Sudah lama sejak terakhir sekolah tatap muka berlangsung, di akhir penghujung kelas 8 waktu itu. Wajahnya tak lagi terlihat. Setelah aku pikirkan, menjauh dari hal cinta adalah hal baik dan pastinya sangat baik. Selain karena agama, juga hati lelah bukan?. Saat mengagumi hal asing yang juga tak begitu berpengaruh untuk kehidupan.
Hingga akhirnya hati semakin fokus, mengarah kepada hal yang dituju, masa depan dan cita-cita. Ia mulai hilang dari topik pembicaraanku dengan sahabat, mulai hilang dari pikiranku tentang di mana dia, sedang apa, semua tak terlalu kupedulikan lagi. Bisa dikatakan sudah perlahan menjauh dari hal tentangnya.
Setelah libur kenaikan kelas dan beberapa pekan sekolah online, sekolah tatap muka kembali berlangsung. Ya, Aku tahu absennya sama denganku, absen bilangan genap. Akankah kami bertemu?, hanya tanya yang ada di pikiranku saat itu. 3 hari berlalu, tak sedikit pun ada rupanya yang nampak olehku. Sudahlah, biarkan hari berjalan dengan indah, tanpa kamu mencari sumber untuk hati yang mungkin akan patah olehnya.
“Ya elah, mendingan Dia sama gue aja, cih”. Suara yang tak begitu terdengar jelas telah tertangkap oleh daun telingaku. Entah kenapa hati ini cemas, seperti mereka sedang membicarakanku. Karena salah satu dari mereka, dulunya tempatku bercerita tentang Dia. Aku acuh, membiarkan kejadian itu melayang dari pikiranku. Beberapa hari sebelumnya, temanku yang lain mengatakan bahwa dulunya di sekolah dasar Dia adalah sosok yang jahil, yang suka mengatai nama ibu temanku.
“Lu jangan bilang-bilang ya tentang yang tadi?!”. Argh, mengapa mereka membicarakan rahasia dengan suara yang lumayan kencang, sehingga menggetarkan gendang telingaku. “Iya-iya, cowo tu suka ngatain mak gue”. What!, kenapa semua seketika bisa kusimpulkan, bahwa Dia adalah sosok yang menjadi topik pembicaraan. Entah kenapa Aku begitu lemas, tanpa ada yang dapat mendengar keluh kesahku di sekolah. Mataku sudah tergenang oleh sedikit air mata, kupikir pulang dan bercerita dengan sahabat adalah solusi terbaiknya. Ya, sahabatku, one call away ku berbeda kelompok saat itu.
Aku pulang dengan begitu lemas, tak ada semangat, atau pun nafsu makan. Kubuka WhatsApp dan merekam suaraku, berkeluh kesah dengan kejadian singkat yang menghancurkan sebuah harapan. Mungkin begitu menyakitkan, teman sekelas yang tak begitu dekat menyukai sosok Dia yang beberapa bulan terakhir mengangumkan hati ini. Dia sosok good-looking yang jauh untuk Aku yang bukan apa-apa perihal rupa. Sosok teman sekelas yang menyukainya juga begitu good-looking, dan tak main-main jika menyukai laki-laki.
Beberapa malam kuhabiskan air mata, habiskan sisa rasa, habiskan secercah bagian harapan yang masih ada. Agar mereka “berdua”, ya mungkin?, tak lagi menyayat hati dengan pengharapanku ini. Aku buka Instagramku yang lumayan lama sudah kuhapus. Tuhan, semenyakit ini kah?, Dia blok akunku. Ya, sakit sekali. Aku tidak pernah berkomunikasi dengannya, atau melakukan percakapan online dengannya, hanya men-like postingannya, atau pun melihatnya dari kejauhan. Tapi semua diluar dugaanku, seperti dibuang dari sebuah kehidupan seeseorang.
Kutuliskan kisah berjejak ini, agar dapat menghapus sisa harapan yang masih ada dalam hati. “Yaa Allah, jangan biarkan Aku kembali jatuh cinta pada makhlukmu. Biarkan Aku jatuh cinta berkali-kali hanya kepada mu. Wahai zat yang dapat memberi kebahagiaan, tanpa memberi apa yang aku inginkan”. Karena mungkin memerdekakan diri saat ini, adalah keluar dari penjajahan terhadap hati.
Arga Makmur, Agustus 2021.
Cerpen Karangan: Nasywa Nur Azizah Blog: nasywanurazizah.blogspot.com
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 21 Agustus 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com