Hai namaku Alera, aku menginjak bangku SMA kelas 11. Aku mempunyai pacar yang sepantaran denganku, dia bernama Jevan.
Aku akan sedikit menceritakan tentangnya. Dia tinggi, dia manis, wajahnya begitu tampan, dia menyukai hal hal berbau game dan anime, dia juga menyukai olahraga. Dia sering mengajakku untuk jogging bersama dipagi maupun sore hari. Dia bisa bermain gitar, terkadang aku menyanyi bersama dengannya atau aku yang dinyanyikan dengan lagu romantis jaman sekarang. Hatiku semakin berbunga bunga karenanya.
Dipagi hari ketika aku berangkat sekolah, dia selalu menjemput dan mengantarku pulang. Bahkan setiap malam minggu dia selalu mengajakku untuk kencan. Banyak yang bilang aku beruntung mendapatkan pacar sepertinya dan orang orang menyebutnya “treat like a queen”.
“Semua tempat udah pernah kita kunjungi, kamu mau kemana lagi?” tanya Jevan padaku. “Hmm dimana ya, aku juga bingung, bosan kalau mengulang tempat yang sama” ucapku pada Jevan. “Kau benar, bagaimana jika kita pergi ke sebuah pasar malam?” tanyanya padaku. “Boleh” aku mengangguk.
Aku dan Jevan menaiki motor untuk pergi menuju pameran yang sempat ada beberapa hari lalu sampai sekarang. Mungkin semakin ramai karena hari ini adalah malam minggu.
Aku memeluknya erat dan menyembunyikan tanganku kedalam saku hodienya. Angin malam membuatku semakin erat menempel padanya. Hal ini membuatku mengingat hal yang sudah berlalu.
Beberapa menit di perjalanan akhirnya kita sampai ditujuan. Aku turun dari motornya dan menunggunya untuk memarkirkan sepeda.
Aku melihat kesana kemari, hal apa saja yang ingin aku beli. Banyak sekali makanan ringan, aksesoris maupun permainan.
Aku menggandeng tangannya erat agar tidak terpisah dengannya karena banyak sekali orang berlalu lalang disini.
“Aku ingin naik itu” aku menunjuk sebuah permainan yang orang orang menyebut biang lala. “Kamu tidak takut tinggi?” Jevan mengejekku. “Enggak!” muka ku menjadi cemberut. Jevan terkekeh dan mencubit pipiku. Aku semakin kesal dan menyingkirkan tangannya.
“Bilang saja jika kamu yang takut” ucapku pada Jevan. “Enggak, mana ada aku takut, ayo naik” aku dan Jevan mengantri untuk membeli tiket.
Setelah mendapatkan tiket aku dan Jevan pun mulai naik, aku bisa melihat semua orang dari atas, semuanya indah. Terlihat beberapa lampu warna warni yang aku lihat dari atas. Namun aku melihat dua sejoli yang sedang berpacaran juga seperti kami. Dia Kaelos, masalaluku. Aku tidak tahu siapa yang bersama dengannya malam ini tetapi perempuan yang dia gandeng terlihat cantik. Senyumku yang tadi ceria mulai perlahan lahan luntur.
“Mengapa mukamu menjadi seperti itu?” tanya Jevan. “Tidak, mukaku biasa aja” aku memaksakan senyumku pada Jevan.
Aku terus melihat kebawah dimana Kaelos dengan pacarnya sedang berjalan kesana kemari. Entah bermain sesuatu atau membeli makanan ringan. Terlihat mereka sesekali tertawa mungkin sedang bercanda?. Sekali lagi aku teringat bahwa aku dulu juga sering tertawa karena candaan dari Kaelos. Aku menjadi sedikit tak nyaman berada disini namun aku masih ingin melihat Kaelos dengan pacarnya. Mencari penyakit memang hahaha.
Akhirnya setelah beberapa kali putaran kami turun dari permainan itu. Rasanya tidak lagi menjadi indah ataupun menyenangkan namun hanya ada rasa hampa. Malam yang harusnya menjadi indah dan menyenangkan malah menyakitkan. Katakan saja jika aku jahat, aku berpacaran dengan Jevan ketika aku masih mencintai Kaelos mungkin sampai sekarang?. Entahlah aku tidak tahu.
“Daritadi mukamu cemberut, kenapa?” tanya Jevan padaku. “Tidak, aku tidak papa” ucapku meyakinkan Jevan.
Jevan menoleh kesana kemari untuk melihat hal apa yang bisa membuatku menjadi ceria kembali namun tak sengaja melihat Kaelos dan pacarnya. Mungkin ia berfikir jika aku berubah karena melihat Kaelos dan pacarnya?. Aku tidak tahu tetapi dia membawaku ke tempat yang sepi.
“Ada apa denganmu? bilanglah kepadaku, aku tidak akan marah sedikitpun” ucapnya padaku. “Aku tidak papa, berapa kali harus kubilang jika aku tidak kenapa napa?” aku mulai menaikkan nada suaraku. Dia sedikit terkejut.
“Aku tahu apa yang terjadi denganmu, aku tidak akan marah” dia tersenyum kepadaku.
Senyumannya membuatku merasa bersalah, mengapa hatiku tidak bisa mencintai lelaki setulus ini?.
Aku hanya diam tanpa menjawab pertanyaannya.
“Aku tahu, aku akan membuatmu mencintaiku seperti kau mencintai masalalumu” dia memelukku. “Aku ingin mencintaimu tetapi hati ini terlalu takut untuk ditinggal lagi” ucapku padanya. “Mengapa takut?” tanyanya padaku. “Karena masalaluku juga pernah berkata seperti itu dan akhirnya dia yang meninggalkanku” ucapku padanya.
“Aku tidak tahu sesakit apa hatimu namun aku akan berusaha menepati kata kataku untuk selalu berada disampingmu” ucapnya meyakinkanku. “Mengapa berusaha?” tanyaku padanya. “Karena takdir tidak ada yang tahu, hanya Tuhan yang tahu” ucapnya padaku. “Jika aku sudah benar benar jatuh padamu, aku harap kau tidak meninggalkanku, Jev” ucapku penuh harap. “Ya, aku pastikan” dia mengelus kepalaku.
Tetap saja kata katanya tidak bisa aku pegang, Kaelos juga pernah berkata seperti itu namun dia meninggalkanku.
Setiap melihat Jevan aku selalu melihat Kaelos didalam dirinya, bagaimana caranya memperlakukanku dan meyakinkanku untuk mencintainya.
Masih saja bayang bayang Kaelos menghantuiku, tetapi aku sendiri yang memilih Jevan karena ia selalu mengingatkanku pada Kaelos. Aku masih tidak bisa menerima bahwa Kaelos bukan lagi milikku.
Cerpen Karangan: Khoirunnisa aku hanya seorang penulis amatir yang sedang berusaha membawa kenangan masalalu kedalam keabadian.