Kemudian ayah Lisa pun memberikan pertanyaan yang sama kepada Syaqieb, namun dia tidak memberikan jawaban secara cepat, dan tatapannya begitu tajam mengarah kepadaku. Aku tidak sabar menunggu jawabannya, namun aku tidak siap jika harus mendengar bahwa dia juga bersedia. Sebelum dia menjawab aku bergagas pamit pulang. Setelah itu aku tidak akan tau lagi akhirnya. Walaupun nanti aku harus kecewa karena Syaqieb akan menikah dengan sahabatku sendiri, mau tidak mau aku harus terima semuanya. Hatiku benar-benar hancur, harus menyaksikan acara lamaran dia dengan sahabatku sendiri. Aku berusaha kuat, walau batinku terasa begitu sakit.
Tidak lama setelah aku sampai di rumah, tiba-tiba ponselku berbunyi dan Lisa yang menelponku. “Ada apa Sa?” tanyaku sedikit serak. “Aku pengen bicara sama kamu, temui aku di tempat biasa sekarang!” jelas Lisa dengan nada sedikit emosi.
Aku segera berangkat untuk menemui Lisa, setelah aku buka pintu dan ternyata Syaqieb sudah di depan pintu rumahku. “Kamu mau kemana?” tanya Syaqieb. “Aku mau keluar sebentar, tadi kan aku sudah bilang kalau aku ada urusan” “Apa urusan itu lebih penting dari masalah pernikahan kita?” “Pernikahan kita, bukankah kamu akan menikah sama dia?” “Siapa bilang aku akan menikah sama Lisa, aku tidak akan pernah menikah sama siapapun selain kamu” “Terus tadi apa, kamu sudah melamarnya kan? Dan kamu juga pasti bersedia untuk jadi suaminya karena dia lebih cantik, sholehah, dan lulusan ponpes juga” “Aku emang datang ke rumah dia, bukan berarti aku menerima perjodohan itu. Itu keinginan orangtua aku, dan aku tidak bisa bohongi perasaanku sendiri, aku tidak ingin menikah selain menikah dengan kamu. Kamu paham itu!” Syaqieb pun pergi setelah mengucapkan salam, antara bahagia ataukah aku harus bersedih. Syaqieb memilih aku sedangkan Lisa sahabatku tidak mungkin aku biarkan dia merasa kecewa untuk kedua kalinya.
Kemudian Lisa datang menghampiriku dan dia mendengar semua percakapan kami, dengan rasa kesal diutarakan kepadaku “Kamu kenapa sembunyiin ini semua dari aku Ra, kamu biarkan aku jatuh cinta sama dia sedangkan kamu juga cinta sama dia. Kenapa Ra, kenapa kamu tidak pernah bilang sama aku. Aku kecewa sama kamu!” ungkap Lisa dengan rasa marah. “Aku minta maaf Sa, aku tidak pernah bermaksud menyembunyikannya dari kamu karena aku merasa waktu kamu kagum sama dia itu adalah hal biasa” jelasku. “Hal biasa gimana Ra? Aku terlanjur cinta sama dia!” “Lalu mau kamu gimana Sa?” “Aku mau kamu jauhi Syaqieb dan biarkan dia menikah sama aku. Itupun kalau kamu memang menganggap aku sebagai sahabatmu. Kamu tidak mau kan melihat aku kecewa untuk kedua kalinya Ra?” “Jika memang itu yang kamu mau, aku akan menjauhi Syaqieb” “Bagus, buktikan. Jangan cuma bisa ngomong aja!”
Aku tidak tau harus berbuat apa lagi, Lisa sahabat yang paling aku sayangi. Aku tidak ingin karena keegoisanku persahabatanku hancur. Biarlah aku saja yang hancur, mungkin ini lebih baik.
Suatu hari Syaqieb menghampiriku di pertengahan jalan ketika aku pulang dari toko “Naura, tadi aku ke rumah kamu dan ibu kamu bilang kalau kamu lagi ada di toko” “Untuk apa kamu menemuiku mas?” “Aku datang ke rumah kamu, aku mau melamar kamu. Apa kamu lupa janji aku dulu bahwa aku akan datang melamar kamu!” “Aku mohon sama kamu mas, lanjutin perjodohan kamu sama Lisa. Karena aku bukan yang terbaik!” “Aku tau dia sahabat kamu, itu bukan berarti kamu bisa menyuruhku untuk menikah dengan dia. Dan aku tidak pernah mau menikah selain sama kamu. Ayo ikut aku!!” Syaqieb menarik tanganku dan membawaku ke rumah Lisa.
Sesampainya di rumah Lisa, Syaqieb mengetuk pintu rumah Lisa dan tidak lama keluar seorang perempuan membuka pintu dengan wajah pucat dia menyambut kedatangan kami. Setelah pintu terbuka tiba-tiba brukkk! Dia terjatuh. Aku dan Syaqieb segera membawa dia ke rumah sakit. “Sa, bangun sa aku mohon sa banguuun!” panggilku dengan rasa cemas. Aku tidak tau Lisa sedang sakit apa sehingga sampai separah itu.
Ayah Lisa datang dengan rasa cemas yang tak karuan. “Om, Lisa sakit apa?” “Lisaaa..” “Lisa kenapa om?” Ayahnya duduk dan menangis histeris, aku sebagai sahabat bisa merasakan bagaimana rasa kecemasan orangtua terhadap anaknya. Aku berusaha bertanya perlahan “Om, aku ini sahabat Lisa om. Aku mohon kasih tau aku Lisa sakit apa?” “Lisa terkena Kanker Otak stadium 2, kemaren dokter menyarankan untuk melakukan kemo, tapi dia tidak mau. Om tidak tau kenapa dia tidak mau berjuang untuk kesembuhannya” Ayah Lisa terus menangis karena memikirkan keadaan Lisa. Aku pun turut prihatin dengan keadaan Lisa yang sampai separah itu.
Setelah beberapa jam kemudian, Lisa pun sadar. Aku dan Syaqieb serta ayahnya Lisa masuk ke ruangan menemuinya. Lisa sepertinya tidak mau bicara sama aku bahkan dia tidak mau menoleh ke arahku. “Sa, kamu tidak boleh biarkan sakit kamu semakin parah. Kamu harus kuat dan kamu harus sembuh sa?” “Percuma aku hidup Ra, untuk apa? Untuk menyaksikan kebahagiaan kalian?” Sepertinya Lisa sangat marah sama aku, karena Syaqieb tidak kunjung datang untuk menikahinya. Aku pun menaruh tangan Syaqieb ke tangannya Lisa tanda aku mengikhlaskan dan melepas Syaqieb untuknya. “Sa, jika memang ini membuat kamu mau bertahan hidup. Aku akan menjauh dari kehidupan Syaqieb dan merelakan dia untuk kamu. Jangan pernah siksa dirimu hanya karena hal ini sa!” “Tidak Ra, aku tidak mau memaksa seseorang untuk mencintai aku sedangkan dia mencintai sahabatku” “Aku tau Sa, kamu orang yang baik pasti jodohmu juga baik. Mas Syaqieb mungkin adalah jodoh yang Allah berikan untuk kamu”
Aku juga meminta kepada Syaqieb untuk bisa melupakan aku dan belajar untuk mencintai sahabatku. Karena yang terpenting bagiku adalah kebahagiaan bukan keegoisanku sehingga aku harus biarkan sahabatku menderita. Biar saja aku jalani semua ini, dan aku merasakan rasa sakit seperti apa yang dia rasakan dulu saat dia gagal menikah. Dan aku tidak mau membuat hal itu menjadi terulang lagi padanya. Biar aku merasakan kepedihan, kekecewaan, dan yang pastinya akan ada yang lebih baik yang akan aku dapatkan dari apa yang telah gagal untuk kudapatkan.
Senyum raut di wajah sahabatku terlihat jelas saat dia bersanding di pelaminan, tangannya merangkul tangan seorang lelaki yang sudah sah menjadi suaminya. Aku ikut bahagia melihat sahabatku bahagia, walau air mata ini masih mengalir.
“Selamat menempuh hidup baru Sa, sahabat terindahku. Semoga selalu bahagia sekarang nanti dan seterusnya. Terima kasih Mas, pernah hadir dalam hidupku namun tak pernah bisa aku miliki”.
Cerpen Karangan: Arsinah Asy-qalbi Blog / Facebook: Ukhti Sinah Asy-qalbi Nama: Arsinah Asy-qalbi Alamat: Pulau Ku’u Kec.Tanta Kab.Tabalong. KalSel. TtL: Pulau Ku’u, 01 Mei 1997 Hobi: Menulis Cerpen dan Menulis Sya’ir kata-kata Pendidikan terakhir: S1 Sarjana Komputer (S.Kom) Kampus: Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Pekerjaan: CEO di Jasa Henna.art