Aku adalah pengguna instagram aktif, yang ketika ada waktu luang instagram menjadi medsos paling setia menemaniku. Ditambah semenjak hadirnya sesosok pria asal ujung timur pulau jawa yang menjadi sahabatku. Akhi Arif, begitulah aku memanggilnya. Seorang dokter muda yang kini menghiasi sepanjang hariku. Kami berkenalan lewat sebuah komentar di akun Indonesia Bertauhid, komentar yang lucu membuatnya memfollowku hingga akhirnya aku pun memfollownya dan berujung kedekatan ini. Pria yang baik, itu adalah kesan pertama yang kuperoleh darinya. Namun lebih dari kesan baik, beliau juga sholeh, dewasa dan menyenangkan. Namun sudah hampir 3 tahun pertemanan kami belum dikehendaki untuk bertatap wajah.
“Assalamu’alaikum” Sapa seseorang di seberang sana “Wa’alaikumsalam, ada apa akhi?” “Ukhti sedang di Jogja?” Tanyanya “Iya Alhamdulillah Akhi, baru saja sampai.” Kataku “Aku pun lagi di Jogja ukh, lagi dinas di Alun-alun” Katanya dengan suara riang. “Masya Allah, serius akhi?” Kataku dengan sedikit terkejut. “Serius ukh, ada kirab budaya di Jogja dan aku jadi Tim Medis acara ini. Sini ukh, liat kirab budaya” “Duhh akhi, ini pertama kalinya aku ke Jogja dan begitu pun dengan sahabatku. Kami tidak tau harus naik apa dari stasiun” Keluhku. “Naik andong aja ukh, insya allah akan diantar sampai Alun-alun dengan selamat” “Oh yah iya, terima kasih akhi untuk sarannya.” Kataku dengan riang. “Sami-sami, semoga nanti kita bisa bertemu yah ukh. Assalamu’alaikum” Katanya dan menutup telepon. “Wa’alaikumsalam”
Setelah menaruh hp pada tempatnya, aku segera menarik Nida mencari andong. Tatapan aneh dari Nida pun telah menghiasi wajahnya. “Kita mau kemana sih, Sa?” Katanya ketika kami sudah menaiki andong yang akan membawa kami ke Alun-Alun. “Kita ke Alun-Alun Ni, ada kirab budaya. Nanti setelahnya baru kita ke tempat teman lu yah” Kataku menjelaskan. “Kok lu seneng banget yah? Apalagi setelah nerima telepon. Apa karna ada sesuatu? Mau ketemuan sama siapa lu?” “Dokter Sholeh” “Maksud lo? Bukannya dia tinggal di Malang? Kok bisa ada disini? Oh lo berdua janjian? Oh gitu gak mau kalah sama gua dan Zaki? Jadi lo ngajak Arif kesini buat nemenin lu?” “Sok tau lu! Ini tuh gak sengaja. Dia bahkan gak tau kalau semalem kita berangkat ke jogja. Dia jadi Tim Medis di acara kirab budaya dan tadi liat postingan gua di stasiun dan dia langsung nelpon gua dan bilang dia juga sedang di Jogja. Jadi menyelam sambil minum air lah, Ni” “Ooh.. Yaudah gua nelpon Zaki dulu, biar dia jemput kita di Alun-Alun aja.” “Kok Zaki dan keluarganya baik banget sama lo sih? Sampe orangtuanya juga ngijinin kita untuk tinggal di rumahnya. Lo berdua udah jadian yah?” “Hehehe.. Yah gitu lah Sa. Dia juga udah bilang keseriusannya sama orangtua gua. Sebenernya seminggu yang lalu dia udah ke rumah gua dan sekarang giliran gua ke rumah dia. Sory yah gua baru cerita” “Santai aja kali, gua seneng sahabat gua bentar lagi ngelepas masa lajangnya.” “Njeh mbakyu sudah sampai” Kata si mbah “Oh yah. Hatur suwun mbah. Ini ongkosnya” Kata Nida dengan memberi beberapa lembar uang.
Huaah parade budaya yang sangat indah. Kami pun langsung bergabung dan berfoto ria untuk dokumentasi kami. Kameraku telah membidik ke berbagai arah, entah sudah berapa banyak gambar yang kutangkap. Tanganku berhenti menangkap gambar setelah mataku menangkap tulisan “Stand Medis” di pojok sebelah kanan, mungkin itu tempat Akhi Arif dinas. Aku tersadar ketika Nida menarikku dan berjalan menemui seseorang. Oh itu Zaki, yang mungkin sekarang bisa aku sebut sebagai tunangan Nida. Setelahnya kami sibuk berjalan mengelilingi stand tentu dengan berkali-kali menekan tombol kamera.
“Sabil, sini.” Teriak Nida yang membuatku berjalan ke arahnya. “Stand Medis” tulisan di pintu masuk stand yang tepat berada diatas kepala Nida dan Zaki. “Nah nih mas, sahabatnya Nida. Yang akan menemin Nida selama di Jogja” Kata Zaki dan diikuti senyum oleh Nida. “Assalamu’alaikum ukhti” Kata pria berbadan tegap dengan pakaian khas dokter lengkap dengan stetoskop di lehernya. Pria yang sangat kukenali. “Wa’alaikumsalam akhi” Kataku dengan senyuman terindahku dan Nida pun segera merangkulku dan berbisik “Semoga Jodoh lu yah” sepertinya Nida telah mengetahuinya.
“Namanya Arif, dia nih dokter muda anak dari budheku. Dia tinggal di Malang dan lagi dinas di Jogja selama di Jogja dia juga tinggal di tempatku. Jadi nanti kita akan ketemu dia di rumah.” Jelas Zaki “Sudah bro, aku sama Sabil udah kenal kok lewat dunia maya.” Kata Arif dan diikuti tatapan aneh dari Zaki. “Yaudah, liat stand lagi yuk. Kita tinggal Sabil disini aja. Oh yah mas, Sabil dikasih minum yah dari tadi dehidrasi tuh” Kata Nida dan lalu beranjak pergi meninggalkanku di Stand ini.
Tak ada percakapan antara kami, aku sibuk memainkan tanganku dan dia pun begitu hingga akhirnya kami sama sama tertawa melihat tingkah kami. “Kenapa diam saja, ukh?” Tanyanya ditengah tawa “Akhi kenapa diam saja?” “Kalo ditanya tuh dijawab bukan nanya balik, ukh” “Terus??” Kataku dan disambut tatapan kesal yang membuatku tak berhenti tertawa. “Resek! Keliling yuk!” Ajaknya yang membuatku berhenti tertawa. “Kalau kita keliling yang jaga stand medis siapa?” Tanyaku. “Tenang, kan ada perawat. Tugasku hanya sampai jam 10 sebentar lagi ada dokter lain yang datang.” Jelasnya dan aku pun hanya ber-O lalu kami pun pamit kepada perawat setelah Akhi Arif sedikit berpesan.
Sepanjang perjalanan banyak stand yang membuatku tertarik untuk mengeluarkan kameraku. Hampir disetiap stand kami berhenti hanya untuk mengambil gambar dan sesekali aku memotretnya dan sebaliknya bahkan kami pun berselfie ria. Pengalaman yang seru bersama pria yang selama ini mengisi hariku.
Meskipun hanya 2 hari liburanku di Jogja namun sudah begitu banyak perjalanan yang kami lewati berdua. Perasaan bahagia dan takut pun mulai menyelinap di hati dan pikiranku, bahagia karna melewati hariku dengan pria ini secara nyata namun perasaan takut lebih dominan ketika aku mengingat kedekatan kami. Takut akan dosa karna kami terlalu dekat dan takut akan kehilangannya. Besok pagi aku harus segera kembali menuju Tangerang dan kembali kepada rutinitas yang membosankan.
“Assalamu’alaikum.. Hayo sendirian aja? Ngapain ukh?” Kata Arif yang kini sudah duduk di kursi sebelahku. “Wa’alaikumsalam.. Lagi duduk aja akhi.” “Kamu gak ikut Nida, ukh?” “Gak akhi, aku mau istirahat aja. Besok kan harus balik pagi-pagi” “Dapat keberangkat kereta jam berapa ukh?” “Jam 6 akhi, kemungkinan setelah subuh aku dan Nida langsung ke stasiun” “Oh.. Hati-hati di jalan yah, insya Allah besok aku ikut ngantar ukh” katanya dengan tersenyum.
Aku pun hanya membalas senyumnya tanpa berkata apa pun. Kamu pun hanya berdiam diri memandang langit di halaman belakang. Langit pun sangat amat cerah tak sesuai dengan suasana hatiku yang kini tengah galau gulana. Bagi wanita yang usianya sudah menginjak 24 tahun sudah layaknya memikirkan pernikahan terlebih saat bersama pria terdekat yang selama ini aku harapkan. Aku pun pamit masuk terlebih dahulu setelah lebih dari 2 jam bersamanya tanpa obrolan. Entahlah aku tak tau apakah ia masih diluar atau ikut masuk yang jelas aku langsung masuk kamar mengurung diri.
“Belum tidur lu?” Kata Nida yang baru saja tiba dikamar. “Belum nih, lu kemana aja sih lama banget? Bete gua di rumah sendirian” “Loh kan ada mas Arif, lagi pula gua dari tadi ada di ruang keluarga. Kata mas Arip lu dari tadi udah masuk kamar jadi gua kira lu udah tidur” “Gua gak bisa tidur dari tadi” “Lo kenapa Sabil? Lo baik-baik aja kan? Atau ada sesuatu?” tanya Nida sambil memegang punggungku “Gua gakpapa kok, cuma kepikiran besok aja. Pasti kerjaan gua di kantor banyak banget. Apalagi tadi gua dapat email dari kantor yang nyuruh gua buat laporan. Huft kebayang gak sih setelah liburan gua harus kembali berkutat dengan angka-angka” Keluhku dengan sedikit berbohong. “Gua kira lu kaya gini karna akan pisah dengan dokter sholeh lo itu dan gak tau bagaimana kelanjutan hubungan kedekatan kalian” “Haha plis deh Nida. Kita tuh hanya temenan lagi pun nanti akan ketemu lagi di acara pernikahan lo. Jadi apa yang harus gua pikirin” “Lo serius gak ada perasaan sama mas Arif. Bukankah lo dan mas Arif sudah tau perasaan kalian masing-masing?” “Stop bahas masalah ini. Toh selama 2 hari ini gak ada bahasan itu diantara kami. Udah ah gua mau tidur. Ngantuk!!!” Kataku dengan cepat merebahkan diri dan menutup mata. Wahai diri.. Berdamailah.
Seusai sholat subuh berjama’ah bersama keluarga baruku di Jogja. Kami pun segera bersiap untuk menuju stasiun. “Bye Jogja.. Semoga liburan selanjutnya lebih bahagia” Ucapku dalam hati ketika hendak meninggalkan kamar baruku selama 2 hari yang lalu. Zaki dan Arif sudah bersiap menunggu kami, setelah berpamitan dan memasukan barang kami ke mobil kami pun segera menuju stasiun. Aku pun lebih banyak diam sepanjang perjalanan, entahlah aku pun tak tau mengapa aku menjadi pendiam seperti ini. Aku pun bersyukur karna mereka bertiga pun tak ada yang menanyakan alasanku.
“Assalamu’alaikum, umi abi. Maaf yah kami agak lama. Nih keponakan umi nyetir mobilnya lambat banget.” Kata Arif seraya bersalaman dengan sepasang suami istri yang kutebak adalah orang tuanya. “Yeeh.. Dari pada mas gak mau nyetir” Kata Zaki membela diri “Pakdhe dan Budhe gimana kabar nya? Oh yah kenalkan Budhe ini Nida, insya Allah yang akan jadi istriku” Lanjutnya diikuti Nida yang ikut mencium tangan mereka. “Cantiknya kamu nduk, pintar kamu Zak.” Kata sang istri dengan senyumnya “Oh ini Sabil yah??” lanjutnya ketika melihat ke arahku dan kusambut dengan mencium tangannya. “Masya Allah, cantik dan sholeha kamu nduk. Tidak salah Arif memaksa kami untuk ikut ke Tangerang bersamamu? Iya kan Bi” Kata Umminya “Benar ummi, pintar juga kamu Mas.” Kata Abinya Aku hanya diam dalam kebingungan mencari penjelasan dengan menatap Nida meminta penjelasan namun Nida hanya mengangkat bahu. “Aku pamit sebentar yah.. Bisa ikut aku sebentar ukh?” Kata Arif yang berjalan lebih dahulu dan aku pun hanya mengikutinya.
“Mungkin kamu bingung dengan semua ini. Mengapa Abi dan Ummiku berada disini. Mengapa mereka akan ikut ke Tangerang. Dan mungkin kamu pun bingung dengan semua percakapan tadi. Izinkan aku menjelaskan semuanya Ukhty” Kata Arif ketika kami berada di pojok stasiun yang jauh dari kebisingan. “Wa allahi ukh, ana melakukan ini karna ana begitu mencintai anti. Ana hanya ingin kita segera halal. Mungkin ini terlalu cepat bagi anti namun ana sudah terlalu lama menyiapkan semua ini. Semenjak kedekatan kita tujuan ana hanya satu yaitu ingin menghalalkan anti secepat mungkin. Sebenarnya kejutan ini 3 minggu lagi ukh tepat pada ulang tahunmu namun setelah 2 hari bersama denganmu dan juga kegalauanmu semalam membuatku ingin segera mengkhitbah dan menikahimu. Maka dari itu aku memaksa kedua orangtuaku untuk ikut ke Tangerang bersamamu untuk mengkhitbahmu. Yakinlah ukh. Ana mencintaimu karna Allah. Ana ukhibukfillah Ukhty” “Ana ukhibukfillah Ya Akhi” Ucapku. Hanya kata-kata itu yang mampu keluar dari mulutku yang mewakili semua kebahagian.
Cerpen Karangan: Siti Romlah Blog / Facebook: Romlah Jalil Amieng