“Aku hanya sedikit kecewa, kau tidak bisa menjadi seseorang yang membuat badut sepertiku tersenyum sungguhan.” (Fiersa Besari).
“Guys! Ada beruang kutub nyasar ke sini,” pekik Kak Zara hampir memecah gendang telingaku.
Aku yang sedang asyik mendengar suara Bung Fiersa jadi kaget setengah mati. Suka heran aku sama Kak Zara itu mulut apa toa kenceng banget suaranya. Apa tadi dia bilang, beruang? beruang apanya yang betah tinggal di sini. Kota Bengkalis yang kalau dilihat dari peta aja nggak kelihatan kayak aib sendiri yang nggak pernah kelihatan sama diri sendiri, kota yang terkenal panas ini. Mana ada beruang yang betah tinggal di sini yang ada malahan beruang lama-lama dehidrasi. Itu bocah gendut kemana lagi ngerumpi nggak ngajak-ngajak aku, awas kamu, Kak, entar aku ulek-ulek mulutmu.
Bergegas aku pergi ke pojok kelas tempat biasa kami nambahin dosa, ups! Di sana sudah ada Kak Zara sama Sindy teman seperjuangan di masa putih biru ini. Dengan mendaratkan pantat di samping Kak Zara, seketika aku langsung fokus mendengar kultum darinya.
“Ada beruang kutub, Ta,” ucapnya sekali lagi. “Ah masa … jangan boong, deh. Beruang mana yang betah tinggal di sini,” balasku. “Iya. Udah deh, cukup hobi ngerumpi jangan nambahin hobi berbohong, lihat noh! Malaikat capek nyatat dosa kamu,” ejek Sindy. “Selain kepribadian kamu yang periang mulut kamu periang juga ya, Beb. Ngena kali kalau ngomong. Haha …” balasku. “Iya benar, ada beruang kutub yang manis ngekos di perumahan PT. Meskom Agro Sarimas,” ucap Kak Zara dengan semangat yang Berapi-rapi. “Beruang kok ngekos, aneh kamu” ujarku. “Beruang kutub ini berbeda, Beb. Dia menjelma menjadi sosok manusia,” seloroh Kak Zara. “Eits! bentar, kalau kamu juluki dia beruang kutub berarti dia cool dong?” tanya Sindy. “Iya, dia cuek. Aku aja yang rajin negur dia nggak pernah dijawab,” ucap Kak Zara. “Beb, cowok cuek, wiih bikin penasaran. Cerita lagi dong, Kak,” pintaku. “Dia itu cuek. Sama cewek nggak pernah ngelirik, jarang banget ngumpul sama teman-temannya di luar. Dia sering di dalam kamar kos. Dia juga pintar masak dan mandiri tapi dia penakut, masa mau ambil air wudhu di belakang aja nggak berani karena gelap. Haha …” ujar Kak Zara sambil tertawa terpingkal-pingkal.
Semenjak si beruang kutub itu indekos di perumahan PT yang kebetulan sama dengan tempat tinggal Kak Zara, telingaku sehari-hari disuguhi kultum tentang beruang kutub. Beruang kutub cueklah, manislah, mandirilah, shalehlah, dan banyak lagi pujian-pujian untuk dirinya. Aku yang memang dari dulu suka membaca cerpen cinta-cintaan anak cowok yang cuek dengan senang hati mendengar ocehan Kak Zara.
“Kak, minta dong nomor wa si beruang kutub,” pintaku. “Nih ya nomornya 08xxxxxxxxxx”, jawab Kak Zara secepat kilat. “kamu naksir ya beb sama beruang kutub?” seloroh Sindy. “Iya, malahan mulai jatuh cinta sama si beruang kutub” balasku dengan tersenyum kecil.
Malamnya dengan jantung yang deg-degan aku mulai ngechat si beruang kutub, sambil rebahan di kamar.
“Assalamu’alaikum, save Wahita” “Wa’alaikumsalam, y”
Banyak lagi percakap-percakapan di wa yang terjadi malam ini. Si beruang kutub tetap konsisten dengan gaya cueknya yang membuat aku semakin penasaran dan tertarik padanya.
Semenjak kami saling chattan ya walaupun aku yang sering memulai percakapan duluan tetap saja itu menjadikan hal-hal yang membahagiakan sehingga membuat benih-benih cinta makin liar merimbun di hati kecilku ini. Aku semakin sering memberi perhatian-perhatian kecil agar dia peka terhadap perasaanku.
Minggu Udara pagi ini cukup membuat aku merapatkan jaket di badan berkulit sawo matang dan pendek ini. Memasukkan tangan di saku jaket bisa mengurangi rasa dingin. Pagi ini aku sudah berada di rumah Sindy. Rumah yang sederhana dan manis. Rumah yang dikelilingi bunga-bunga indah yang wanginya menusuk hidungku. Perkarangan rumah yang bersih menyejukkan mataku memandangnya. Kami berencana mau pergi keperumahan PT. Meskom Agro Sarimas dimana Kak Zara tinggal di sana dan kebetulan tempat kos si beruang kutub yang kini kutahu namanya Ali Amran.
“Yuk ke rumah Kak Zara sekalian dapat ngelihat Amran,” ajakku. “Yuk”, jawab Sindy.
Kami pergi berboncengan ke rumah Kak Zara. Setibanya sampai di sana, kami melihat perumahan PT yang sederhana dan bersih.
“Wahita, Sindy ayo kesini,” panggil Kak Zara sambil melambaikan tangannya.
Sekilas aku melihat lelaki manis sedang berdiri di depan pintu kosnya. “Itu Amran yang di depan pintu,” ucap Kak Zara tanpa kutanya. Aku dan Sindy mengikuti Kak Zara masuk ke rumahnya. Kamipun ngerumpi ah, selalu begitu nggak sah kalau ketemu nggak ngerumpi.
2019 Aku memandang langit-langit kamar. Angin semilir memasuki celah-celah jendela kamarku. Angin malam ini menerbangkan kenangan-kenangan tentang beruang kutubku. Cahaya rembulan cukup redup seperti turut merasakan kegelisahanku. Bintang-bintang bersembunyi disebalik bulan, enggan menampakkan diri. Aku bersembunyi di dalam selimut sambil memintal kenangan si beruang kutub. Tepat 5 tahun sudah kejadian aku dan Sindy pergi ke rumah Kak Zara. Semenjak kepulangan kami dari rumah Kak Zara, aku tidak mendapat kabar Amran. Ia hilang bak ditelan bumi. Pesanku selalu diabaikannya, miris. Perhatian-perhatianku tidak pernah diresponnya. Rasa sepi mendera diri ini, liburan kuliah masih lama. Teman-teman pada sibuk liburan bersama keluarganya. Setelah puas memikirkan kenangan bersama si beruang kutub. Kenangan chattan yang selalu dibalas singkat olehnya. Kenangan aku melihat wajahnya walaupun hanya sekilas tapi memberi kesan yang manis dan sulit dilupakan. Aku putuskan akan membaca buku hingga larut malam. Membaca dan menulis adalah hobiku selain mencintainya.
“Ting … ting …” Bunyi pesan masuk, akupun bergegas membuka telepon dan membaca pesan ternyata dari dia, lelaki yang aku cintai.
“Assalamu’alaikum Wahita. Bagaimana kabarnya? maaf atas kehilanganku selama ini, percayalah aku melakukan ini demi menjaga dirimu. Kau tahu diam-diam aku selalu menstalking akunmu, aku selalu membuat status agar kau tahu kalau aku masih ingat dirimu. Ketika temanku membanggakan pacarnya percayalah aku dengan serius mengatakan kalau aku tidak mau pacar-pacaran karena aku mau langsung menikah saja dengan wanita yang kucintai, kau tahu siapa wanita yang kumaksud? ya kamu Wahita. Aku tahu cara menghormati Wanita, ketika lelaki mencintai wanita maka pilihan yang harus dipilih meninggalkan atau menghalalkan. Aku sadar aku belum mampu menghalalkanmu sekarang, makanya aku menghilang agar perasaanmu tidak terlalu dalam. kini Aku memintamu untuk menungguku paling lama sampai umurmu 25 tahun, ketika umurmu sudah lewat 25 tahun dan aku tidak datang mencarimu maka kamu boleh mencari yang lain. Aku mengirimu pesan ini agar kau tahu kalau aku selalu mengingatmu.” Isi pesan darinya yang kubaca dengan hati yang berbunga-bunga. Aku akan selalu tersenyum jika mengingat tentangmu.
“Ting … ting … ting …” Aku menggeliat ternyata nada dering telepon yang membangunkanku. Kembali aku tersadar bahwa teleponku berdering dari tadi karena belum kusentuh, akupun bergegas membuka telepon dan membaca pesan ternyata dari dia, lelaki yang kucintai dulu.
“Maaf aku menarik janjiku kemarin yang ingin serius denganmu, aku kecewa dengan kisah masa lalu yang kau ceritakan.” Aku tersenyum membaca pesannya. Aku baru ingat malam tadi sebelum tidur aku kaget karena si beruang kutub mengirim pesan padaku yang berisikan dia kembali untuk menyuruhku menunggunya, ia kembali dengan janji keseriusannya. Akupun menyanggupi untuk menunggunya. Ah, baru malam tadi aku bahagia dengan kembalinya dia dan pagi ini aku dikirimi pesan yang berisikan dia menarik kembali janjinya. Dia menarik kembali janjinya karena aku menceritakan masa laluku yang pernah pacaran. Aku pikir dia serius denganku jadi sudah sewajarnya dia tahu masa laluku. Tapi sayangnya, masa laluku malah menjadi hal yang dipermasalahkannya. Kini kuputuskan untuk memblokirkan kontaknya. Aku harus menjaga jarak agar perasaan ini tidak kembali tumbuh.
Aku bergegas turun dari kasur dan pergi ke kamar mandi sambil mendengarkan musikalisai puisi.
“Terhitung mulai hari ini aku akan terbang sendirian karena waktu aku jatuh juga aku jatuh sendirian jadi untuk apa terbang berdua apalagi bersama, maaf sayapku tidak sekuat itu.” (Khoirul Triann).
Tamat.
Cerpen Karangan: Junita Aprillia Blog / Facebook: Junita Aprillia
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 1 Mei 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com