Aku masih ingat, saat dia mengunjungiku di penjara suci. Bagiku itu sangat memalukan! Bagaimana tidak, dia datang setelah mengirimiku surat yang aneh, menyebalkan! Sungguh, aku bukanlah santriwati yang biasa dikunjungi santri putra di kawasan pondok. Tapi dia dengan begitu nekat memanggilku keluar untuk menemuinya. Iya. Tentunya lewat santriwati adik temannya. Bayangkan! Betapa malunya aku saat itu!
Jangan salah sangka, saat itu aku berstatus ketua Osis bagian Keamanan Pondok Putri. Reputasiku ialah mengusir santri-santri putra yang berkunjung ke wilayah putri untuk menemui entah kekasih, adik angkat berstatus sayang kaka adek, bahkan adik kandung. Semua tak kuhiraukan!
“Hai!” serunya senang tepat setelah aku sampai di ruang tunggu. Kurasakan semua mata pengunjung lain mengarah kepadaku, seakan-akan aku seorang penjahat yang siap dieksekusi tanpa rasa ampun.
Saat itu, pukul dua siang di hari Jum’at. Dengan panas matahari yang terik lagi menyengat. Kepala yang berkukus bagaikan air panas yang mendidih. Peluh yang mengalir bagaikan tanaman yang disiram pagi hari. Terlihat 2 orang laki-laki berkemeja putih dan memakai sarung, tak ketinggalan peci dengan lambang pondok kami. Siapa pun tahu. Mereka dari pondok santri putra. Dia yang datang mengunjungiku, Zidan Angkasa.
Sejenak aku berdiam tanpa suara. Duduk disebelahnya berseberangan dengan dua beradik yang telah bersekongkol itu. Kupelototi santriwati itu. Dia menunduk takut. “Ngapain kesini sih! Bikin malu aja tau!” ucapku dengan ketus tanpa menoleh ke arahnya sedikitpun. “Ya Allah, kamu marah? Emangnya aku nggak boleh kesini? mengunjungimu?” ucapnya lembut sambil memperhatikan wajahku yang merah padam dengan menunduk itu. “Tau gak sih, aku itu ketua Osis bagian Kemanaan, yang biasanya ngusir santri putra kelayapan di Putri, kamu ini sudah menghancurkan reputasiku. Aku malu tau. Pulang aja sana!” ucapku pelan.
Dia meringis. Sungguh. Rasanya aku tidak tahan lagi. Aku sangat malu dan merasa tidak punya harga diri. Ingin rasanya menangis saat itu juga. “Gak ada yang penting kan?! Aku mau masuk! Pulang aja sana!” lanjutku kesal. akupun berdiri sambil membenarkan bajuku. “Tunggu dulu Hana, aku kesini mau ngasih proposal acara untuk kegiatan kita saat bulan ramadhan nanti” ucapnya dengan cepat. “kamu mau kan jadi sekretaris acaranya?” sambil memberikan proposal itu kepadaku. Kulirik dia. Lalu kusambut proposal itu. “Kenapa harus datang ke Putri segala hanya untuk mengasih proposal ini sih! Dititipkan di Pos satpam aja kan bisa! Ngapain repot-repot kesini segala. Bikin malu orang aja!”. Semprotku dengan nada kesal dan ketus sambil melihat sekitar. Takut ada teman sekelas atau staf Osis yang melihatku berbicara dengan santri putra. “Hemm. Sorry deh kalo gitu. Ya udah aku pulang!” ucapnya dingin.
Sekali lagi kulirik dia. Kecewa di wajahnya tak dapat disembunyikan. Aku melangkah pergi meninggalkannya tanpa mengucapkan sepatah kata apapun lagi.
Kubuka diary. Tercatat tanggal 24 Mei 2015. Hari yang memalukan! Tulisku dengan tinta merah. Kecewa. Iya, aku kecewa dan juga malu. Maaf dan terimakasih tak sempat terucap padanya. Maaf telah mengecewakan. Tidak sangka sikapku akan begitu menyebalkan dihadapannya. Terimaksaih telah mengunjungiku. Sebagai kenangan bahwa aku pernah dikunjungi oleh seorang santri putra. Menyesal. Bolehkah aku? Bukan. Bukannya aku menyukainya, tetapi tidak seharusnya aku bersikap begitu kepadanya kan? Apa boleh buat, kunjungannya memang tidak diwaktu yang tepat.
Cerpen Karangan: Yaya Handa
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 25 April 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com