Dia terkenal dengan kepiawaiannya dalam bersilat lidah. Semua orang sudah tidak aneh lagi dengan sifat terkutuknya. Bahkan sudah banyak korban kebohongan dari dulu hingga sekarang. Entah apa yang menjadi ambisinya sampai-sampai semua orang sudah merasa ampun dengannya.
Seorang wanita cantik dengan rambut hitam panjang terurai. Bola mata yang bulat dengan tambahan kecantikan soflents. Pipi merah merona dengan tambahan warna-warni make up mengkilap. Bibir indah berwarna merah natural dengan olesan lipstik mate. Jari jemarinya lentik dengan warna kuku yang bermacam-macam. Dan tubuh langsingnya yang selalu menjadi dambaan semua wanita. Juga kaki jenjang yang semakin menjulang karena high heels yang selalu menjadi tumpuan kakinya. Mungkin bagi sebagian orang yang belum kenal dengannya menganggap bahwa Alexandra adalah definisi malaikat tak bersayap. Tapi big no, pada kenyataannya teman-temannya menganggap bahwa dia bagaikan malaikat maut. Seram.
Alexandra Wijaya Kusuma. Nama yang indah. Seorang wanita yang dikenal sebagai selebgram, model, pengusaha muda, beauty vlogger dan sederet gelar lainnya. Bagaimana tidak, dia dengan kemolekan paras dan tubuhnya, dengan kecerdasan otaknya, dengan keluasan wawasannya membuatnya lebih mudah untuk menjadi bintang entah itu di lingkungan pekerjaannya, pendidikannya dan sosial media.
Teman-temannya sesama perempuannya selalu merasa heran, meskipun dia sering berbohong dan pandai bersilat lidah, tetap saja banyak pasang mata laki-laki yang selalu menatap lekat. Bak tersihir mantra penyihir mahir. Bahkan ada yang pernah mati-matian melakukan apapun demi mendapatkan cinta dari seorang Alexandra, tapi Alexandra tidak pernah menggubris. Tidak semudah itu mendapatkan cintanya.
Seorang Rendi, anak dari salah satu pengusaha besar di kotanya pun sulit mendapatkan hati Alexandra. Roy, anak dari pemilik butik besar di sudut kota sama nasibnya dengan Rendi. Martin, pengusaha muda yang memiliki banyak cabang restoranpun ditolaknya mentah-mentah. Entah lelaki macam apa yang diinginkannya sampai-sampai Rendi, Roy dan Martin yang notabene berduit semua ia tolak.
Pernah di suatu hari, ketika hujan turun dengan derasnya mengguyur kota tanpa ampun, Alexandra sedang berdiri kaku di depan restoran mewah di tengah kota, menunggu hujan reda menjadi pekerjaannya sekarang. Cukup membuatnya kesal. Yang paling sial baginya adalah dia tidak membawa payung dan sopir pribadinya sedang tidak bisa menjemput karena sedang menjemput teman Ayahnya yang baru datang dari luar kota. Benar-benar hari yang sial bagi Alexandra.
Hujan masih saja betah berjatuhan di kota itu. Semakin lama dia merasa semakin bosan. Tapi, tiba-tiba dia tersentak ketika ada sepasang kaki menemaninya di depan restoran itu. Dilihatnya dari bawah sampai atas. Seorang lelaki dengan perawakan tinggi, bertubuh kekar, hitam manis, rambut hitamnya yang lurus, berkumis tipis, dengan nafas tersenggal lekas berlari karena kehujanan. Dia tersenyum lebar. Sepertinya dia berbeda dengan Alexandra yang sedikit kesal karena hujan deras, tetapi, dia merasa gembira menyambut sang air hujan turun mengguyur kota terlihat dari wajahnya yang semringah.
Alexandra terpesona, masih memperhatikan laki-laki itu dengan saksama. Lekat sampai ia tidak menyadari lengan lelaki itu melambai sedari tadi. “Mba..! Hello.. Mba!” “Eh iya!” “Saya ikut berteduh, ya!” pinta lelaki manis di depannya. “Silakan, Mas!”
Pertemuan ini sangat membuat Alexandra bingung dan kikuk sejadi-jadinya. Mana Alexandra yang ketika bertemu orang baru judesnya minta ampun? Apa karena pesona dari lelaki di depannya makanya dia jadi tenang dan santai? Kalau memang iya, lelaki ini benar-benar hebat bisa meluluhkan seorang Alexandra, seorang wanita manipulator dan pandai bersilat lidah di jagat raya ini.
Hujan telah reda, meninggalkan sisa-sisa rasa dingin di kota besar ini. Jalanan menjadi sangat basah dan licin, suatu keharusan untuk pengguna jalan berhati-hati demi keselamatan diri agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.
“Sudah reda,” ucap lelaki gagah manis itu sembari mengusap-usap jaket dan celana jeansnya. Alexandra yang dari tadi melamun karena kedinginan tersadar dari lamunannya setelah lelaki itu berucap. “Saya duluan, ya, Mba!” ucap lelaki itu pamit meninggalkan Alexandra sendirian. “Iya, Mas,” balas Alexandra tanpa basa-basi.
Alexandra menyusul dengan langkah lambat. Dirinya masih terpesona dengan sosok lelaki tadi. Otaknya masih merekam dengan baik wajah lelaki itu. Manis dan gagah. Sepertinya dia orang yang baik. Pertemuan itu benar-benar membuatnya berubah 180 derajat. Dirinya menyadari, dia selalu risih dan enggan untuk berdekatan dengan orang yang baru dia kenal, bahkan ini tidak dia kenal sama sekali. Tiba-tiba bertemu karena peristiwa hujan deras. Apakah ini skenario hujan, dipertemukan dengan lelaki tampan dan gagah di depan restoran di tengah kota. Dia masih bingung.
Sampai di rumah, dia berpapasan dengan Pak Anto, sopir pribadinya. Tapi Alexandra berlalu begitu saja tanpa ada drama marah-marah karena tidak menjemput.
“Maaf, Non Alex, tadinya Bapak mau jemput Non setelah saya menemani Bapak ke Bandara, tapi Non Alex sudah sampai rumah,” ucap Pak Anto dengan nada gugup karena Pak Anto tahu Alexandra pasti akan marah. “Enggak papa, Pak. Lagian tadi aku udah naik taksi,” jawab Alexandra sambil berlalu masuk ke dalam rumah. “Non..,” ucap Pak Anto tapi Alexandra sudah keburu hilang dari pandangan mata Pak Anto. “Tumben sekali Non Alex enggak marah-marah, biasanya garang kaya singa,” kata Pak Anto menggaruk kepala keheranan.
Siang berganti malam. Kebiasaan seorang Alexandra adalah berlayar sampai berjam-jam di media sosial. Memantau akun instagramnya, melihat-lihat perkembangan bisnisnya, dan menyaksikan apa yang sedang ramai di perbincangan di dunia maya hari ini. Sampai tiba dia mengunci layar handphonenya, berbaring sambil menatap langit-langit kamarnya yang begitu cantik dan luas, otaknya mengingat kejadian hujan dan hadirnya seorang lelaki hitam manis siang hari tadi. Dia masih bingung dan kepikiran. Dia masih bertanya-tanya apa yang menjadikannya memikirkan lelaki yang baru dia kenal, sekali lagi, bahkan dia tidak kenal sama sekali.
“Aduh… Gue kenapa, sih? kenapa jadi mikirin laki-laki itu?” tanyanya sambil menggaruk kepala dan membenamkan kepalanya ke bantal berakhir dengan menutup wajahnya dengan selimut.
“Udah, Lex, istirahat! besok kuliah!” ucapnya tegas.
Cerpen Karangan: Latifah Nurul Fauziah Blog / Facebook: ipeeh.h (instagram) Saya mulai suka menulis sejak duduk di bangku SMP dan keterusan sampai sekarang. Selain menulis hobi yang lain adalah dengerin musik, nonton bola dan hobi ngemil juga. Mudah”an para pembaca suka dengan karya saya. Saran dan komentar saya tunggu yaa.. terimakasih. Salam literasi