukai Elin, mereka cocok dan sudah mengenal satu sama lain lebih lama.
“Crushku yang satu ini sempurna bagiku”. Pujian Dikta yang ke 100 kali untuk wanita yang dia sukai. “Halah kalau terlanjur suka sama orang ya gini”. Ucapku dengan santai, namun entah mengapa ketika mendengar itu aku merasa sangat sakit hati.
Aku dan Dikta semakin dekat. Dikta bercerita bahwa ia sudah menyukai crushnya sejak awal kelas 8, dia jatuh cinta pada pandangan pertama. Aku terdiam ketika mendengar hal itu, aku berfikir jika dia baru menyukai wanita itu di kelas 8 maka wanita itu bukan Elin yang merupakan sahabat lamanya.
Aku semakin penasaran ketika dia membuat status WhatsApp berupa penggalan lirik lagu Happines – Rex Orange County, makna lagu itu sangat dalam. Menceritakan seorang pria yang mengharapkan seorang wanita yang sangat sempurna. Siapa yang bisa membuat Dikta jatuh cinta sejatuh ini?.
2 bulan berlalu, wanita itu tidak pernah lepas dari perbincanganku dan Dikta. Aku tidak pernah bosan dengan pembahasan ini karena aku pun penasaran. “Siapa? siapa? siapa?”. Ucapku memaksa di sela sela perbincanganku dengan Dikta di kantin sekolah. “Eum gimana kalau aku bilang, tapi kamu juga bilang siapa yang kamu sukai.. gimana?”. Aku terkejut, Dikta luluh kali ini, entah mengapa ia sangat siap mengucapkan rahasia terbesarnya itu. “Waduh, kok gituu”. Ucapku gugup. “Ayo dong, biar adil” “Eumm oke ayo, aku berani”. Setelah berfikir berkali kali aku merasa lebih baik aku mengungkapkan perasaanku sekarang, aku sangat takut dan gugup, Dia juga terlihat sama namun dia lebih berani.
“Sebenernya yang aku sukai dari awal kelas 8 itu kamu”. ucap Dikta. “Loh dik? ga salah kamu?”. aku sangat terkejut, senang bingung dan tidak percaya bercampur menjadi satu. Rasanya hampir tidak mungkin ini semua terjadi. “Waktu pertama kali aku lihat kamu aku langsung suka, tapi aku gak berani ngungkapin.. karena takut kita menjadi asing.” Aku hanya bisa terdiam kaget dan tidak percaya, badanku bergetar.
“Gak, ga mungkin aku.. ciri ciri yang kamu sebutin itu bukan aku. Aku gak sesempurna itu Dikta..”. ucapku tidak percaya “Ciri ciri yang mana? Kamu cantik, kamu baik” Aku terdiam, berharap bahwa semua ini bukan mimpi
“Udah udah, Siapa yang kamu kagumi?” ucap Dikta sambil menyadarkan lamunanku. “Kamu”. Ucapku singkat. Karena aku sudah terlalu gugup, aku memutuskan untuk melanjutkan percakapan ini lewat Handphone setelah pulang sekolah nanti.
Setelah sampai rumah, aku bergegas mengambil handphoneku dan sudah disambut 2 notifikasi dari Dikta. “Halo” “Maaf ya, yang tadi ga perlu dijawab gapapa, aku takut kita menjadi asing”
Setelah membaca chat Dikta aku memikirkan banyak hal, Banyak sekali pertimbangan, Aku menyukai Dikta namun apa yang terjadi ketika pelatihku tau bahwa aku memulai hubungan dengan Dikta? sudah jelas bahwa pelatihku akan marah, karena itu adalah salah satu perjanjian selama mengikuti latihan. Dan tidak lupa rasa bersalahku kepada Elin akan semakin besar, aku bingung apa aku harus mengedepankan perasaan Elin dibanding perasaanku sendiri?
“Aku bingung..” balasku, Aku takut jika Dikta akan salah faham jika aku menolak ungkapan perasaannya itu. “Aku ga berharap kita memulai hubungan, kita masih terlalu kecil untuk ini, aku hanya berharap kita tidak asing”. Sepertinya dia mengerti kondisiku saat ini. “Karena kita sama sama punya perasaan dan sama sama memilih ga pacaran, kita bisa hanya dekat berkomitmen untuk menjaga hati 1 sama lain, kalau hanya berteman pun kita akan canggung, yang penting tidak pacaran toh?”. Ucapku santai. “Oke deh” balas Dikta.
Setelah percakapan itu aku masih memikirkan persoalan janji, aku tidak mau mengingkari janjiku kepada pelatih, namun aku juga tidak mau Dikta salah faham. Aku merasa bersalah kepada Elin yang menyukai Dikta. Rasanya aku adalah teman paling munafik.
3 bulan berlalu Elin sudah mengetahui kedekatanku dengan Dikta, dia tidak marah namun hubunganku semakin renggang dan canggung. Dihantui rasa takut dan bersalah, Aku memutuskan untuk jujur kepada pelatihku dan meminta saran.
“Maaf bu, mau bicara sebentar”. Ujarku dengan gugup dan takut. Aku sudah siap dengan segala resiko nya. “Bolehh, sini sini”. Pelatihku menyambutku dengan baik, tidak tahu bagaimana nasibku nanti. “Maaf bu sebelumnya hehehe”. Ucapku gugup “Ada apaa? Urusan cowok ya?” Aku terkejut, pelatihku menebaknya dengan tepat, Aku pun mengangguk “Udah kelihatan dari raut wajahmu, gimana?” Aku menceritakan semuanya dengan detail.
Betapa terkejutnya aku ketika pelatihku sama sekali tidak marah, beliau tidak mempermasalahkan ini semua, hanya berpesan untuk tetap fokus kepada lomba dan tidak berlebihan. Aku sangat senang, rasa takutku akhirnya hilang, aku berjanji pada diriku sendiri untuk menjaga kepercayaan pelatihku dengan sebaik baiknya, dan tidak membuat beliau kecewa.
Cerpen Karangan: Diar R SMPN 1 PURI