Sebuah rasa memang tercipta tiada sangka Mengenal saja tidak, jauh harap untuk memiliki Tak bisa diabaikan, saat pertama kali berpapasan Sudah menarik perhatian. Adakah kalian yang sama? Terkagum pada seorang manusia, yang asing. Tentu saja asing, tidak tahu namanya, tidak tahu kelas berapa, namun yang terpenting adalah Ia satu sekolah denganku.
Hari ini adalah hari senin, setelah dua hari berlibur, rasanya, kaki ini seperti ada besi yang menahan untuk pergi berangkat ke sekolah. Tapi, aku tidak boleh malas, aku punya impian dan cita-cita. Tentunya dengan slogan yang selalu tertanam dalam hatiku “Anakmu kelak, harus lahir dari rahim seorang Ibu yang cerdas dan berpendidikan”. Jauh bukan?, udah ngomong-ngomong anak pula. Mau bagaimana lagi, tapi itu membuatku semangat.
Namaku Meyra Anafita, orang-orang menyebutku Mey. Jadi, kalian bisa panggil aku Mey. Hari senin ini, seperti biasanya, melaksanakan upacara bendera. Dan ya, sekolahku sudah menerapkan aturan full day school. Jadi, setiap hari senin sampai dengan hari jumat, aku pulang pukul 15.30. Ya, shalat dzuhur berjamaah di Masjid sekolah. Kala itu, pertama kalinya bertemu dengannya, berpapasan. Sejak hari itu juga hariku berbeda, rasa yang tidak pernah ada sebelumnya, kali pertama bertemu melihatnya, dengan wajah basah bekas air wudhu, sejak saat itu, kisah hidupku berubah.
“Woy! Mey, buruan pake sepatu, lapar aku belum makan.”. Itu adalah Zahra, teman sebangkuku, mengingatkan. Ternyata sejak tadi aku melamun. Halah, perasaan macam apa itu?!. Hari ini ada pelajaran Biologi, besok kami akan praktikum Uji Makanan. Sebab itu, hari ini, pulang sekolah aku langsung pergi ke pasar.
Sumpek, Bau, Gelap, riuh piuk suara pedagang terdengar saling menawarkan, ada yang sedang bercanda tawa dengan pedagang lainnya, perdebatan antara pedagang dan pembeli, suara klakson mobil dan motor terdengar keras saling berganti. “Bu, Jeruk sakilo sabaraha?” kataku “Nuju awis neng ayeuna mah 25 sakilo.” Mundur aku kalau soal tawar menawar, kuserahkan pada Zahra. Sejak kecil, aku paling malas dan bahkan selalu menolak kalo diajak Bunda ke pasar. Ya Mau bagaimana lagi, aku tidak suka.
Setelah membeli beberapa hal yang dibutuhkan lainnya, kami pulang. Sepanjang perjalanan, aku memikirkan sesuatu yang belum pernah aku rasakan, berdegup rasanya, orang bilang, ini namanya jatuh cinta, merusak pikiran, bikin jadi ga fokus. Ah, sudahlah, nanti juga hilang. Pulang sekolah, seperti biasanya mandi, shalat, mengerjakan tugas. Bukan begitu? Sebentar lagi ujian kenaikan kelas.
“Assalamu’alaikum, Bun.” “Kok, pulangnya sore nak?” Sambil mencium tangan aku menjawab “Iya bun, tadi ke pasar dulu sama Zahra, besok ada praktikum Biologi. Maaf tadi mey lupa ga chat dulu bunda.” “Oh, dari pasar, pantesan bau.” Dengan senyum pepsodent, bunda tersenyum menampakkan gigi. “Huhuu iyaa ini mau mandi.” Jawabku
Tidak ada yang berubah dengan kebiasaanku, namun berbeda dengan perasaanku, seumur hidup, sumpah, aku belum pernah merasakan hal seperti ini, muncul banyak pertanyaan yang terus menghantui, pertanyaan pertanyaan seputar tentang dia.
Satu minggu berlalu, upacara telah tiba, praktikum senin lalu berjalan dengan baik, namun seminggu itu aku tidak bertemu lagi dengannya. Memang ya, berharap sama manusia selalu berujung kecewa. Upacara kali ini, aku menyadari satu hal, bahwa aku tidak melihatnya di lapangan, lagi dan lagi, aku berharap. Tapi, aku dapat kesimpulan, ternyata dia kakak kelasku. Ya, karena di Sekolahku, kela XII tidak melaksanakan Upacara, mereka bimbingan di kelas masing-masing. Huffttt, perasaan macam apa ini, terus-terusan memaksakan diri untuk mencari informasi dan bertanya tanya tentangnya.
Hari ini, pulang sekolah, Zahra mengajakku ikut kajian di masjid sekolah. Aku ikut-ikut saja, toh besok gak ada PR dan ulangan. Materi kajian ini judulnya menarik “Lepaskan, maka kau akan dapatkan”. Setelah shalat ashar, aku dan Zahra tetap berada di Masjid, sedikit berbincang dan tiba-tiba rombongan laki-laki datang, lihatlahh, dia ada disana, tolong, jantungku. “Woyy, liatin apa?” Zahra menepuk pundakku. Aku langsung mengalihkan pandangan. Kajian pun berlangsung dimulai, dari sesi pembukaan, materi kajian, dan tibalah sesi pertanyaan. Hingga salah fokus ku terulang lagi, lihatlah, dia mengacungkan tangannya sambil bertanya “Kak, perihal perasaan, kita tau bahwa Islam melarang untuk mendekati zina, contohnya pacaran. Lalu, bagaimana supaya kita tidak terhantui oleh perasaan yang belum waktunya untuk direalisasikan dan agar tetap selalu istiqomah di jalanNya?”. Katanya
Kalian tau apa yang aku rasakan? Duarrrr sekali, keringat dingin, Kegeeran sih lebih tepatnya. Hingga penceramah pun menjawab “Bismillah, saya coba jawab, begini saja, perihal jodoh, rezeki, dan maut sudah Allah tentukan, dan perihal perasaan coba tengok judul pembahasan kita kali ini “lepaskan, maka kau akan dapatkan” Apa maksudnya? Ya, kita tak harus berpacaran dengannya, yang jelas jelas dilarang oleh agama, tak harus berduaan dengannya, cukup lepaskan dan percayakan, jika nantinya bukan dia yang kamu dapatkan, maka yang lebih baik yang akan kita dapatkan, Dan poin terpentingnya, kita tidak boleh berharap kepada manusia, berharap itu hanya kepada Allah saja. Mari kita sejenak singkirkan dulu perasaan-perasaan itu demi menggapai tujuan akhirat kita, jangan sampai memikirkan sesuatu yang bisa membuat kita lalai terhadap perintahnya. Setelah kamu percaya, dan hanya berharap kepadaNya, perbaiki diri, doakan, tikung di sepertiga malam.” Suasana kajian menjadi riweuh dengan siswa siswi yang tertawa.
Begitulah, setelah perasaanku teombang-ambing, tercabik-cabik, meletus-letus, ternyata belum waktunya. Setelah kajian itu, sejak hari itu, hatiku menjadi lebih tenang, dan aku lebih memilih melepaskannya, ya melepaskan sesuatu yang belum pernah kugenggam sebelumnya, berusaha menyibukkan diri, dan memperbaiki diri, walau sampai saat ini, aku belum tahu namanya, tentunya Ia kembali menjadi orang asing bagiku, karena perlahan, aku bisa melepaskannya.
Waktu berganti sangat cepat, hari ini aku sudah duduk di kelas 3 SMA, masih dengan teman-teman yang sama, karena tidak dipecah sih di sekolahku, jadi 3 tahun bersama, bareng-bareng, kelas 3 SMA, yang sama dengan posisiku, mari acungkan tangan.
Ujian Nasional di depan mata, Ujian sekolah, Praktikum, belum lagi, harus benar-benar matang mempersiapkan SBMPTN dan tes lainnya, bagi yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi negeri. Sudah saatnya, mengurangi main-main, masa depan di tangan kita, usaha dan doa itu urusan kita, tapi ingat hasil Allah yang tentukan.
Hayoolooh, jangan berharap aku akan menjelaskan si makhluk asing itu. Dia sudah lulus, tidak ada yang aneh, tidak ada yang perlu diceritakan lagi. Dia tidak tahu aku, aku pun tidak tahu dia, dan akan tetap begitu. Sudahlah, aku ingin berbenah diri, mempersiapkan diri menuju Universitas impian. Rutinitasku semakin padat, les menjadi setiap hari, dan Alhamdulillah Allah memberiku sahabat yang selalu mengingatkan dan mengajakku menuju jalanNya, ya, Zahra, selalu mengajakku untuk menyempatkan diri untuk mengikuti kajian, iyaa, kajian di sekolah, setiap hari Jumat. Jangan harap kalian akan menemukan kisah makhluk asing itu lagi ya, dia sudah lulus, tidak mungkin balik lagi kesini.
Waktu demi waktu, berlalu amat begitu cepat. Atas izin dan pertolongan Allah, aku lolos SBMPTN jurusan Psikolog Universitas Padjadjaran. Kini, Aku sudah berada di lingkungan yang baru, guru baru, suasana baru, umurku sudah 21 tahun, dan aku merantau, mengontrak di dekat kampus. Masa kuliah, hilir mudik orang bergandengan, berboncengan bersama pasangan, berpacaran. Namun, aku memilih untuk tidak seperti itu, toh itu melanggar perintahNya.
Tahun demi tahun sudah kulalui, kelulusan kuliah, lulus menjadi sarjadi, dengan cumlaude. Alhamdulillah. Kini, umurku 24 tahun, target menikah, Alhamdulillah aku pun sudah mendapatkan pekerjaan di salah satu perusahaan.
Tokkk… tokk… tokkk suara pintu Aku beranjak dari tempat tidurku, untuk membukakan pintu, cringgg… kalian tau siapa yang datang sore-sore begini? Ya, makhluk asing itu, kini berada di hadapanku, dengan badan tegap, lebih tinggi dariku, rambut rapi, daaann wangi. Aku mematung.
“Assalamu’alaikum” katanya “Wa’alaikumussalaam, eh.. tunggu.. Buuun, ini ada tamu.” “Suruh masuk nak.” Ucap bunda. Dan aku pun menyuruhnya masuk, dia datang sendiri. Setelah Ibu dan Ayah duduk di ruangan tamu, kebetulan hari ini ayah libur, jadi ada di rumah. Sementara itu, Aku ke dapur lalu kembali lagi untuk membawakan minum. Kalian tau apa yang kurasakan? Seperti tersambar petir, dan tanpa basa basi, Ia berbicara kepada kedua orangtuaku, dengan bermaksud niat baik, untuk melamarku..
Setelah seminggu, aku meminta dan berdoa kepadaNya, dan Ya aku memberikan jawaban Ya, pada makhluk asing itu. Yang kini sudah bukan makhluk asing lagi, dia suamiku, namanya? Hanif..
“Kita sudah sama-sama mengaminkan untuk dipertemukan di versi terbaik masing-masing. Namun, jika pada akhirnya bukan aku, ataupun kamu, itu berarti yang lebih baik menurutNya…”
Cerpen Karangan: Raisya Ramadhina bismillah.. haii panggil saja aku sang “katanya” karena aku menulis banyak berdasarkan pengalaman orang, pengalamanku juga ada sih. Saat ini aku mahasiswi semester 3 dan aku mengambiljurusan pendidikan guru sekolah dasar, sang anak tunggal yang memiliki banyak kucing. Tulisanku, selalu aku semogakan dapat bermanfaat untuk orang lain, dan tentunya untukku sendiri, jangan lupa tersenyum, selamat berlarut larut dalam tulisan, tuangkan setiap momen berharga mu melalui karyamu.. see youu, hatur nuhun…