03 Maret 2015, pukul 07:00 pagi. Saat itu menjadi pagi yang terindah untuk pertama kalinya di hidupku, di mana aku menemukan kebahagiaan terbesarku yaitu memiliki gadis yang selama ini menjadi pujaanku di masa SMA, gadis yang senyumnya selalu berhasil memikatku. Tidak hanya cantik, dia ramah cerdas dan aktif dalam beberapa kegiatan sekolah sehingga tidak mengherankan jika bukan hanya aku yang menaruh rasa padanya.
Aku merasa semua ini seperti mimpi, aku tidak pernah menyangka bisa mendapatkannya karena diriku yang nakal dan selalu menggoda seluruh wanita yang ada di lingkungan sekolah. Tetapi bagiku dari semua wanita yang selama ini kutemui, Afifah lah wanita yang mendapatkan ruang di hatiku. Dengan kesederhaan dan kebaikan hatinya membuatku begitu tergila-gila padanya.
Begitu menyenangkan saat aku menyapanya, kemudian Afifah membalas dengan senyuman. ketika bel sekolah berbunyi menandakan sudah waktunya untuk pulang, aku mengajak Afifah untuk duduk di taman dekat sekolah, kemudian afifah mengiyakannya. Di taman itu aku mengutarakan perasaanku kepadanya, setelah mendengar semua isi hatiku, Afifah terdiam sejenak kemudian berkata bahwa ia menerima perasaan cintaku, Afifah juga berkata “seseorang dapat berubah dengan seiring berjalannya waktu dan tidak ada yang tahu kesempatan apa yang akan dunia berikan padamu dan jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan itu manfaatkan dengan sebaik-baiknya”. Mendengar perkataan Afifah aku semakin yakin bahwa aku sudah memilih wanita yang tepat.
Layaknya darah muda, aku dan teman-temanku menghabiskan waktu Bersama pada hari kelulusan di SMA, merayakan perjuangan dan kenangan yang terukir di masa putih abu-abu dengan berbagai warna, canda dan tawa. Malamnya aku memutuskan untuk mengajak Afifah untuk menghirup udara malam, meski tujuanku sebenarnya adalah untuk menanyakan rencananya ke depan. Jujur saja, aku khawatir jika terpisah darinya, aku khawatir jika harus berjarak dengan gadis impian yang selalu kupuja sedari dulu.
Malam itu kami berboncengan menyusuri jalanan kota jogja yang selalu hangat menyapa. Sekali-sekali aku mencuri pandang, memandangi paras cantik afifah dari kaca spion motorku. Aku membawanya makan di tempat favoritnya. Setelah selesai makan aku dan Afifah kami mulai membicarakan kemana dia akan melanjutkan pendidikannya, kemudian Afifah mengatakan ia akan menuruti keinginannya untuk melanjutkan Pendidikan ke universita Indonesia. Mendengar hal itu aku mengatakan padanya aku juga ingin satu universitas bersamanya padahal saat itu aku cukup tahu diri mustahil rasanya aku bisa masuk ke universitas itu dikarenakan kemampuan akademikku yang tidak sehebat afifah.
Waktu pengumuman pun tiba dan benar saja perkiraanku, hanya afifah yang lulus. Setelah mendiskusikan dengan kedua orangtuaku, aku memutuskan untuk mendaftar ke Universitas Oxford dan mendapatkan beberapa bimbingan belajar hingga akhirnya aku dinyatakan diterima di sana. Tentu saja aku bahagia dan aku menjumpai Afifah untuk mengatakan kabar baik itu sekaligus untuk berpamitan padanya, mendengar hal itu Afifah merasa senang dan mengucapkan selamat. Seminggu setelah pengumuman aku berangkat ke Inggris melanjutkan pendidikanku di Universitas Oxford.
3 tahun setelah aku menjalani hubungan jarak jauh dengan Afifah, tiba-tiba aku merasa tidak bisa manjalani hubungan jarak jauh dengan Afifah. Ternyata kekhawatiranku selama ini benar-benar terjadi, aku tidak bisa mempertahankan perempuan yang kupuja, kami terkalahkan oleh jarak.
Saat di kampus aku bertemu wanita yang baik, dirinya begitu mirip dengan Afifah. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengakhiri hubunganku dengan Afifah tanpa Afifah ketahui. Sebelum memutuskan hubunganku dengan Afifah aku sudah memikirkan dengan matang, karena tidak sedikitpun dia memberikanku kabar, meneleponku, atau membalas pesanku. Kemudian aku menjalin hubungan dengan gadis yang bernama Anushka.
Hubunganku dengan Anushka tidak bertahan lama, aku salah menebaknya aku pikir dia wanita yang baik-baik seperti Afifah, tetapi ternyata tidak. Dia selingkuh dengan teman sekelasnya yang bernama smith. Awalnya aku tidak percaya dengan apa yang dikatakan orang selama ini bahwa dia bukan wanita yang baik, tapi setelah aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, aku baru menyadarinya. Saat itu juga aku melihatnya selingkuh dengan smith, aku langsung memutuskan hubunganku dengannya dan menampar wajah Anushka, tetapi dia hanya tersenyum dan mengatakan dia tidak mencintaiku selama ini.
Setelah kejadian itu aku memutuskan untuk mulai fokus dengan kuliah dan tidak lagi memikirkan cinta meski bayangan afifah tidak bisa kuenyahkan sepenuhnya dari benakku. 1 tahun setelah kejadian itu, aku lulus dari kuliahku dan memutuskan untuk kembali ke Indonesia, berlatih memimpin perusahaan keluargaku.
Beberapa bulan sejak Kembali ke Indonesia, bayangan afifah semakin melekat di pikiranku namun aku enggan menemuinya karena mengingat keegoisanku yang telah memutuskannya. Ketika pulang dari pekerjaanku, aku tidak sengaja menabrak seorang wanita yang berjalan. Namun untungnya wanita tersebut tidak terluka dan sebagai permintaan maaf pada wanita itu aku mengantarnya pulang.
Sesudah sampai di depan rumah wanita itu, aku merasa terkejut bahwa yang aku datangi adalah rumah Afifah dan aku melihat ke arah wanita yang duduk di sebelahku. Ketika wanita itu ingin keluar dari dalam mobilku, aku menahannya dan bertanya siapa namanya. Kemudian wanita itu menjawab “namaku Afifah”. Mendengar hal itu aku menangis, wanita itu merasa bingung dan mengatakan “mengapa kau menangis, ada yang salah dengan namaku”. Aku mengatakan aku tidak apa-apa dan pamit untuk pulang padanya.
Aku bingung awalnya dan aku merasa ragu ingin meminta maaf padanya, karena aku merasa Afifah sudah banyak berubah, dulu dia tidak berhijab kini ia mengenakan hijab. Namun setelah berpikir panjang, aku memutuskan untuk pergi menemuinya dan meminta maaf padanya.
Ketika sampai di rumahnya, Afifah menyambutku dengan baik dan mempersilahkanku untuk duduk sembari dia membuatkan minum untukku. Setelah itu Afifah duduk disebelahku, dengan perasaan kacau tidak karuan aku memberanikan diri untuk bertanya “apakah saat ini kau sedang menjalin hubungan dengan seorang pria”. Afifah mengatakan “iya”. Kemudian aku bertanya kembali “siapa pria yang sedang kau tunggu saat ini”. Afifah menjawab “aku mencintai dan sedang menunggu pria yang sangat kucintai di masa SMA ku”. Mendengar hal itu aku merasa bersalah dan mengatakan bahwa akulah lelaki yang selama ini ditunggunya.
Afifah merasa terkejut dan tidak percaya, dia melihatku dan mengatakan tidak mungkin. Tetapi setelah aku ceritakan semua tentang masa SMA kami. Disitulah Afifah langsung memelukku dengan erat dan menangis. Saat Afifah memelukku, aku mengatakan dengan jujur bahwa saat menjalin hubungan jarak jauh dengannya aku memutuskan hubungan dengannya tanpa sepengetahuan dirinya dan menjalin hubungan dengan wanita yang bernama Anushka. Mendengar hal itu Afifah melepas pelukannya dan mengatakan “aku tidak percaya ini, selama ini aku menunggumu mungkin ya aku tidak pernah menghubungimu karena ibuku tidak mengizinkanku membawa ponsel dan aku lupa mengatakan hal itu padamu tapi hanya kau lelaki yang aku tunggu”.
Kemudian aku mengatakan aku akan memperbaiki semua kesalahanku dan siap untuk melamarnya. Aku tidak akan memaksamu untuk menerima lamaranku, jika kau tidak bersedia dan ingin mencari lelaki lain, aku ikhlas karena aku salah sudah mengkhianatimu. Awalnya Afifah merasa senang dan ingin mengatakan “ya aku bersedia” Tetapi tiba-tiba Afifah merasa ragu dan bertanya padaku “apakah kau menyayangi wanita itu lebih dari diriku?”, aku membantah dan mengatakan “aku tak pernah mencintai ataupun menyayangi wanita itu, saat itu aku hanya merasa kesepian dan membutuhkan seorang kekasih dan perhatian karena kau tidak pernah memberikan kabar padaku itu sebabnya aku memacarinya”
Lalu ibunya datang dan mengatakan kepada Afifah “jangan pernah meninggalkan orang yang kau cintai atau kau akan kehilangannya”. Afifah terdiam sejenak, kemudian menatapku sambil menangis dan memelukku kembali dengan erat. Dalam hati aku hanya bisa bergumam “aku begitu beruntung mendapatkanmu Afifah, aku sudah salah dengan meninggalkanmu, aku tidak akan pernah menyia-nyiakan nyawa yang memberikan raga kedalam kehidupanku dan membuat kehidupanku menjadi lebih bermakna”.
Setelah semua kejadian itu, aku memutuskan untuk melamar Afifah dan berjanji tidak akan meninggalkannya lagi. Pada saat hari pertunangan Afifah mengatakan padaku “hal apa yang akan kau lakukan jika aku tidak menerimamu lagi dan masih memiliki rasa kesal padamu atas kejadian itu”, lalu aku mengatakan “aku akan menerima semua rasa kesalmu dengan hati yang luas tetapi aku tidak akan meninggalkan dan akan terus berusaha meyakinkanmu. Mendengar hal itu Afifah tertawa dan mengatakan “sebegitunya kau terobsesi padaku”. Aku terdiam sejenak memandang wajahnya sembari mengatakan “tidak mungkin nyawa meninggalkan raganya kecuali tuhan yang mengizinkan mereka berpisah”. Dan Afifah hanya bisa tersenyum malu
Tidak lama kemudian ibu Afifah menghampiriku dengan Afifah, di hari itu juga ibu Afifah mengatakan padaku bahwa aku tidak boleh meninggalkannya lagi seperti dulu. Aku mengiyakan perkataan ibunya, selesai pertunangan aku dengan Afifah hidup bahagia dan saling menghargai satu sama lain.
TAMAT
Cerpen Karangan: Rizki Dwi Rahmadayani Blog / Facebook: Rizky Dwi R Nama: Rizki Dwi Rahmadayani Tempat/Tanggal Lahir: Medan, 19-08-2002 Alamat Rumah: Jl. Karya Setia, No 61 Medan, Sumatera Utara sedang berkuliah di Universitas Negeri Medan.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 4 Mei 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com