Ini hari pertama aku masuk SMA Islamic School setelah berpindah ke sekolah aku yang elite. Banyak alasan sulit aku jelaskan tentang mengapa aku berpindah setelah kelas dua?
Kelas masih sangat sepi dan baru beberapa murid. Aku berdiri di lantai dua bersama supirku. Terkenal akan ketampanan. Aku menyebutnya Pak Kamil. Ganteng, putih. Di kelas ada murid berjilbab kelihatannya seorang ketua kelas. “Titip Tiana tolong dijaga!” Kata supirku beranjak pergi.
Kiana berpikir Pak Kamil adalah Ayahku padahal ia supirku. “Jangan duduk di situ ada yang tempatin, dia gak masuk.” ucap Kiana membersihkan papan tulis.
Di dalam kelas aku terus berdoa berharap tidak pernah bertemu monster yang selalu membully aku. Orang paling kubenci namun aman. Semua nyatanya belum sesuai espektasi apalagi ada Dina lebih kejam dari beberapa teman lama di SD. Perkataan selalu menyakitkan walau terkadang gadis itu bilang bercanda. Dina duduk bersama Nastiti mereka sahabat karib bisa dibilang best friend forever tidak terpisahkan. Beda sama aku sendiri dan mempunyai fake friend. Sungguh malang menjadi aku.
Dina lengket pada Abraham cowok menjadi friendzone. Tiap menit bermesraan apalagi jam istirahat dimanfaatkan keduanya untuk bucin. Aku sering jadi kambing congek. Dina duduk di pojok depan, aku di belakang. Miris nasib aku mengalami ini semua. Sudahlah semua sudah berlalu!
Aku mencintainya dan aku sudah suka sejak pertama bertemu di SMA. Dan waktu SD aku sadar dia pernah membantu aku mengerjakan pr matematika. Namun kala itu aku belum menaruh hati padanya. “Agam…” Aku menatap dari jauh duduk di dekat tembok dekat meja guru. Kebetulan bangku dibuat memanjang.
Cowok pertama aku sebut ketika menjadi murid baru di sekolah aku yang baru SMA Islamic School. Beberapa aku kenal sebab aku pernah satu sekolah di SMA sebelah dan juga satu SD.
Agam menghampiri aku memperhatikan tulisanku yang rapi. Semula cowok itu menghampiri aku dan mengatakan kalau ia tidak mengenalku. Aku masih biasa saja. Namun perasaanku berbeda.
Tapi entah kenapa dia tak mau sekelompok denganku ketika pelajaran geografi. Aku memang pernah sekelompok sama dengannya sekali tapi nilai kami nol karena aku membuat tugas geografi anjlok. Kusadari ini semua aku seorang gadis pendiam, jarang keluar kelas aku juga cuma tahu menulis.
“Pak Tiana bisa diganti saya tidak mau sekelompok dengannya!” ucap Agam. “Tidak bisa dirubah itu sudah keputusan.” jawab Pak Rudi guru Geografi yang tengah mencatat di papan tulis.
Cintaku padanya begitu terasa saat dia sering melakukan perhatian kecil. “Hati-hati di jalan!” Waktu pulang sekolah. Aku tersipu saat Juna mengantar aku naik becak. Senyumku tersungging lebar di angkot. Kenapa Agam begitu sering melakukan itu? Ia tidak merasa kalau aku bisa jatuh hati padanya. Hatiku bukanlah mainan.
Pertama kali aku suka sama seseorang dan itu sangat membuatku jadi bersemangat ke sekolah. Tapi aku tidak seperti orang menujukkan secara langsung. Aku hanya memendam rasa. Agam tipe cowok yang memiliki banyak teman, dia juga suka bermain gitar lagu favoritnya ialah Naff Terendap Laraku. Aku sering mendengarnya bermain gitar kata orang dia mirip Ari Lasso atau Ariel Noah. Aku tak peduli akan hal itu.
Sampai suatu ketika di perpustakaan dia mengatakan bahwa ia menyukaiku. Kejadian itu aku ingat sekali di mana Agam duduk di pangkuan seorang gadis bernama Dina dia kelihatan mesra. “sebenarnya aku suka sama, Tiana…” Entahlah aku rasa Agam mempermainkan aku. Cowok itu menggengam tanganku. Berusaha aku lepas wajah aku tundukkan. Merasa malu.
Di hari berikutnya Agam sering membuat aku baper melempar pernak-pernik kertas berwarna ke arah mukaku. Kami tidak ada hubungan lebih cuma aku mungkin terlalu ge-er padanya sehingga bisa sebaper ini padanya.
Agam tiap hari tidur di kelas suka mengganggu anak SMA seperti halnya Iqwal. Karena di lantai dua kelas kami di balkonnya tembus dengan SMP sebelah. Kebetulan Iqwal memang berpacaran dengan anak SMP. Menyuruh anak belia itu membelikan makanan dan minuman. Mereka terkesan memanfaatkan bukan atas dasar cinta yang tulus. Aku bisa merasakan itu.
Karena sering diejek dan ada satu anak mengerjai aku dengan menjodohkan pada Bams. Aku kesal sendiri akhirnya terpaksa berbohong bahwa aku punya kekasih. Mengarang sebuah kisah palsu bahwa ia tinggal di kota. Mungkin perbuatan itu terkesan buruk. “Kenapa tidak bawa mobil ke sekolah? Atau dijemput biasanya ada Honda Jazz.” tanya Iqwal padaku.
Maklumlah aku lumayan berasal dari keluarga berada. Pekerjaan Ayahku cukup sehingga bisa membeli kendaraan bagus.
“Jadi punya pacar? Berapa bulan pacaran?” “Baru tiga bulan,” “Oh masih baru,” Di kelas saat pelajaran bahasa Inggris yang lain juga menanyakan hal sama padaku. “Siapa namanya?” Aku menjawab santai. “Revaldo” Nama itu melintas di kepalaku.
Di buku LKS aku ternyata ada nama Revaldo masih aku kenang dengan jelas tulisan di soal pilihan ganda buku bahasa Inggris sempat membuatku kaget. Karangan aku sukses membuat mereka percaya ketika sang kakakku tiada. Aku terpaksa karena aku sudah sering menderita dibully kakak kelas ketika SD disuruh angkat tangan, bahkan dibenci satu kelas tidak mendapatkan tempat duduk. Kalian pikir aku ini boneka yang tidak punya hati? Di rumah batinku sakit.
Aku tidak pernah merasa dendam berlebih. Namun hatiku juga sakit tanpa pernah aku bicarakan langsung kepada mereka yang terkesan palsu padaku. “Aku tanya temanku yang sekolah di sana tidak ada namanya Revaldo.” Aku sengaja mengambil foto di google cowok SMA viral namun tidak terkenal aku taruh di laptop. Ya foto aku masukan sedikit, satu alasan aku pakai agar temanku terus mempercayaiku.
“Jarang sekali aku masukkan foto, soalnya banyak, terus nanti memori penuh.” Mereka memperhatikan foto di laptopku. Aku sering membawa ke sekolah, namun bukan aku yang pakai malah mereka.
Waktu bergulir aku naik ke kelas tiga dan Agam jarang ke sekolah dia bolos. Yang aku tahu tetanggaku sering ke salon Agam bahkan menceritakan tentang aku. Sekarang berlangsung pelajaran seni-budaya dan semua murid di suruh mengambar bebas. Aku memilih mengambar baju sesuai kemapuanku. Namun Ibrahim meledek hasil karyaku. “Hahaha… Daster!” Aku tersinggung sehingga aku malas mengumpulkan biar saja. Agam datang membela aku mengatakan. “Hargai hasil karya orang lain, kalau kamu mau dihargai.” Itu cukup membuatku terkejut. Aku menaruh HVS itu di bawah meja. Nanti aku masukkan tas saja.
Sampai sekarang aku masih terkenang. Namun sayang kertasnya terkena air hujan saat di rumah jadi gambarnya rusak. Di lain hari aku akan memasuki akhir ujian sekolah. Kenangan demi kenangan mengingatkan aku padanya. Buat apa sedih toh Agam juga sudah punya tambatan hati?
“Agam dipanggil sama Fitria,” aku dengar itu dari salah satu teman kelasku. Mungkin sang kekasih, katanya anak kelas satu junior di sekolah kami. Aku pernah kepergok memandangi Agam sembari tertawa disitulah mereka berpikir jika aku menyukai Agam. Aku berusaha mencoba sebisa aku tidak terlihat kalau aku ada rasa aku mengeles saja. “Tidak aku tidak menyukainya.”
Perpisahan pun terjadi aku dan dia bertemu di lantai tiga tempatku berdiri. Ia bertanya padaku. “Mau ambil jurusan apa setelah lulus?” “Belum tau, belum ada pengumuman.” Kusadari aku dan dia sulit bersatu. Aku belum pernah berani menyatakan apa yang aku rasakan. Karena aku takut cukup aku pendam sendiri, biarlah takdir memberikan jawaban.
Semenjak lulus aku sudah jarang ke Maros di mana aku dulu tinggal bersekolah di sana. Sekarang aku berpindah ke perbatasan kota. Agam cinta pertama penuh cerita dan tidak akan aku lupakan karena berkata dia hidupku penuh warna sejak mengenalnya. Meskipun cinta tak pernah tersampaikan.
Selesai
Cerpen Karangan: Hardianti Kahar Blog / Facebook: TitinKaharz Nama: Hardianti Kahar Akun Wattpad: @titinstory yang lama tidak bisa login @titinghey Akun NovelToon: TitinKahar cek saja ada cerita baru 6 Bab Misteri Kematian Mantan sekarang fokus menulis di wattpad mau cek Sosmed silakan cek karya lainnya disitu ada