Malam itu, aku hendak pergi bermain bersama temanku di sebuah alun alun. Karna jarak dari rumah ke alun alun dekat, aku pergi jalan kaki. Kupakai celana jeans dan kaus pendek serta rambut terurai panjang. Dan aku harus berjalan melewati sebuah masjid yang sederhana.
Terdengar lantunan sholawat dari kejauhan, begitu merdu dan enak didengar. Kulihat banyak sekali wanita berhijab yang begitu anggun dengan pakaian tertutup. serta santriwan yang berpeci.
“Permisi!” kataku begitu lewat didepan mereka. “mau kemana Amara?” tanya salah satu dari mereka, tak lain adalah Wulan, teman sekelasku waktu SD. “ke alun alun!” jawabku singkat. “kalau berkenan ikut gabung ya!” sahut Pak Ustad yang tengah mengajar. “iya pak, insyaallah!” senyumku merasa ragu.
Akupun kembali melanjutkan perjalanan dan tiba di alun alun. Aku langsung saja disapa teman temanku. Yah, pergaulanku cukup buruk. teman teman di sekitarku mabuk, merokok, pacaran dan lain lain.
“Amara, kamu mau coba minum gak?” tanya Dinda sambil memberiku sebotol minuman beralkohol. “nggak Din!” jawabku. “loh, kenapa? padahal cuman kamu doang loh yang gak ngeroko sama minum disini!” sahut Andrian.
Aku tahu, jika minuman itu haram. Karna ibuku seorang ahli majlis ta’lim, sementara ayahku seorang DKM masjid. Jadi mereka selalu menasihatiku dan membimbingku ke jalan yang benar. Hanya saja, aku belum siap untuk hijrah sehingga sering membantah mereka.
“aku pulang duluan ya, ada urusan mendadak!” pamitku langsung saja pergi.
Aku kembali melewati masjid itu, ternyata pengajian sudah usai. Namun terdengar lantunan suara orang mengaji yang terdengar merdu.
“Audzubilahiminasyaitonirojim….” Hatiku bergetar begitu mendengarnya.
“bismillahirahmanirahim…..” Aku terdiam memperhatikan seorang santriwan yang tengah bertilawah itu.
“Ar rahman….” Dia terus saja melantunkan ayat ayat suci Allah Suaranya begitu merdu, dan tiba tiba saja membuat air mataku menetes. Begitu indah ayat ayat yang dia lantunkan, terasa menenangkan kalbu dan membuatku berkeringat dingin.
“Sodakallahuadzim….” Dia langsung mengakhirinya begitu melihatku.
“Asalamualaikum Ukhty!” ucapnya sambil menghampiriku. “waalaikumsalam” jawabku. “kenapa kamu menangis?” tanyanya “surat apa yang kamu baca itu? sangat merdu sampai membuatku menangis” Dia kembali mengukir senyumnya dengan kepala tertunduk. “Surat Ar-rahman” “masyallah, merdu sekali suaramu” “alhamdulillah!” Aku tersenyum tipis dan kembali menatapnya. Namun lagi lagi dia tertunduk seolah enggan menatap mataku.
“maaf, kamu anaknya Pak Amir kan?” tanyanya “iya, namaku Amira!” “kebetulan sekali, Ayahmu mempercayakanku untuk mengajakmu mengaji!” Aku terdiam, rasanya masih jauh dari kata siap. “tapi aku tidak pandai mengaji! aku malu!” “kami semua disini juga sama sama belajar, karna itu kami mengaji…”
Aku masih terdiam dan mempertimbangkan sampai tiba di rumah. Kedua orangtuaku sudah mengabaikanku setiap kali aku pulang malam, mungkin mereka lelah terus menasihatiku yang tak pernah menurut.
“Pak, Buu, besok Amira mau ngaji!” kataku langsung saja mendapat respon baik dari keduanya. “alhamdulillah ya Allah, akhirnya kamu mendapatkan hidayah nak” seru bapak dari arah dapur. “tadi Amira denger santriwan yang ngaji, suaranya merdu sekali… sampai membuat hati Amira bergetar” jelasku. “oh itu namanya Bilal, anaknya pa ustadz” jawab ibu.
Keeseokan harinya, aku segera menemui Wulan dan kami berangkat mengaji bersama malam ini. “Asalamualaikum!” salamku pada mereka yang hendak memulai mengaji. “waalaikumsalam, Alhamdulilah! Amira sudah mulai mengaji!” sahut pak Ustadz merasa senang.
Meski terbata bata, aku tetap berusaha melancarkan bacaan alqur’an ku. Setelah itu, pak ustadz memberikan penjelasan tentang larangan dan perintah allah. Hatiku semakin gemetaran saat mendengar semua dosa yang kulakukan tanpa kusadari. Seperti menebar aurat, mabuk, termasuk membantah kedua orangtua.
hari hari berlalu, semakin banyak ilmu bermanfaat yang kudapat. Aku tidak lagi mengenal rasa gelisah dalam hidup. Pak ustadz selalu mengajarkanku agar hatiku tidak kosong dan selalu dipenuhi dengan dzikir dzikir kepada allah. Alhasil itu membuatku merasa sangat tenang dan damai.
“loh Amira? sejak kapan kamu jadi pake hijab?” tanya Andrian begitu dia berpapasan denganku. “iya, aku ingin memperbaiki diriku jadi lebih baik” senyumku dengan kepala tertunduk. “oh jadi nggak bakal nongkrong lagi dong?” seru Dinda Aku menggelang. “Perbuatan itu dilarang oleh Allah teman teman, karna itu, aku juga ingin mengajak kalian ke jalan Allah, ayo hijrah bersama sama” “Sory, aku ngga bisa, lagian lebih seru nongkrong daripada ngaji! mendingan kamu gak usah so alim gitu deh, biasanya juga kamu kan yang ngajakin!” “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda “siapa saja yang mengajak kepada kebenaran maka ia memperoleh pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya tanpa dikurangi sedikitpun. Dan siapa saja yang mengajak pada kesesatan maka ia mendapat dosa seperti dosa orang yang mengerjakan tanpa dikurangi sedikitpun” (HR Muslim)” jelasku.
Mereka langsung bungkam, hanya silih pandang bergantian lalu menunduk. “kalau begitu, aku tunggu kalian di masjid malam ini ya, Assalamualaikum” pamitku segera pergi.
Aku kembali berjalan lewat masjid. Dan lagi lagi mendengar suara indah milik Bilal. Lama aku mendengarkan sampai akhirnya dia selesai dan aku segera menghampiri. “Asalamualaikum!” “waalaikumsalam Ukhty!” senyumnya “bisakah kau mengajariku?” “tentu saja”
Dan sore itu pun kami mengaji bersama sama. Entah kenapa, perasaan di hati ini tiba tiba datang begitu saja. Yang berasal dari mengagumi aku mulai menyimpan rasa untuk Bilal. Ah tapi kukubur dalam dalam perasaan itu. Bilal seorang muslim yang baik dan ta’at juga pandai mengaji. Sementara aku, muslimah yang masih harus banyak belajar.
Semoga aku bisa Istiqomah dari jalan yang kutempuh ini, dan semoga saja imanku tidak akan goyah manakala ujian datang… Insyallah…
TAMAT
Cerpen Karangan: Aisyah Blog / Facebook: Shinta Meilani
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 10 Oktober 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com