Disini aku berada, Lampung Barat. Mungkin kalian penasaran mengapa aku berada disini, yahh aku akan menjawab. Aku berada disini karena mengikuti program pertukaran pelajar.
Hari ini adalah hari pertamaku berada disini, aku sangat tidak sabar melihat bagaimana keadaan disini. Namun alasanku mengikuti program ini hanyalah satu alasan, tidak ada yang lain.
Pertama kali masuk aku sudah disambut oleh gerbang yang bertuliskan SMAN 1 Mawar Hitam. Aku bersama kedua temanku dan 1 guruku ikut memasuki sekolah ini.
Aku menoleh kesana kemari melihat lihat, apakah dia ada disini atau tidak. Namun aku lanjut ke ruang kepala sekolah untuk mengurus beberapa hal yang tidak aku mengerti. Aku hanya menurut saja.
Aku melihat banyak siswa yang seumuran denganku sedang berkeliaran kesana kemari dan ada juga yang melihat kearah rombonganku, mungkin mereka sedang penasaran?.
Aku dan rombonganku pun memasuki ruang kepala sekolah dan membahas beberapa hal, aku dan kedua temanku hanya diam saja atau berbicara jika ditanya.
Setelah selesai berbincang, upacara pun dimulai. Aku dan kedua temanku kebingungan harus mencari tempat untuk berbaris dimana, karena kami masih baru disini.
Semua siswi perempuan yang ada di dekat kami, memandangi kami semua, aku hanya diam saja tidak peduli. Pada akhirnya aku dan kedua temanku mencari tempat upacara paling belakang.
Tiak sengaja aku melihat dua manusia yang sedang bercanda sambil menuju ke barisan upacara. Mereka terlihat mesra dan tertawa bersama namun aku tidak ikut tertawa, aku mengalihkan pandanganku agar tidak melihat kejadian seperti itu terlalu lama.
Akhirnya upacara pun dimulai, kami melakukan upacara dengan tertib. Diwaktu bagian amanat, kepala sekolah menyambut kedatangan kami, otomatis para siswa mencari cari dimana murid pertukaran pelajar itu.
Aku sedikit merasa bangga akan hal itu.
Setelah upacara selesai, kami menuju kelas yang akan kami tempati, tentu saja kami diantar oleh beberapa siswa, mungkin anak OSIS?. Aku tidak terlalu memperhatikan.
“Terima kasih,” ucapku. “Sama sama, jika butuh bantuan panggil saya ya,” salah satu anak tersebut berbicara dan mereka pun kembali ke kelas masing masing.
“Permisi,” temanku mengetuk pintu terlebih dahulu. “Iya, kamu yang anak pertukaran pelajar itu ya? ayo masuk,” seorang guru perempuan mempersilahkan kami masuk.
“Selamat pagi, Assalamualaikum wr wb, hari ini ada teman kalian yang akan melakukan program pertukaran pelajar disekolah kita dan secara kebetulan mereka memasuki kelas ini,” wali kelas itu menjelaskan. “Waalaikumsalam wr wb,” jawab mereka serentak. “Agar kita saling kenal, ayo sebutkan identitas kalian,” walas itu menyuruh kami untuk memperkenalkan diri.
“Baik, perkenalkan nama saya Alisa Mutiara, saya biasa dipanggil Alisa dan saya berasal dari SMA Negeri 1 Cakrawala, Jawa Timur,” ucapku memperkenalkan. “Perkenalkan nama saya Alzaky Ramadhan, saya biasa dipanggil Zaky dan saya berasal dari SMA Negeri 1 Cakrawala, Jawa Timur,” temanku yang bernama Zaky memperkenalkan diri. “Perkenalkan nama saya Clara Adhista, saya biasa dipanggil Clara atau Adhis, itu senyaman kalian saja, saya berasal dari SMA Negeri 1 Cakrawala, Jawa Timur,” bergantian Clara yang memperkenalkan diri.
Aku melihat satu persatu wajah yang akan menjadi teman kami nantinya namun aku melihat satu wajah yang tidak asing bagiku. Aku tersenyum tipis. Mungkin takdir sedang berpihak kepadaku.
“Terima kasih sudah memperkenalkan diri kalian, perkenalkan nama saya Sariwati Yuniasi, kalian bisa memanggil saya Bu Sari,” ucap guru itu. “Kalian bisa duduk di bangku yang sudah disediakan dan jangan lupa bergaul dengan teman kalian,” Ucap guru itu.
Aku dan kedua temanku mulai menuju bangku itu dan sengaja melewati seseorang, aku meliriknya sekilas dan aku melihat dia juga melirikku. Aku sangat yakin jika dia masih mengingat wajahku.
Aku duduk di bangku paling belakang yang berada di tengah, sedangkan dia duduk di depanku namun berada di pinggir tembok. Akhirnya aku bisa melihatnya sepuasku.
Tujuanku mengikuti program ini hanya untuk dia. Aku begitu nekat mengikuti program ini walau nilaiku pas pasan dan masih belum terlalu mampu untuk mandiri. Kami pernah menjalin hubungan di virtual namun harus terpaksa berpisah karena jarak yang menjadi penghalang.
Dulu aku hanya bisa melihat fotonya namun sekarang aku bisa melihat wajahnya sampai aku bosan, tetapi aku tidak akan pernah bosan melihatnya, dia begitu candu.
Kami pun memulai pembelajaran yang diberikan oleh wali kelas. Aku masih tetap fokus untuk mengikuti pelajaran walau ada dirinya dan sesekali aku melihat kearahnya, namun aku pernah menciduknya saat diam diam melihat kearahku. Kami hanya diam saja.
Aku menjadi senyum senyum sendiri mengingat dia yang memalingkan muka saat aku tahu bahwa dia melihat kearahku. Sangat lucu.
Setelah beberapa jam pelajaran, akhirnya bel istirahat berbunyi. Aku dan Clara keluar bersama sedangkan Zaky bergaul dengan teman barunya. Sebelum kami keluar kelas, beberapa siswa/siswi menuju kearah bangku kami dan mengajak kami kenalan.
Aku melihat ada satu siswi perempuan yang menuju kearah kelas yang baru saja aku tempati. “LISA!” perempuan itu berteriak, otomatis murid yang berada didekat itu menoleh kearah kami. “ARA?” akupun menjawab panggilan perempuan itu dan mengabaikan pandangan yang mengarah kearah kami.
Dia berlari kearahku dan langsung memelukku. Dia ada Arashel, teman virtualku yang secara kebetulan berada disini juga, terkadang aku meminta bantuannya untuk memberi tahu bagaimana kabar seseorang yang aku rindu.
“Gak nyangka bisa ketemu kamu!” Ara sangat bahagia, akupun bahagia karena bisa bertemu dengannya. “Sama, akhirnya aku bisa ketemu kamu,” ucapku pada Ara. “Gimana? udah liat dia belum,” tanya Ara. “Udah, aslinya lebih ganteng daripada yang di foto,” aku mulai tersenyum malu. “Oiya, kenalin ini Clara, temen aku disana,” aku memperkenalkan Clara pada Ara karena sedari tadi Clara hanya diam tidak mengerti. “Aku Ara,”. “Aku Clara,”. “Kantin bareng yu?” ajakku pada mereka. “Bolehh,” jawab Clara.
Di sepanjang perjalanan sampai kantin, kami membahas hal random, mulai dari sekolah, kantin, lingkungan dan masih banyak lagi. Tak jarang juga aku membicarakan dirinya.
“Sejujurnya tadi aku sakit hati ngeliat dia berduaan sama cewek pas mau upacara,” aku menjadi cemberut. “Waduhh, kayaknya kamu harus terbiasa ngeliat mereka berduaan, soalnya mereka suka gitu,” jawaban dari Ara membuatku lebih cemberut. Semakin kesal mendengar jawaban itu.
“Ohh jadi gitu ya, tapi gak sanggup tau Ra, bukannya sembuh malah makin sakit hati aku ngeliat dia berduaan terus,” ucapku pada Ara. “Yaa terima nasib ajalah Lis, nasib suka sama virtual,” ucap Clara. Reflek aku menepuk lengan Clara. “Enggak virtual lagi!” aku semakin cemberut. “Yaudah, nasib gamon sama pacar orang,” ucap Clara, Ara hanya tertawa. “Clara ih!” aku menggeplak lengan Clara.
“Liss, tuh liat,” Ara menunjuk dua manusia yang sedang berpacaran, aku menjadi semakin sedih.
“Sabarr,” Clara menyemangatiku. “Harusnya aku yang ada di posisi itu,” aku hanya bisa menatap tanpa bisa menggapai. “Aku kesini itu gara gara dia, Ra. Aku nekat belajar mati matian cuma gara gara dia, jauh dari temen, orangtua, keluarga,” mataku berkaca kaca. “Effort aku buat dia nggak main main,” ucapku. Clara dan Ara mengelus punggung Alisa, agar ia merasa tenang. Bukannya berhenti, Alisa malah menangis.
“Jangan nangis, Lis,” ucap Clara. “Gabisa,” jawabku sambil menutup wajah dengan tangan. “Kamu harus bisa move on, ayo move on dia itu gak pantes buat kamu!” ucap Ara menyemangatiku. “Aku juga mau move on tapi kalau liat dia aku maunya nangis terus,” Aku mulai menyingkirkan tangan dari wajahku dan menghapus air mata yang ada. “Daripada kamu nangis mending ayo ke kantin, nangis itu butuh tenaga,” ucap Ara. “Betul juga, tunjukin jalannya aku nggak tau,” ucapku. “Ikutin aja,” jawab Ara. Aku pun bersama sama menuju ke kantin untuk mengisi perut setelah lelahnya berfikir.
Namun hal apes lagi lagi menghampiriku, sekali lagi aku tidak sengaja berpapasan dengannya, tepat dihadapanku dia menggenggam erat tangan pacarnya. Mataku tidak berkedip melihatnya dengan pandangan sendu. Ara dan Clara langsung menarikku untuk menjauh. Akupun masih menoleh kearahnya namun dia tidak menoleh kearahku dan tetap menggenggam erat tangan pacarnya.
Mataku kembali berkaca kaca. Rasa sesak kembali menyerang dadaku. Mengambil nafas dengan perlahan mencoba menetralkan rasa sesak yang datang kembali.
“Gapapa?” tanya Ara kepadaku, wajahnya terlihat khawatir. “Gapapa,” jawabku.
Aku pun mulai memesan makanan, dengan sengaja aku mencari makanan yang pedas untuk menghilangkan rasa sakitku. Lebih baik aku merasa pedas dilidah daripada merasa sakit di hati.
Cerpen Karangan: Khoirunnisa ig; @janheavens