1 Minggu berlalu aku dan dia masih saja berdiam diri ketika berpapasan, tidak ada yang membuka topik, didalam kelas seolah olah kami seseorang yang tidak mengenal satu sama lain. Namun suatu keajaiban terjadi, tiba tiba saja dia bertanya kepadaku ketika aku menyendiri di sebuah taman sekolah. Secara tiba tiba dia duduk di dekatku.
“Sendiri?” aku terkejut karena aku sedang melamun dan semakin terkejut ketika dia yang mengajakku berbicara. “Rizky?” aku menyebut namanya pelan. “Iya?” dia kembali bertanya. “Kamu ngapain disini?” tanyaku. “Gapapa,” jawabku, aku masih merasa canggung untuk berbicara langsung dengannya. “Aku nggak tau kalau kamu yang jadi murid pertukaran pelajar itu,” ucap Rizky.
“Kenapa kamu diam aja?” tanya Rizky. “Gimana caranya aku buat ngajak kamu ngomong? kamu aja diem ketika liat aku,” jawabku, aku sedikit merasa kesal. “Maaf, aku canggung,” Rizky meminta maaf padaku. “Aku juga,”.
“Dimana pacar kamu? enggak marah kalau liat aku duduk disamping kamu?” tanyaku pada Rizky. “Nggak, aku mau ngomong sama kamu, lupain segala hal yang ada, gunain waktu yang tersisa,” ucap Rizky padaku. “Dasar puitis,” aku terkekeh, mulai merasa santai dengan pembicaraan. “Kan benar, kamu enggak mau bicara sama aku?” tanya Rizky.
“Mau, aku mau banget malahan. 1 minggu nunggu aku jadi kekeringan,” jawabku yang membuat Rizky tertawa pelan. Melihat tawanya secara langsung, membuat hatiku berbunga bunga kembali akan dirinya. Ia selalu bisa membuatku merasa nyaman entah dimanapun ia berada.
“Oh jadi aslinya mau bicara sama aku?” Ekspresinya terlihat mengejek, terlihat menjengkelkan namun tak menyangkal jika aku tertawa karenanya. Aku mengangguk berulang kali. Rizky menatap mataku. Tanpa ditanya, tentu saja hatiku berdebar, pertama kalinya ia menatapku sedekat ini dan pertama kalinya aku menatapnya sedekat ini. Matanya yang tajam, alisnya tebal, hidungnya mancung, rahang yang tegas. Betapa indah ciptaan Tuhan yang satu ini. Sangat menyayangkan jika tidak dipandang.
“Nga-pa-in?” aku menjadi gugup. “Kenapa hm?” Rizky bertanya dengan menaikkan alisnya. Oh Tuhann betapa indahnya ciptaanmu ini. Sungguh hatiku menjadi berdebar berkali kali lipat.
Aku mendorongnya pelan karena ia semakin mendekat kearahku. Tanganku sedikit bergetar. “Ja-ngan gi-ni,” ucapku.
Rizky mulai menjauhkan sedikit badannya dan melirikku.
“Deg deg an ya?” tanya Rizky. “Ciee,” ucapnya mengejekku membuat wajahku menjadi salah tingkah. “Ih!” aku cemberut untuk menahan senyumku. Memalingkan muka untuk tidak melihat wajah tengilnya.
Kringggg Kringgg Bel pun berbunyi pertanda jam istirahat telah selesai. Aku dan Rizky pun mulai menuju kelas bersama sama. “Udah bel, ayo masuk,” ajaknya padaku. “Ayo,” ucapku.
—
Esok harinya aku sangat bersemangat untuk berangkat ke sekolah. Tentu saja untuk melihat dirinya. Beruntung aku berada di kelas yang sama dengannya.
Aku berjalan dengan riang sambil menikmati matahari yang memancarkan sinarnya dan sejuknya udara pagi.
Aku manaruh tasku di kelas dan duduk manis di bangku sambil menunggu bel. Sesekali aku tersenyum mengingat apa yang terjadi kemarin. Tetapi aku menjadi cemberut ketika mengingat bahwa Rizky sudah mempunyai pacar. Aku sedikit merasa bersalah. Ingin menjauh tetapi hati tak sanggup dan bertahan dengan rasa bersalah.
Wajahku seketika menjadi lesu. Dia benar benar membuatku menjadi tidak terkendali. Semua moodku berada pada dirinya. Cukup karena dirinya aku bisa merasakan berbagai macam suasana hati.
Tak sengaja aku melihat Rizky dan kekasihnya bergandengan tangan ketika menuju ke kelas masing masing. Hatiku menjadi sakit kembali. Aku mengalihkan pandanganku agar tidak melihat sebuah pandangan yang menyesakkan hati.
Rizky mulai memasuki kelas dan menyapaku. “Pagii,” ucapnya dengan ceria. “Pagi,” aku menjawab seramah mungkin, bagaimana bisa dia masih bisa menyapaku dengan ramah seperti tidak ada apa apa, padahal dia baru saja bergandengan tangan dengan pacarnya. Benar benar brengsek.
Daripada melihat wajahnya yang menjengkelkan aku memilih untuk keluar kelas, aku sedikit melirik wajahnya yang terlihat kebingungan dengan sikapku.
Saat istirahat ia mengajakku berbicara namun aku menolaknya karena mengingat kejadian tadi. “Kamu kenapa sih?” tanya Rizky padaku, ia terlihat kebingungan. Benar benar tidak peka.
“Kamu sadar nggak sih?” aku bertanya padanya. “Sikap kamu ini seolah olah ngasih harapan ke aku, stop deketin aku kalau kamu masih sama dia, aku enggak mau jadi orang ketiga diantara kalian!” ucapku membentak. “Enggak ada yang jadiin kamu orang ketiga, Alisa,” jawabnya. “Pilih aku atau dia?” aku memberinya pertanyaan yang membuatnya terdiam beberapa detik. “Aku pilih dia tapi aku juga butuh kamu?” Rizky berbicara dengan pelan, sekali lagi hatiku menjadi sakit. “Dasar brengsek!, kamu bener bener brengsek” ucapku padanya. “Maaf” ucapnya lirih.
“Asal kamu tahu, aku nekat ikut pertukaran pelajar ini demi kamu. Aku rela jauh dari keluarga, orangtua dan teman teman aku itu demi kamu, Riz,” ucapanku membuatnya semakin merasa bersalah. “Harapan aku ketika aku udah berada disini, aku bisa balikan sama kamu tapi ternyata kamu udah ada yang baru,” pertama kalinya air mataku turun didepannya, menunjukan betapa rapuh hati ini.
“Aku tahu hubungan kita udah selesai berbulan bulan yang lalu dan itupun virtual, kayaknya cuma aku sih yang cinta kamu sendirian disini” aku terkekeh untuk menutupi kesedihan. “Maaf ya aku harus hadir di hidup kamu sekali lagi padahal kamu sengaja jauhin aku”. “Lebih baik kita ngejauh aja dan kembali asing kayak kemarin kemarin” Rizky menggeleng pertanda tak setuju. “Aku gabisa, aku tahu aku brengsek, maaf” ucapnya padaku.
“Aku gak bisa terus terusan gini, aku ngerasa jadi orang ketiga, kamu ngebuat aku merasa rendah tau gak!” aku menaikkan nada suaraku. “Maaf”.
“Kamu tenang aja, programku disini cuma 1 bulan, beberapa minggu lagi aku bakalan balik ke Jawa Timur” setelah mengucapkan itu aku pergi.
—
Setelah pembicaraan kemarin, aku mendengar ada yang membicarakanku dengan Rizky, mungkin mulai tersebar jika aku dekat dengan Rizky yang sudah mempunyai pacar. Mungkin aku akan disindir atau lebih parahnya dilabrak.
Hufttt tidak apa apa, aku sudah memikirkan hal ini jauh jauh hari.
Walaupun perjuanganku sia sia untuk kembali dengannya, aku tetap senang karena bisa melihat wajahnya.
Setelah pembicaraan kemarin, aku juga memutuskan untuk menjauh dari Rizky. Jika tetap dilanjutkan akan semakin sakit dan rumit. Biarkan ia bahagia dengan pilihannya. Cukup aku yang terluka.
Terima kasih telah mengajarkan apa itu cinta dan ketulusan walau berakhir kesakitan. Aku akan melepaskanmu kali ini namun aku berharap bahwa kita akan dipersatukan kembali di versi terbaik masing masing.
Cerpen Karangan: Khoirunnisa ig; @janheavens