Aku, seorang wanita biasa yang berharap jodohku datang tanpa ada komitmen sebelum hubungan kita benar-benar memiliki arah yang jelas. Begitulah kira-kira prinsipku setelah sebelumnya aku menjalani hubungan percintaan ala remaja dengan salah satu teman di sekolahku. Kandasnya hubungan kami utamanya karena aku sadar bahwa hubungan yang kami jalani itu bukanlah sebuah hal yang patut dibenarkan.
Kamu, orang baru yang kutemui di bulan November tahun lalu dan langsung membuatku terpukau akan segala kemampuan yang kamu miliki seakan membuat prinsipku tentang tak perlu membuka hati bagi laki-laki yang mungkin tak serius itu hilang terpatahkan. Sejak mengenalmu, aku selalu berharap kamulah laki-laki yang selama ini kucari untuk menjadi sosok imam penyempurna iman.
06 November 2020. Hari itu adalah hari pertama aku mengenalmu. Setelah sekian lama tak ada yang mengisi hati ini, seakan kamu hadir untuk siap masuk dengan permisi. Walaupun aku sudah memiliki rasa itu, namun aku telah bertekad tidak akan mengulangi memulai hubungan dengan sesuatu yang tak patut dibenarkan. Kami dipertemukan karena sebuah kegiatan dan kamu terpilih menjadi ketua yang mana aku menjadi anggotamu.
Dua hari setelahnya, kamu mengirimkan pesan perkenalan. Pesan itu kemudian berkembang tak hanya membahas masalah umum namun juga masalah yang tak banyak diketahui oleh orang. Kamu yang mulai bercerita tentang aktivitas harian, dan beberapa kebiasaan-kebiaasan unik yang mungkin tak dilakukan oleh orang lain. Dan hal itulah yang membuatku semakin yakin untuk melabuhkan perjalanan dalam pencarian sosok penyempurna iman ini.
Seiring berjalannya waktu bukan hanya kamu yang bercerita. Ya tentu saja aku juga sebagai mukhaatabmu. Kamu yang mulai memancing beberapa pertanyaan seakan menunjukkan rasa ingin tahumu tentang aku yang lebih jauh lagi. Pesan demi pesan terkirim dari pagi hingga malam… ya walaupun tidak setiap menit kami saling menjawabnya karena terhalang aktivitas masing-masing, kami tetap sama-sama menyempatkan untuk saling bertukar informasi ataur sekedar bertukar kabar.
Menjelang akhir tahun… Pesan yang saling kami kirim bukan lagi tentang aku dan dia saja tapi akan merujuk pada kata “kita”… bukan hanya kamu saja yang mempertanyakan bagaimana perasaanku padamu, namun sempat terbesit juga dalam pikiranku untuk menanyakan hal yang sama dan berharap mendapat jawaban yang tak lagi membuat gundah.
2020 akan berakhir, semakin kesini, kamu sering mengirimkan pesan “apakah kamu menyukaiku?.” Hatiku ingin sekali menjawab “iya” tak munafik bukan jika seorang wanita sudah dekat dengan lelaki idamannya pasti ia tak ingin lelaki itu menjadi milik orang lain. Namun, otak dan jariku sepakat hanya menanyakan apakah maksud dari pertanyaanmu itu… hal ini tidak sekali atau dua kali terjadi… aku tak mengiyakan pertanyaanmu bukan karena aku tak suka, bahkan karena aku lebih dari suka maka dari itu aku memendamnya… sikap teguh pendirianmu bagaikan tokoh Bima, salah seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Mahabharata. Bima yang terkesan kasar dalam pendirian namun sebenarnya memiliki hati yang lembut bagikan cermin ketika dihadapkan dengan prinsipmu yang mana kamu tidak akan membawa perasaan dalam hal pertemanan dan untuk urusan hati, kamu akan sepenuhnya menyerahkan kepada sang pemilik cinta yang sejati yaitu Allahu Rabbul Izzati.
Tepat pukul 00.00 di tanggal 01 Januari 2021, aku yakin bukan hanya aku dan dia saja yang saling mengucapkan harapan baik di tahun yang baru ini… Namun, detik itu menjadi sangat berharga karena aku mengirimkan sebuah video yang isinya “Hai kamu, tetep kayak gini ya, jangan kemana-mana, jangan berubah, terima kasih selalu ada”. Kamu meresponnya dengan kata “Siap, tetep gini ya.. jangan berubah”. Singkat, namun tepat. Mungkin itulah yang dapat kuartikan dari jawabanmu… semakin kesitu aku yakin bahwa tanpa kuungkapkan kamu juga memiliki rasa yang sama.
Ketika dua insan hanya bisa saling menduga itu lucu yaa… ingin mengaku tak bisa, ingin menghindar sulit bahkan jika diminta pergipun tak mau. Sampai pada akhirnya aku tahu bahwa bukan hanya aku yang memiliki perasaan padamu… hari itu aku memutuskan untuk mengatakan “Iya, kalau aku suka sama kamu”. Hal ini aku lakukan bukan tanpa alasan, sebelumnya pikiran dan hatiku bergulat. Aku ragu, takut ditampar realita dimana kamu tak peduli tentang rasa yang muncul dalam pertemanan. Namun rasa takut kehilanganlah yang membuatku mantap menjawabnya.
Setelah jawaban itu, leganya hubungan kami masih baik-baik saja bahkan kamu yang awalnya memanggilku hanya dengan nama, kemudian berkembang memiliki panggilan khusus yaitu “manusia sefrekuensi” sedangkan aku memanggilmu dengan sebutan “manusia bobrok”… eits jangan berdalih dengan dalil QS. Al-Hujurat yang isinya larangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan dulu karena sebelum kami saling menyematkan nama panggilan itu kami sudah ikhlas dan menerima serta menganggap itu sebagai candaan dan bukan hal yang serius.
Liburan semester telah tiba, kita kembali dipertemukan sebagai panitia dalam sebuah acara… dengan ini aku beberapa kali bertatap muka denganmu. Namun, aku bukanlah orang yang se-asik di dunia maya, entah mengapa tapi itulah kenyataanya. Sudah berada didekatmupun aku tetap diam dan hanya berbicara ketika diminta… itulah point yang menjadikanmu sosok idaman yaitu kamu tidak pernah menuntut seseorang untuk menjadi apa tetapi tetap mengalir saja mengikuti alur yang ada. Pesan yang kita kirim berubah menjadi percakapan penting yang membahas tentang acara yang akan terselenggara.
Lama tak membahas tentang “kita”… 01 Maret 2021 menjadi hari tamparan bagiku. Bagimana tidak, tepat pukul 07.12 kamu mengirimkan pesan “aku sudah dijodohkan oleh pak kyai”… 6 kata itu bagaikan tamparan yang sampai sepersekian detik membuatku terdiam. Ya, diamku antara tak tau harus bagaimana, tak tau harus membalas apa, dan yang paling bodoh adalah aku berharap itu sebuah mimpi… Kemudian aku ingat, dulu waktu pertama kami saling mengenal kami pernah telfonan dan dalam komunikasi itu kamu sempat mengatakan bahwa kamu hanya akan fokus pada tujuan utamamu dan urusan jodoh, pak kyaimu lah yang akan mencarikannya. Awalnya kukira kamu bercanda karena nada bicaramu seakan itu hanya lelucon. Tapi sekarang inilah kenyataannya…
Calon makmummu sudah didepan mata, kamu tinggal menunggu kuliahmu selesai dan kalian akan membangun mahligai rumah tangga bersama. Bukan tak peduli siapa calonmu, jujur aku sangat penasaran… tapi sudah cukup ekspektasi dan harapanku tentang hubungan kita ini. Dalam ke-kalutan ini waktunya aku menyudahi dan mengikhlaskan bahwa… kamu bukanlah jodohku.
Cerpen Karangan: Tadarrosatul Hikmiyah Blog / Facebook: tadarrosatul hikmiyah