Kehidupan manusia tidak akan terlepas dari berbagai ujian dan cobaan dari Tuhan. Beberapa orang mungkin pernah merasakan atau sedang mengalami fase kehidupan yang berat dan menyakitkan ini. Apalagi bagi mereka yang kurang bersyukur, pasti akan menganggap ini sebagai kutukan. Namun semua itu adalah takdir dari Tuhan untuk menguji kesabaran dan keimanan setiap insan.
“HATI-HATI” itulah suara yang selalu kudengar ketika orangtuaku melihatku bergerak dari tempat duduk. Sebab, Tuhan telah menyembunyikan keindahan dunia ini dari pandanganku.
Aku Ihsan, anak buta dari keluarga yang sederhana. Hidupku tak seindah dan sama seperti mereka. Hari-hariku hanyalah duduk di kursi dekat jendela sambil mendengarkan suara hembusan angin serta kicauan burung bersahutan. Begitu melaskah hidupku, tiada satu orang pun yang berbicara dan menghiburku kecuali kedua orangtuaku. Sungguh berat takdir dari Tuhan untukku. Mungkin setiap insan akan menolak takdir ini apabila mengetahuinya. Tetapi apa boleh buat, ini adalah takdir.
Hari demi hari telah kulewati, keinginan dan harapan mulai muncul dalam benakku. Diumur 7 tahun, aku ingin sekolah, bermain, dan memiliki banyak teman seperti anak-anak pada umumnya. “Ayah, aku ingin sekolah, bermain dan memiliki banyak teman seperti anak-anak lainnya” “Nak, kamu ini buta. Bagaimana kamu bisa sekolah, bermain, dan memiliki banyak teman?” Jawaban ayah membuatku tak berkutik. “Tapi aku ingin sekolah, yah.” “Baik kalo begitu, ayah akan Menyekolahkan kamu” “Iya, yah. Terimakasih”
Keinginanku untuk sekolah, bermain dan memiliki banyak teman akhirnya terwujud. Hari pertama sekolah aku sangat bahagia, karena baru kali ini aku mendengar suara ramai bagaikan pasar. Namun, rasa bahagia itu seakan-akan sirna dengan kata-kata buruk yang temanku lontarkan kepadaku.
“San, kamu buta kok sekolah disini, sana pergi ke panti asuhan saja” Salah seorang temanku yang menghinaku tanpa berfikir sedikitpun. “I…ya” balasku dengan sedikit gagap dan malu dalam hatiku. “Ha… Ha… Ha… Buta kok sekolah” “Ihsan buta… Ihsan buta… Ihsan buta…”
Serentak satu kelas menghina dan tertawa atas kekurangan dalam diriku. Aku pun malu, dan tidak ingin sekolah lagi. Harapan dan impianku kini hilang, sirna, tiada rasa. Hariku kini sama seperti dahulu. Hanya duduk di kursi dekat jendela sambil mendengarkan hembusan angin serta kicauan burung bersahutan. Kali ini aku hanya mampu menggantungkan harapanku kepada kedua orangtuaku. Kehadiran ku hanyalah membuat derita dan sial bagi kedua orangtuaku.
Tak henti-hentinya doa kulantunkan kepada Tuhan, atas kehendak yang aku inginkan. Sholat untuk meminta petunjuk juga aku lakukan. Kuharap Tuhan merubah takdir buruk dalam hidupku. “Ya Allah, berikanlah hamba kekuatan, kesabaran, dan keikhlasan untuk menerima ujian dan cobaan-MU.” Sudah saatnya aku membaringkan tubuh untuk menghilangkan rasa lelah dan jenu dalam diriku. “Ya Allah, semoga hari esok lebih indah dari hari ini” Gumamku dalam hati.
“San, Ihsan bangun, nak. Ayah punya kabar gembira untuk kamu” Teriakan ayah membuatku terbangun dari ranjang tidurku. “Iya, yah. Ada apa?” Jawabku kepada ayah. “Ayah memanggilkan guru ngaji untukmu, kamu akan belajar bersamanya tanpa pergi ke sekolah lagi” “Benarkah… Apakah ayah tidak bohong?” Tatapku dengan serius. “Iya, nak. Ayah tidak bohong” “Alhamdulillah… Trimakasih, yah.”
Akhirnya aku bisa belajar lagi, walaupun tidak di sekolah. Hari pertamaku belajar di rumah dengan guruku sangat menyenangkan, namun lama-lama aku bosan dengan ilmu yang diajarkannya. Dan aku pun bertanya kepadanya. “Wahai guru, mengapa engkau hanya mengajariku ilmu agama. Bukankah ilmu itu cabangnya banyak?” “Nak, Ayahmu menyuruhku untuk mengajarimu ilmu agama agar engkau pandai bersyukur atas nikmat dan cobaan dari-NYA.” Mendengar uacapan guruku, diriku merasa terpukul. “Jika itu keinginan orangtuaku, aku akan melakukannya” Gumamku dalam hati. “Ihsan, dengarkan kata gurumu ini. Jangan putus asa atas ujian dan cobaan yang Allah berikan kepadamu. Jangan merasa bahwa cobaan ini adalah yang paling berat. Banyak orang-orang yang diberikan ujian dan cobaan yang lebih berat darimu, namun engkau tidak mengetahuinya. Bersabarlah dan terimalah takdir ini, tidak akan ada seorang hamba yang mampu menghalangi takdir baik maupun buruk yang Allah berikan kepadanya. Sebab, takdir selalu menang.” Nasehat guruku membuatku semakin terpukul. “Aku berjanji akan menjadi hafidz Qur’an” Gumamku dalam hati.
Rasa bosan dalam hidupku telah terbenam dan tergantikan oleh terbitnya cahaya Al-Quran. Hari-hariku kini dipenuhi dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Quran. Aku sadar bahwa diriku tidak bisa memberikan apa-apa kepada kedua orangtuaku, kuharap dengan menghafal Al-Qur’an aku mampu membahagiakannya. Dan kini sudah saatnya aku belajar dewasa dan memulai hidup baru sebagai diriku sendiri. Aku sangat bersyukur atas nikmat yang Allah berikan kepadaku melalui seorang hamba yang membimbingku kejalan yang benar(HAQ).
Sudah lama aku menghafal Al-Qur’an, hingga saat ini umurku mencapai 25 tahun. Sebagai manusia kita pasti memiliki keinginan untuk menikah, namun keinginan itu dipatahkan oleh keadaan saat ini. Aku sadar bahwa diriku ini buta dan wanita mana yang ingin menikah dengannya. Terpaksa aku harus membujang dan tetap belajar ilmu agama. Tetapi, lama-lama keinginan itu mendorongku untuk melakukanya. Rasa takut membentengi lisan untuk bicara, rasa bingung menahan hati untuk mengungkapkan, dan rasa kebesaran mengikat akal untuk mengaku.
“Ayah, aku ingin menikah” Tanyaku kepada ayah dengan sedikit malu. “Apa kamu bilang?” Jawab ayah dengan nada tingginya, seakan-akan ingin marah. “Aku ingin menikah, ayah” Balasku dengan rasa takut dan malu. “Nak, kamu ini buta, nggak ada kerjaan. Siapa yang mau menikah denganmu. Tetapi, jika ada orang yang simpatik kita bukakan pintu” Sudah kukira, ayah akan mengatakan hal ini kapadaku. “Takdir apalagi yang akan engkau berikan kepadaku Ya Allah” Gumamku dalam hati. “Ya Allah, berikanlah hamba ini petunjuk agar tidak salah dalam menentukan tujuan hidup. Berikanlah hamba pendamping hidup. Karuniakanlah hamba ini wanita yang paling cantik, paling kaya, dan yang paling pintar di kota ini. Hanya engkaulah yang tau mana yang terbaik untukku.” Sholat untuk meminta petunjuk juga setiap malam aku lakukan. Tak bosan-bosan kulantunkan do’a kepada Allah agar segera terkabulkan. Malam telah tiba, waktunya membaringkan tubuh untuk melepas lelah dalam diriku. “Wahai anak muda, jodohmu namanya Aisyah binti Hasan, ayahnya namanya Hasan bin Malik. Dia adalah tokoh masyarakat di kota Baghdad. Besok datang dan lamarlah.” Astaghfirullah… Ternyata aku hanya mimpi, gumamku dalam hati. Lalu kulanjutkan tidur malamku dengan sholat tahajjud untuk meminta petunjuk. Keesokan harinya setelah sholat subuh aku pun bertanya kepada ayah.
“Ayah, adakah kota sebelah namanya kota Baghdad?” “Ada…” Jawab ayah. “Adakah orang namanya Hasan bin Malik?” “Ada… Dia tokoh masyarakat yang kaya raya disana” Jawab ayah. “Adakah anaknya yang namanya Aisyah binti Hasan?” “Ada…” Jawab ayah. “Lamarkan dia untuk saya, ayah.” “Apa kau sadar yang kau ucapkan, nak. Dia itu terkenal dengan kecantikannya, kekayaannya, dan kepandaiannya. Laki-laki yang tampan dan kaya melamarnya semua dia tolak. Sedangkan kamu ini buta, tidak ada kerjaan, kita juga hidupnya pas-pasan. Bagaimana kamu bisa melamarnya” Balas ayahku dengan suara khasnya. “Tetapi ini mimpi, ayah. Dari mana saya tau nama kota itu, saya tidak tau. Kemudian dari mana saya tau nama anak itu, saya juga tidak tau. Ini mimpi suruh saya lamar dia hari ini, ayah” “Baiklah kalo begitu, nanti kita akan melamarnya” Jawab ayah dengan begitu pasrahnya.
Sampailah kita di rumah orang kaya yang akan aku lamar. Kita disambut dengan baik layaknya tamu seperti biasanya. “Iya ada keperluan apa?” Tanya pemilik rumah tersebut. “Ini anak saya Ihsan, matanya buta, tidak mempunyai pekerjaan, tetapi hafal Al-Quran. Entah kenapa dia ingin melamar putri anda, sebab tadi malam dia mimpi suruh melamar putri anda” Jawab ayahku. “Iya, saya terima lamaranmu” Jawab pemilik rumah. “Kenapa anda spontan menerima anak saya?” Tanya ayahku sambil terheran. “Karena tadi malam saya juga mimpi dan mimpi itu mengatakan besok akan datang menantumu. Namanya adalah nama anakmu ini Ihsan bin Ahmad, ciri-cirinya juga seperti dia. Anak buta, hafal Al-Quran, dari kota sebelah atau kotamu.” Jawab pemilik rumah itu. “Subhanallah” Kata ayahku sambil mengelus dadanya. “Tunggu sebentar, saya akan tanyakan putriku terlebih dahulu. Jika dia mau maka silahkan tetapi jika dia tidak mau ya… mohon maaf” Pemilik rumah itupun menanyakan perihal lamaranku kepada putrinya. Masuklah pemilik rumah ini ke kamar putrinya. Sama seperti biasanya, setiap kali ada seorang laki-laki yang ingin melamar putrinya, pasti pemilik rumah tersebut menanyakan apakah dia mau menerima lamaran itu.
“Nak, dikota sebelah ada seorang laki-laki namanya Ihsan bin Ahmad, dia matanya buta tetapi hafal Al-Quran. Dia ingin melamarmu, apakah engkau mau?” Tanya ayahnya kepada putrinya. “Terima lamarannya, ayah. Nikahkan saya dengannya” Jawab putrinya. “Mengapa engkau mau menikah dengannya, sedangkan engkau belum melihat orangnya?” Tanya ayahnya sambil terkejut, sebab setiap laki-laki tampan dan kaya ingin melamarnya pasti ditolak. Sedangkan laki-laki ini nggak ada kerjaan, buta matanya, tapi mengapa putrinya mau menerimanya. Gumam ayahnya dalam hati. “Tadi malam dalam mimpi saya mengatakan, bahwa akan datang jodohmu besok, namanya Ihsan bin Ahmad dari kota sebelah, matanya buta, hafal Al-Quran dan terimalah lamarannya. Karena itu suami terbaik untukmu” Kata putrinya. “Baiklah kalo begitu” Setelah itu pemilik rumah tersebut menghampiriku dan menerima lamaranku. Dan akhirnya aku menikah dengan anak saudagar kaya yang paling cantik, pandai, dan kaya.
Sungguh bahagia diriku setelah menikah dengannya. Kekurangan dalam diriku telah tertutupi dengan hadirnya bidadari syurga yang Allah Takdirkan untukku. Telah kutemukan separuh hidupku yang dulu hilang entah kemana. Kegelapan telah sirna dengan hadirnya cahaya dari Tuhan. “Ya Allah, kuyakin bahwa takdirmu lebih baik dari semua yang aku inginkan. Berikan aku kekuatan untuk memahami ini sebagai anugrah dari-Mu.”
Dulu aku selalu menyalahkan Allah atas Takdir buruk yang diberikan kepadaku. Sekarang aku mengerti bahwa Allah mencintai hamba-Nya dengan perantara ujian dan cobaan, jika dia sabar maka Allah akan menggantinya dengan kebahagiaan yang tak terhingga. Namun, jika dia berdusta dan keluar dari jalan Allah, maka sungguh siksa api neraka telah menantinya. Sungguh benar ucapan guruku waktu itu, bahwa “TAKDIR SELALU MENANG”
Tuban 8 Agustus 2021
Cerpen Karangan: Sutoko Hai nama saya Sutoko. Lahir di Tuban 03 September 2005. Sekarang saya tinggal di jln.Kedaton, Dsn.Kedaton Rt.01 Rw.09, Ds.Lerankulon, Kec.Palang, Kab.Tuban. Saat ini saya bersekolah di SMA NEGERI 3 TUBAN dan tepatnya duduk di bangku kelas 10. Walaupun saya laki-laki, saya lebih suka memasak, menulis, mendengarkan cerita, dan cita-cita saya ingin menjadi seorang Abdi Negara dan pebisnis.
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 7 November 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com