Sambutan hangat kurasakan saat tiba di bandara. Aku melihat dari kejauhan ada dua orang pelita hati yang sedang menanti kedatanganku. Merekalah ayah dan bunda, dengan senyuman mereka aku merasa adanya cinta. Aku memeluk mereka dengan erat karena beberapa tahun yang lalu aku dipisahkan oleh jarak dimana aku harus pergi jauh dari mereka untuk menuntut ilmu. Kerinduan yang sangat mendalam aku rasakan, cucuran air mataku menjadi saksi betapa aku bahagia bisa kembali lagi bertemu dan berkumpul dengan ayah dan bunda.
Ayah dan bunda mengadakan acara syukuran atas kepulangan dan keberhasilanku yang sudah menjadi Sarjana. Cita-cita yang aku inginkan sejak dulu telah terwujud. Bukan hanya dihadiri para tetangga, bahkan juga ada sahabatku yang sejak kecil hadir di acara syukuran. Dia tempat curhatku, dia penyemangatku dan dia juga sahabat yang selalu ada disaat aku membutuhkannya.
“Selamat ya Naura, akhirnya kamu jadi Sarjana. Semoga Ilmu yang kamu dapat bermanfaat” ucap Lisa sahabat kecilku. “Terima kasih Ya Sa atas ucapannya” balasku lalu tersenyum.
Kebahagiaan benar-benar aku rasakan, karena bukan keberhasilan yang membuat aku bahagia, melainkan aku dapat berkumpul kembali dengan orang-orang aku sayangi, Ayah bunda dan juga Lisa sahabatku.
Diwaktu senggang, aku menghabiskan waktu bersama teman kecilku Lisa di tempat dimana kami sering nongkrong dulu. “Oh ya Sa, aku dengar dulu kamu sudah tunangan terus kapan nikahnya sa?” tanyaku dengan penasaran. Sebelum dia menjawab, dia sejenak termenung. “Benar Ra, dulu aku sudah tunangan. Tapi karena kita tidak berjodoh, hubungan kita kandas di tengah jalan” jawabnya dengan sedikit rasa sedih. “Aku minta maaf ya Sa, bukan bermaksud buat kamu sedih. Dulu aku senang banget dengar kamu mau nikah. Tapi tidak apa-apa, semoga segera dapat jodoh yang terbaik ya Sa” Lisa tersenyum dan karena hari sudah sore kita berdua akhirnya pulang.
Suatu hari, ada seorang lelaki datang ke kampung halamanku. Dia lelaki yang tidak asing, dia adalah Syaqieb lelaki yang pernah aku temui saat di luar kota dulu. Kita berdua pernah kenal bahkan kita punya rasa yang sama. Dia ingin menikahiku, namun aku tidak bisa menerima niat baiknya karena saat itu aku masih ingin menyelesaikan pendidikan. Aku tidak ingin terburu-buru soal pernikahan, karena aku ingin mewujudkan mimpi terlebih dahulu walaupun aku sangat menginginkan dia menjadi suamiku. Dia lelaki yang baik, tampan dan sholeh. Siapa yang tidak menginginkan dia, di sana banyak wanita yang mengidolakannya termasuk teman-teman sekampusku. Dia menjadi imam salah satu mesjid di dekat kampusku, banyak wanita yang suka padanya karena kesholehannya. Banyak wanita yang berlomba untuk menarik perhatian Syaqieb namun entah kenapa dia lebih tertarik padaku ketimbang pada wanita-wanita yang lain.
Dia datang untuk mengisi dakwah di kampung halamanku, bukan hanya di kampungku saja. Dia sering berpindah tempat untuk mensyi’arkan dakwah. Aku senang bisa kembali bertemu lagi dengannya, semoga saja Allah menjodohkanku dengan dia itulah harapan dalam hatiku.
Saat dia melantunkan ayat suci Al-qur’an semua wanita yang ada di dalam mesjid terkagum mendengar suaranya yang merdu. Mereka baru pertama kali mendengar suaranya yang merdu terlebih sahabatku juga ikut merasakannya. “Duuh Ra, merdu banget suaranya dan cara bacanya juga buat aku merinding” ucap Lisa. “Iya Sa, lantunannya penuh penghayatan” “Dia udah nikah apa belum ya?” tanya dia. Degg, rasanya jantungku hampir copot karena mendengar pertanyaannya. Dan seakan menandakan kalau Lisa juga menaruh harapan pada Syaqieb.
Setelah pengajian selesai, aku dan Lisa segera bergagas untuk pulang. Saat tiba di muka mesjid, Syaqieb pun keluar dan memangggil namaku “Naura?” panggilnya. Serontak Lisa kaget saat menoleh kebelakang yang ternyata ustadz muda yang dia kagumi memanggilku. Aku pun segera menoleh kearah Syaqieb dengan perasaan senang. “Loh, Ra kamu kenal sama dia?” tanya Lisa. “Iya Sa, aku dan dia kenal saat aku kuliah kemaren” Lisa mengangguk dan Syaqieb menghampiriku. Aku melihat ada tatapan tajam tertuju pada Syaqieb di mata Lisa. Bukan hanya wanita lain yang mudah jatuh cinta pada ustadz muda ini, namun juga sahabatku sendiri.
“Naura, aku tidak nyangka kalau kita bisa ketemu lagi disini” ucap Syaqieb. “Iya mas, aku tinggal disini” jawabku dengan sedikit canggung di depan Lisa. “Oh aku tidak tau kalau kamu tinggal disini” “Iya mas, aku juga lupa kasih tau alamatku dulu ke kamu” “Tidak apa-apa kok” Setelah percakapan singkat, aku dan Lisa pamit pulang.
Hari semakin berlalu dan perpisahan akan terulang lagi, dimana Syaqieb akan pergi meninggalkan kampung halamanku. “Besok hari terakhir aku berada disini, aku akan kembali ke kampung halamanku” “Secepat itu?” tanyaku dengan sedikit kesal. “Ini bukan keinginanku, kemaren Abi menelponku menyuruhku untuk pulang” “Tapi nanti kamu kesini lagi kan mas?” tanyaku penuh harapan. “Iya, aku akan kembali kesini. Dan kembalinya aku kesini bukan hanya untuk berdakwah, melainkan untuk melamarmu dan menjadikanmu sebagai istriku” Aku terharu mendengar ucapannya yang ternyata masih memiliki niat yang sama.
“Aku senang mas mendengarnya, aku kira setelah dulu aku menolakmu kamu akan mencari penggantiku” “Tidak, aku tidak pernah ingin mencari penggantimu. Karena kaulah wanita yang mampu membuat aku luluh dengan keramahan dan kelembutanmu” “Terima kasih mas, semoga saja kita dijodohkan. Aamiin” “Aku juga berharap begitu, kamu baik-baik disini ya. Tunggu aku datang”
Tiba waktunya dia harus pulang ke kampung halamannya, rasanya aku tidak ingin berpisah dengannya namun aku tetap berharap semoga saja perpisahan ini bukanlah perpisahan terakhir kami berdua. Lambaian tangannya membuatku tak sanggup menahan air mataku yang sesekali mengalir.
Seminggu setelah Syaqieb pulang, aku tidak lagi mendapatkan kabar tentangnya. Terakhir dia telepon setelah dia sudah tiba di kampungnya dengan selamat. Dia tidak pernah telepon ataupun sms aku lagi. Saat aku telepon pun dia tidak pernah mengangkat. Ada apa, hatiku mulai bertanya. Apa yang terjadi setelah kepulangannya.
Dihari aku merasa gelisah karena memikirkan Syaqieb, sahabatku malah sedang dilanda bahagia. Dia datang menemuiku dan mengatakan kalau dia akan menikah. “Ra, besok kamu ke rumahku ya. Besok calon suami datang melamar aku. Dan sebentar lagi dalam waktu yang singkat aku dan dia akan melangsungkan pernikahan” ucap dia dengan nada bahagia. Aku turut bahagia mendengarnya namun disisi lain aku sedang gelisah karena tidak mendapatkan kabar tentang Syaqieb. “Alhamdulillah, aku senang mendengarnya. Wahhh siapa Sa calon suami kamu?” “Besok kamu akan tau sendiri siapa dia” Aku mengerutkan kening karena aku merasa heran, kok dia sekarang suka main tebak-tebakan biasanya juga tidak pernah.
Keesokan harinya, aku datang ke rumah Lisa dan menyaksikan acara lamarannya. “Sa, mana calon suami kamu lama banget belum datang juga” ucapku sembari sedikit penasaran. “Sabar Ra, bentar lagi dia datang” Dan akhirnya sebuah mobil datang dan parkir di muka rumah Lisa, Lisa yang yang sudah tidak sabar menarik tanganku untuk keluar dari kamar dan menyambut kedatangan calon suaminya.
Sesampainya seorang lelaki tepat berada di depan pintu serontak jiwaku lemah, aku terdiam seribu bahasa lelaki yang berada di depanku datang bersama kedua orangtuanya. Aku berusaha berpikir kalau Lisa dijodohkan sama adik ataupun kakaknya Syaqieb, bukan sama syaqiebnya sendiri. Tapi yang datang hanya mereka bertiga lalu mana kakak atau adiknya. “Semoga bukan kamu mas yang dijodohkan” lirihku dalam hati.
Ayah Lisa mempersilahkan mereka duduk dan sempat hening selama berapa detik. “Silahkan diminum dulu tehnya” ucap ayahnya Lisa kepada Syaqieb dan kedua orangtuanya.
Badanku terasa tidak karuan, keringatku mulai bercucuran, sesekali aku menelan ludah perlahan-lahan sambil menunggu pembicaraan mereka tentang perjodohan. Aku takut kalau ternyata memang dugaanku benar bahwa Syaqieb lah yang dijodohkan.
Suasana semakin terasa menegangkan saat Abi Syaqieb memulai pembicaraan. “Jadi nak Lisa pasti sudah tau kan dengan anak saya Syaqieb, langsung saja pada intinya, apakah nak Lisa bersedia menjadi istri dari anak saya?” Lagi-lagi aku dibuat kaget, hatiku bagai dicambuk setelah mendengar bahwa benar Syaqieb yang dijodohkan terlebih aku mendengar bahwa Lisa menjawab bersedia untuk menjadi istrinya. Sudah jelas pasti Syaqieb juga bersedia menjadi suaminya Lisa. Karena Lisa jauh lebih baik dari aku, dia sholehah dan dia juga lulusan pondok pesantren yang nyatanya ilmu agamanya lebih banyak daripada aku.
Cerpen Karangan: Arsinah Asy-qalbi Blog / Facebook: Ukhti Sinah Asy-qalbi Nama: Arsinah Asy-qalbi Alamat: Pulau Ku’u Kec.Tanta Kab.Tabalong. KalSel. TtL: Pulau Ku’u, 01 Mei 1997 Hobi: Menulis Cerpen dan Menulis Sya’ir kata-kata Pendidikan terakhir: S1 Sarjana Komputer (S.Kom) Kampus: Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Pekerjaan: CEO di Jasa Henna.art