Dua orang gadis berpakaian terbaik dan masih tercium aroma kainnya hingga terbawa olah angin hingga ke penjuru kota, baru saja keluar dari pelataran gereja yang berada di tengah kota. Jaraknya hanya selemparan batu dari Kantor Balai Kota. Suara lonceng berdentang beberapa kali pertanda Misa sudah selesai. Gadis pertama memiliki muka bundar dan rambut panjang yang diikat dengan kain pita. Wajahnya yang teduh membuat orang yang memandangnya akan merasa sejuk hatinya. Senyumannya begitu menawan membuat pemuda manapun yang melihatnya akan langsung jatuh hati. Sementara gadis yang kedua memiliki wajah agak lonjong dan rambut sebahu. Keduanya sama-sama menyandang tas.
Ketika mereka hendak berjalan menuju ke arah mobil yang diparkir di tepi jalan di depan pagar gereja, sesosok pemuda yang tidak kelihatan wajahnya dengan kecepatan seperti seorang ninja langsung menyambar tas kulit warna pink gadis berambut panjang itu. Sadar kalau tasnya disambar orang tak dikenal gadis itu berteriak maling. “Maling! Maling! Maling!” Gadis yang kedua terlihat panik sekaligus ketakutan.
Orang-orang yang seperti baru sadar dari hipnotisnya pun berhamburan ke arah gadis itu. “Pergi ke mana malingnya?” “Di mana malingnya?” Gadis itu menunjuk ke arah kiri. Namun saat puluhan pasang mata memandang ke kiri, mereka sama sekali tidak melihat apa-apa selain kegelapan. Lampu jalan yang remang-remang memang membuat pandangan menjadi sedikit kabur. Pencuri itu telah raib ditelan oleh kegelapan. Mendung kesedihan di malam Natal pun langsung menyelimuti wajah dan hati gadis itu.
Sesampai di rumahnya, para tetamu mulai berdatangan untuk silaturrahmi. Mereka saling berjabat tangan dan berpelukan dengan saling mengucapkan selamat hari raya Natal. Lalu mereka duduk di ruang tamu dalam suasana kekeluargaan sambil menikmati aneka rupa kue kering dan basah serta aneka makanan yang telah disiapkan oleh tuan rumah. Dekorasi Natal menghiasi rumah tersebut. Lengkap dengan pernak-pernik dan pohon Natal yang tinggi menjulang. Konon pohon Natal tersebut pertanda sebagai hari kebahagiaan, suka cita. Sama dengan umat Islam ketika merayakan hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha. Sambil bersalam-salaman dan bermaaf-maafan mereka merayakan hari raya dengan penuh suka cita.
Namun tidak dengan gadis itu. Dia pulang dengan raut muka dibungkus mendung kesedihan. Keluarganya bertanya-tanya apa yang telah membuatnya sedih? Lantas gadis itu menceritakan bahwa baru saja dirinya mengalami pencurian. Tasnya dirampas oleh seorang pencuri yang dia sendiri tidak tahu seperti apa pencurinya. Pencuri itu datang secara tiba-tiba seperti malaikat kematian yang tiba-tiba mengambil nyawa seorang manusia. Tanpa aba-aba. Dia menangis di hadapan keluarganya. Tapi tidak dengan pemuda tampan yang mengenakan jas biru tua yang duduk di sebelah ayahnya. Sorot matanya tajam. Mukanya dipenuhi dengan amarah. Lalu dia meminta izin dari papa si gadis untuk mengajaknya ke balkon rumah.
“Maaf, Om. Boleh saya minta izin sejenak untuk mengajak Sheila ke balkon rumah?” Pemuda itu meletakkan gelasnya di atas meja dan meminta izin. “Tentu saja boleh. Silakan! Kamu kan calon suaminya Sheila?” Papa gadis itu meletakkan gelasnya dan mengizinkan pemuda itu membawa anak gadisnya.
Di balkon rumah lantai dua pemuda itu bertanya pada gadis itu soal tas yang dicuri oleh pencuri tersebut. “Bukankah kamu menyimpan perhiasan yang aku berikan padamu tadi sewaktu kita bertemu di depan gereja?” Pemuda itu melotot tajam pada gadis bernama Sheila itu. Gadis itu mengangguk. “Apakah kamu, kalau gelang dan kalung emas yang bermandikan permata itu limited edition yang sungguh mahal harganya. Semuanya seharga lima puluh juta!” “Maafkan aku. Tapi aku tidak sengaja.” “Maaf. Maaf. Kamu sungguh ceroboh! Bagaimana nanti kalau kamu sudah menjadi istriku?” Gadis itu merasa sakit hati dengan ucapan pemuda itu.
Satu bulan kemudian, seorang pemuda datang ke sebuah rumah atas permintaan majikan toko pecah belah di mana selama ini dirinya bekerja. Katanya, salah seorang keluarganya yang Muslim sedang mencari seorang guru yang bisa memberinya pemahaman tentang Islam yang sebenarnya. Pemuda itu disambut baik oleh gadis berambut panjang itu.
“Mau mencari siapa, Mas?” Gadis bernama Sheila itu bertanya dengan membukan pintu gerbang. “Maaf, apakah betul ini rumahnya Bu Siti Maryam?” Pemuda itu balik tanya. “Betul. Maaf, ada keperluan apa ya?” “Saya diminta oleh Bu Kiem untuk menemui Bu Siti. Katanya beliau lagi mencari seorang guru untuk belajar agama Islam?” “Oh betul sekali. Apakah mas adalah orang yang dikirim oleh Tante Kiem?” “Betul sekali, Cik.”
Lalu pemuda itu dipersilakan masuk ke dalam rumah besar laksana istana tersebut. Dan di ruang tamu, dia dipertemukan dengan seorang perempuan yang menganut agama Islam satu-satunya di rumah tersebut. Mukanya khas Oriental. Pemuda itu memperkenalkan dirinya pada perempuan cantik itu. “Ustaz, saya ingin menanyakan beberapa hal kepada Ustaz tentang Islam. Apakah Al-Qur’an yang diberikan kepada Nabi Muhammad Saw, sebagai mukjizat itu adalah bukti nyata sebagai kenabian beliau?” Dengan penuh kelembutan pemuda itu mengulum senyum. “Apakah Ibu masih ragu kalau Al-Qur’an itu adalah mukjizat yang besar, yang tidak dirubah atau dirusak bahasanya oleh siapa pun?” Pemuda itu mengulum senyum. Dia melanjutkan,”Apakah Ibu tahu, apakah makna rahasia Alfatihah? Kenapa surat pertama dinamakan Alfatihah? Kenapa harus berhuruf awalan “A”? Apakah Ibu tahu apa yang dimaksud dengan Al-Qur’an? Apakah Alim, Lam, Mim itu? Apakah Ya Sin itu?” “Dengan begitu, tidak ada keraguan sedikit pun bahwa Al-Qur’an adalah kalamullah, bukan buatan Nabi Muhammad Saw. Dan saya berislam dengan kaffah.”
Selesai memberikan pengetahuan tentang Al-Qur’an dan Islam yang benar kepada Ibu itu, saudaranya menuturkan soal permasalahan hidupnya. Termasuk bisnis toko emasnya yang mengalami kerugian besar. Dengan mudah pemuda itu mengatakan bahwa salah satu orang kepercayaannya telah berkhianat. Dan benar saja, ketika pemuda itu menyusup masuk menjadi karyawan toko emasnya, ditemukan bahwa orang kepercayaannya, yaitu Ezkiel telah menilep keuangan toko ke kantong pribadi.
Mengetahui akan hal itu, papanya Sheila melaporkan Ezkiel ke polisi dan memecatnya dari kerajaan bisnisnya. Juga rencana pernikahannya dengan Sheila dibatalkan, dan ia berencana akan menjodohkan Sheila dengan pemuda bernama Fauzan itu.
Pada suatu malam, ketika Fauzan makan berdua dengan Sheila, dia menceritakan tentang masa lalunya. “Dulu, pada malam Natal, aku nekat mencuri. Aku merampas sebuah tas yang isinya ternyata perhiasan mahal. Namun aku tidak menjualnya. Aku nekat mencuri karena lapar.” Fauzan menangis, “Lalu, pada suatu malam aku bermimpi bahwa aku akan bertemu dengan seorang perempuan yang mirip dengan Khadijah, Sang Mawar Gurun Pasir. Dan mawar itu adalah kamu.”
Cerpen Karangan: Khairul A.El Maliky Blog / Facebook: @khairulazzamelmaliky Kota Pengasingan, Desember 2021 Khairul A El Maliky, Penulis. Cerpen ini merupakan ide awal dari Penggarapan novelette Ketika Cinta Berbuah Dusta (Segera).
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 30 Januari 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com