Aku sangat benci suasana ini. Aku bosan dengan hidupku. Pacarku bernama Zafrel sangat baik. Menganggap bahwa dia sempurna, punya segalanya. Namun suatu hari Zafrel memutuskan hubungan kami. Hatiku hancur berkeping. “Kenapa kita harus putus?”
“Bukan maksudku melukai kamu, tapi aku… aku…” “Aku apa? Ha jawab jangan ada yang kamu tutupi dari aku.” Mobil sedan jazz terparkir di sekitar jalanan ibu kota kami sedang berhenti. “Ada suatu hal, yang belum bisa aku jelaskan ke kamu.” “Pengecut, aku mau turun aku naik taksi saja.” jawabku kesal pada Zafrel. Sedangkan Zafrel memukul setir dengan emosi. “Argh… seharusnya aku bisa jujur, ternyata susah untuk mengatakan sebenarnya.” Perlahan Zafrel mengemudikan mobil, meninggalkan tempatnya merenung.
Sama sekali belum menemukan taksi. Aku terpaksa naik angkot. Di sana aku bertemu sama seorang lelaki menyebalkan kerjanya berceramah terus. Dia melirik pakaianku terlalu terbuka. Menjelaskan sebuah kalimat paling aku benci. Itu sangat menggangu ketenanganku.
“Seluruh tubuh wanita adalah aurat, wajib atasnya untuk menutupnya kecuali wajah dan kedua telapak tangannya, Allah Ta’ala berfirman: “Janganlah para wanita menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak darinya.”, yaitu jangan menampakkan tempat-tempat perhiasannya kecuali wajah dan kedua telapak tangan, sebagaimana yang diriwayatkan hal itu secara shahih dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan Aisyah.” [1]
Memutuskan turun ketika rumahku berada di samping gang mulai terlihat. “Kiri Bang…” jawab aku santai. Tanpa berniat membalas perkataan dari lelaki tadi.
“Di kasih ceramah malah turun, dasar anak gak tau sopan santun.” balas seorang Ibu paham kelihatannya dia juga punya anak gadis. Masih belia tetapi susah di atur. “Sudahlah Bu gak papa, saya jadi gak enak sudah ceramah dadakan di angkot.” Di perempatan jalan Emir turun membawa tas dan memegang tasbih berserta buku islami bacaanya karya Quraish Shihab. Buku tebal itu selalu menjadi tentengan di mana pun berpegian. Menurutnya Islam dipelajari di mana saja cocok. Baru sadar kalau ponselnya tertukar dengan gadis tadi. Dan belum tau cara mengembalikannya.
Rasanya aku ingin marah pada seluruh dunia. Saat itu aku belum memakai jilbab. Dan aku tidak tahu caranya untuk bersyukur karena Hidupku seakan berantakan. Tercetus rasa ingin pindah jurusan ke tempat lain. Supaya kenangan ini bisa lenyap. “Bun…”
“Aku mau pindah kuliah ke Yogyakarta.” “Kamu lebih baik di sini Nak,” jawab Bunda Lola. “Kenapa?” tanya aku marah. “Karena kamu, harus di sini sama Bunda…” “Bunda kenapa selalu ngatur hidup aku?” “Sayang kami cuma mau yang terbaik buat kamu.” ucap Fadly sang Ayah. “Acha Syakilla Naufa dnegerin kata Ayah Bunda, kalau nggak Kakak bakalan seret kamu ke pesantren.” Romi kakaknya sedang mengerjakan skripsi jadi terganggu.
Di dalam kebimbangan aku terus menatap langit kamarku. Sembari membuka buku diary. Aku menuliskan semua yang aku rasakan hari ini. Buku bersampul hijau menarik mataku menulisnya.
Dear Diary Ayah dan Bunda jahat sama aku, gimana aku bisa berkembang aku cuma ingin move-on melupakan kenangan bersama Zafrel mereka jahat, apa mereka tidak sayang sama aku?
Acha Syakilla Naufa
Menutup lembar diary aku bergegas ke kamar mandi melakukan skin-care. Di hari berikutnya Ayah sedang meminum teh hangat. Tiba-tiba dadanya sesak. Kemudian ia terjatuh. Hatiku teriris. Kenapa cobaan begitu banyak menghampiriku? Sekarang Ayah kritis di rumah sakit. Kondisi jantungnya melemah. “Maaf nyawa suami anda tidak bisa tertolong, dan ia menitipkan ini pada saudari Acha.” ujar dokter menyerahkan selembar kertas.
Astaga aku hancur setelah tahu semua ini. Ayah menyuruhku untuk bertemu seorang lelaki yang baru saja selesai menempuh pendidikan pasantren.
Seminggu sudah setelah kepergian Ayah hari-hariku dipenuhi penyesalan. Tapi aku tidak mau di jodohkan sama cowok aneh itu. Kami akhirnya dipertemukan sore itu di rumah bersama Bunda, Kakak.
“Kenalkan aku Emir Jamal.” lelaki itu tersenyum padaku. “Ini ponsel lo, gue gak niat ambil.” ujarku mengembalikan. “Gak papa, makasih sudah merawat.” Kami terdiam cukup lama setelah obrolan itu. Emir memperhatikan isi ponselnya membuka sesuatu yang tidak aku mengerti.
Semakin hari aku terus mengenal sosoknya. Kadang aku dan dia berselisih paham banyak mengajari aku soal Islam. Tapi aku bandel, tidak mau mengenakan hijab.
Hendak ke toko buku aku menemukan buku tebal berjudul La Tahzan. Aku mengambilnya sembari membuka sampai aku pun bertanya. “Lo tau apa itu hadist?” “Hadits, disebut juga sunnah, adalah perkataan, perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad yang dijadikan landasan syariat Islam. Hadis dijadikan sumber hukum Islam selain al-Qur’an, dalam hal ini kedudukan hadis merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an.” “Hubungan sama Al-Qur’an tuh apa?” tanyaku balik. “Hubungan antara Al-Hadits dengan Al-Qur’an ialah : -Hadits menguatkan hukum yang ditetapkan Al-Qur’an. -Hadits memberikan pengecualian terhadap penguasaan Al-Qur’an yang berisifat umum. -Hadits menetapkan hukum baru yang tidak ditetapan oleh Al-Qur’an.” ujar Emir menjelaskan.
Aku mendapatkan banyak ilmu. Namun kenapa sulit buatku memperbaiki diri. Sampai Zafrel datang padaku dan meminta kembali. Bingung aku tidak tahu akhirnya menjawab jujur, “Almarhum Ayah sudah menjodohkan aku sama orang lain, dan dia jauh lebih baik.” “Tapi aku masih mencintai kamu.” Airmataku jatuh.
Kenapa baru sekarang dia datang lagi? Setelah semua yang terjadi. Rasanya sulit untuk aku memilih. Yang satu begitu baik, sedangkan Zafrel adalah cinta pertama di hidupku.
Perlahan kubenamkan wajah di kamar sembari menangis. Semua terasa berat bagiku. Aku mencoba membuka Al-Qur’an membaca setiap ayat suci di dalamnya. Hatiku bergetar.
Setelah selesai aku memutuskan ke minimarket membeli ice-cream. Aku melihat Emir bersama gadis cantik berkerudung pink. Mereka terlihat berbincang meski jaraknya jauh. Tapi obrolan mereka sangat intens. Aku cemburu. Dan berlari dari sana. Perlahan aku membuang buku yang pernah diberikan Emir soal Islam. Hatiku sudah malas mengenal Islam. Di tengah jembatan aku berdiri dan bertemu Zafrel.
“Kalau kamu serius cepat nikahi aku.” “Eng… awalnya aku mau begitu tapi Bilqis hamil dan aku harus bertanggung jawab.” Rasa kecewa aku kian bertumpuk. Semua lelaki pengkhianat. Aku benci cinta. Kubentak pundak tubuhnya. Penuh emosi. Aku lupakan semua rasa sedih, marah, kecewa. Namun tak ada perubahan pasti darinya.
Di dalam kesunyian batin aku bertemu lagi pada Emir. Lelaki itu sedang menikmati segelas kopi dan menjelaskan sesuatu pada seseorang yang aku pernah temui di jalan. Emir sangat pandai berbicara. Sehingga tak sadar aku terenyuh. Kudekati mereka. Tapi langkahku terhenti. “Jujur aku suka sama Kakak—” Belum sempat berbicara. Aku sudah pergi duluan. “Tapi aku sadar cinta kakak bukan untukku aku ikhlas kakak memilih jalan hidup kakak.” ujar gadis bernama Riana Khalifah.
Setelah Emir pergi. Riana cuma bisa menangis dadanya sesak. Sangat hancur terluka. Mungkin dengan menerima semua akan baik-baik saja. “Kalau kakak bahagia sama wanita itu, aku bisa tersenyum.” Melerakan dengan hati lapang.
Emir mendatangi rumah tapi aku malah mengunci pintu tidak ingin bertemu dengannya. Perlahan aku mulai berhijrah tanpa dorongan siapa pun. Aku memakai jilbab. Mengikuti kegiatan kajian Islam. Aku mencoba melupakan hal berhubungan dengan cinta sampai di mana aku bertemu lagi sama Emir. Takdir terus berdatangan aku sama Emir selalu saja bertemu.
“Ngapain di situ mana cewek kamu itu?” “Siapa?” “Itu yang pakai jilbab,” “Jadi selama ini kamu salah paham Riana itu udah nikah sama Permana.” “Astagafirullah, kamu bercanda tidak kan?” mataku membulat mendengar kabar ini. “Nggak aku serius kok.”
Suara adzan menggema kami sama-sama melaksanan ibadah sholat. Rasanya senang bisa mengenal Emir. Kebahagian muncul dari hati paling dalam di mana sebuah rumah nyaman tempatku berpulang sudah ketemu.
Sesuai pesan Ayah di wasiat aku membaca ulang sambil duduk bersama calon imanku. Pesan itu sangat begitu indah. Menyentuh kalbu.
Assalamualaikum Untuk ananda putri tercinta aku ingin kamu menemukan pendamping yang bagus imannya. Bukan sekedar cowok tampan tapi tidak bisa membimbingmu ke surgaNya. Ayah bukan bermaksud mengatur jodoh kamu. Hanya saja Ayah sudah punya pilihan dan insyallah dia terbaik. Dan kalian bisa bersama saling mengenal. Satu pesan Ayah jangan lupa bahagiakan mama, karena ketika kami pergi semua akan menjadi penyesalan.
Salam Salman Rudyatmo
Membuka surat tersebut airmataku jatuh. Ternyata apa yang Ayah bilang benar? Tidak selamanya diperkenalkan jodoh itu buruk. Emir cowok terbaik yang akan membawaku pada tuntunan agama.
Selesai
Cerpen Karangan: Hardianti Kahar Blog / Facebook: TitinKaharz
Nama: Hardiantikahar Panggilan: Titin Umur: 27 Tahun Wattpad: @titinstory Silakan kunjungi bagi yang mau baca karya aku terbaru ada DITA & DEVANO
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 13 November 2021 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com