Aku tidak tahu sejak kapan aku menyukainya? Aku tertarik sama dia masih muda usia 19 tahun tapi akhlaknya mulia. Aku menyebutnya Ustadz Rasyid.
“Ustadz Rasyid mau daftar kuliah?” “Iya Hafizah.” Aku memperbaiki letak jilbabku. Sudah lama aku keluar rumah dikarenakan aku membantu Ibu bekerja di usaha kateringnya.
Suatu hari Hafizah mendengarkan khotbah di masjid ceramah dari Ustadz Rasyid. Dia belum jadi Ustadz hanya sering memberikan tausiyah saja menyumbangkan sedikit ilmunya sebagai orang paham akan keislaman. “Assalamualaikum jangan panggil saya Ustadz tapi cukup nama saja, atau bisa Adik karena saya belum bisa menjelajahi luasnya Mekkah, jadi dalam syariat tata adat berpakaian secara islam hanya menetapkan bahawa pakaian itu mestilah bersih, menutup aurat, sopan dan sesuai dengan akhlak seorang Muslim. Aurat lelaki menurut ahli hukum ialah daripada pusar hingga ke lutut. Aurat wanita pula ialah seluruh anggota badannya, kecuali wajah, tapak tangan dan tapak kakinya.”
“Jadi Ustadz saya punya anak nah anak saya ini orangnya malas pakai jilbab?” “Gampang banget, berikan beberapa penjelasan dengan sabar misalnya 1. Ada bahaya mengancam diluar sana jika lelaki melihat auratmu bisa saja timbul zina 2. Kamu wajib menutupi wajahmu bagai seorang muslim, yang boleh melihat hanya mahramnya saja 3. Niscaya apa yang kamu kerjakan bisa tetap lancar dan gak menghambat.” “Itu pandanganku terhadap tadi, ya sudah kita akhiri saja di sini Wabillahit taufiq wal hidayah, assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.” Selesai ceramah Rasyid keluar dan bertemu denganku. Aku langsung menghambur mendengar ceramah singkat aku terharu.
Semakin hari aku intens mendengarkan beliau berceramah. Timbul di hatiku ingin cepat besar agar bisa menikah dengannya. Karena tidak ada pacaran di dalam Islam. Usiaku baru 17 tahun sedangkan ia setara jauh denganku.
Aku terus berdoa di sepertiga malam melantunkan ayat suci Al-Qur’an. Sampai aku tidak pernah berputus asa. Allah maha baik semua bisa dengan mudah kembali kepada-nya. Bisa juga lalai melupakannya tapi aku hanya meminta.
“Aku kok jarang liat kamu keluar rumah?” “Opo aku keluar, sebaiknya perempuan di rumah boleh keluar kalau memang ada keperluan mendesak.” ujar aku menundukkan kepala. “Sorry saya minta!”
Jam bergerak ke jarum jam sepuluh. Aku mendengarkan cerita dari Ibu Maryam dia memberitahu wasiat bapak sebelum meninggal. Aku membuka kotak coklat itu isinya hanya sebuah foto. Sampai di belakang foto tertera foto anak kecil dan di belakang ada Foto Rasyid. Aku membalikkan foto tersebut ada tulisan.
“Semoga kalian kelak berjodoh karena Pak Bagus bapak dari nak Rasyid Ghozali berpesan agar kelak anak kita menuntun surganya Jannah.” Menitikkan airmata membacanya. Rasanya hatiku pecah aku memeluk Ibu penuh hari.
Sekarang Rasyid berencana ke Arab Saudi berangkat ke King Abdul Aziz. Aku menatapnya penuh sedih. Kenapa harus berakhir pada perpisahaan? Tapi aku percaya kalau jodoh mau sejauh apa pun tetap akan kembali kalau Allah sudah memberikan jalan kuasanya.
Setahun kemudian… Ustadz Rasyid menggunakan peci. Akan berdakwah di salah satu pondok pesantren. Setelah selesai Ustadz Rasyid memutuskan mampir ke sebuah kedai warung makan sederhana tapi punya cabang 25 gerai.
“Siapa pemilik warungnya? Mau bilang enak,” “Oh orangnya lagi keluar Mas,” jawab pelayan mulai mengangkat piring membereskan meja. “Ke mana perginya?” tanya Rasyid penasaran. “Gak tau Mas, permisi.” Risih juga kalau selalu ditanya begini-begitu. “Itu dia… Mbak Hafidzah mari sini.” Tunjuk Yuni memangil pemilik owner. “Hafidzah rupanya ini warung makan punyamu bagus banget.” “Syukurlah Mas apa kabar?” “Baik.” ucap
“Hm… jika tuhan mengizinkan bolehkah saya mengkhitbah kamu menjadi istriku.” Suara dari pengunjung yang makan langsung antuasias. Mereka mengabadikan lewat kamera ponsel.
Penantianku pun berakhir dengan indah. Dan berbuah manis. Semua karena tidak berputusnya aku meminta pada sang maha kuasa. Tanpa terlalu berlebih, atau berharap lebih sebagaimana mesti. Cinta bukan menjadikan aku terlena malah semakin menguatkan imanku.
Selesai
Cerpen Karangan: Hardianti Kahar Blog / Facebook: TitinKaharz IG: titinghai25 Twitter: H Kaharz Nama panjang: Hardianti Kahar Nama pendek: Titin Umur: 25 Tahun Agama: Islam Akun wp: @titinstory (@titinghey) akun wp lama tidak bisa terbuka dan login jadi kalau mau berkunjung yang satunya aja Hobi: Menulis, membaca novel remaja, makan, nonton drakor, desain baju, nyanyi Cita-cita: Penulis terkenal mengisnpirasi