“Jangan macam-macam!” Peringat Anin memicing kepada suaminya yang sedang melipat jas hujan. “Iya!” “Jangan kebawa-bawa buat lakuin yang aneh-aneh!” Peringat istrinya lagi. “Iya istri!” “Jaga mata!” “Oke!” “Jaga hati!” “Siap!” “Jaga dompet!” “Pasti!” “Jaga shalat!” Danu tersenyum manis dengan mengeratkan rahangnya karena gemas. “Iya sayang!”
Sore ini, setelah hujan reda, Danu hendak menghadiri acara reunian teman kampusnya di salah satu Kafe yang telah mereka sewa untuk acara semalaman suntuk. Tapi, syarat Danu bisa ikut hadir di acara itu adalah dia harus tetap pulang meskipun acara digelar hingga tengah malam. Danu pun mengiyakan syarat dari istrinya dengan senang.
Untuk terakhir kalinya Danu memasang helm kemudian menyalakan mesin motor. Melangkahkan kaki menuju sang istri, dia mengecup keningnya dan mengecup singkat bibir istrinya yang berwarna merah marun. Kontras dengan kulit wajahnya yang putih alami.
“Berangkat dulu, ya!” Pamitnya yang langsung diangguki Anin. “Hati-hati, Mas!” Ucapnya yang diangguki Danu kemudian motornya menjauh meninggalkan halaman rumah yang basah oleh air hujan.
—
“Ayo lah Dan, lo udah lama nggak minum, masa cuma segelas aja lo nggak mau?” Bujuk Daniel ketika ia menyerahkan segelas alkohol tapi Danu menolaknya. “Sorry, Bro, gue udah nggak minum!” Sejak Anin hadir di dalam kehidupannya, Danu sudah meninggalkan barang haram itu. Dia bertobat. Dia insaf. Memilih untuk bermusuhan dengan minuman memabukkan itu. Daniel tersenyum meremehkan. Sedikit oleng, dia mendengus kesal. “Cupu, lo!” Umpatnya sambil menenggak kembali minumannya yang baru dituang pelayan.
Alunan musik mengentak di ruangan itu bercampur asap roko*k dan bau alkohol. Meskipun ada minuman aman lain yang disediakan, tetapi kebanyakan dari mereka lebih memilih alkohol karena suasana pas malam minggu, hari yang tepat untuk bersenang-senang setelah 5 hari bekerja.
Disaat sedang asyiknya mengobrol, ponsel Danu berdering. Menampilkan nama sang istri sebagai pemanggilnya. Danu izin menghindar keluar demi bisa mendengar suara istrinya dari telepon. Iseng, Daniel yang melihat Danu keluar menyuruh pelayan untuk membuang air mineral di botol Danu, dan menggantinya dengan alkohol.
5 menit kemudian Danu kembali ke kursinya, tanpa menaruh curiga, ia menenggak habis minumannya yang tinggal setengah hingga tandas. Namun dia baru sadar setelah minuman itu habis, tenggorokannya terasa terbakar, panas, dan pahit bercampur. Kemudian ia melirik ke sekeliling, tidak ada orang. Tapi ia yakin, ada yang mengganti air minumnya dengan minuman haram itu.
Beberapa menit, tubuh Danu mulai seperti melayang. Terasa ringan, otak warasnya sudah pergi entah ke mana, yang tertinggal hanyalah racauan tidak jelas yang terlontar dari mulutnya.
Di pojok ruangan dengan pencahayaan remang-remang, Daniel tertawa dengan keras. Diikuti teman-teman yang lain menertawakan tingkah Danu yang seperti orang baru minum padahal dulu rajin sekali. Danu mengumpat sedangkan tubuhnya sempoyongan. “Anjing! Gue oleng!” Umpatnya penuh kekesalan namun bibirnya tersenyum.
Dia ingin keluar dari Kafe laknat ini, tapi entah kenapa ia tak bisa menahan bobot badannya. Berkali-kali ia terhuyung ke depan bahkan menabrak orang-orang yang hadir.
“Anin.. aku… minta maaf, sayang!” Lirihnya dengan mata merem melek. Akibat kadar alkohol yang tinggi, efeknya sangat cepat, hingga dalam hitungan menit Danu sudah sangat mabuk.
Berkali-kali mencoba untuk jalan tegak tapi tak bisa, hingga ketika mencapai pintu masuk, Danu tak sengaja menabrak seorang wanita minim bajunya hingga sedikit tersungkur, tapi ditahan kekasihnya yang berbadan kekar. Karena emosi, pria itu langsung meraih kerah Danu dan melayangkan sebuah tonjokan tepat di rahangnya. Danu meringis, namun ia tak bisa berdiri sama sekali. Ketika pria emosi itu kembali ingin menghajar Danu, seorang pria yang memakai hoodie abu-abu datang menghampiri dan melerai pertengkaran itu, membawa Danu untuk pergi dari Kafe itu.
—
Andi menoleh pada temannya yang tergolek lemas di jok depan, di sampingnya. Berencana menghadiri acara reunian namun beberapa saat akan masuk Kafe ia dikejutkan dengan aksi perkelahian antara Danu dan seorang pria. Sebenarnya bukan perkelahian, karena Danu sama sekali tidak melawan, justru disini Danu yang nyaris dihajar habis-habisan. Untungnya, dirinya datang tepat waktu. Sebelum Danu benar-benar babak belur, Danu sudah lebih dulu diseret masuk ke mobil.
Dalam perjalanan malam hari itu, tidak ada obrolan sama sekali. Karena lawan bicara sudah pasti tidak bisa menjawab. Kalaupun menjawab pasti jawabannya ngawur ke mana-mana.
Sekitar 15 menit memacu kendaraan, akhirnya mereka sampai di halaman rumah dua lantai milik Danu dan istrinya. Ya, Andi mengantar Danu pulang. Niatnya mau dibawa ke apartemennya, tapi khawatir Anin akan mencari suaminya yang tak pulang-pulang.
Mati-matian Andi memapah Danu yang bobot badannya sangat berat, dengan sempoyongan, Andi merangkul pinggang temannya hingga mereka sampai di pintu utama kemudian memencet bel.
Di keheningan malam, hanya suara jangkrik jauh disana, tapi Anin belum muncul juga.
Bel kedua, bel ke tiga, baru setelah bel ke empat ditekannya Anin membuka pintu dan wajahnya langsung syok melihat suaminya tertunduk lemas karena kebanyakan minum. Tanpa kata terlontar Anin langsung membuka pintu lebar-lebar, dan membantu Andi memapah Danu ke sofa panjang. Meskipun hatinya bergemuruh karena dari tadi Anin mencium bau alkohol begitu pekat dari mulut suaminya yang meracau.
Jujur, Anin marah. Kecewa. Dan… sakit hati. Sejak awak ia ragu mengizinkan, tapi melihat tidak ada keraguan di wajah suaminya membuat Anin urung untuk tak memberi izin. Suaminya butuh refreshing. Namun setelah apa yang terjadi saat ini, apakah Anin menyesal? Ya! Tapi salah suaminya juga karena tidak menepati janji.
Anin membuka sepatu suaminya, kemudian menyimpannya asal di bawah sofa. Setelah itu, ia beranjak ke dapur untuk menghidangkan Andi minuman. Meskipun awalnya menolak, Andi tetap meminumnya karena merasa harus menghargai istri temannya itu.
“Gue lihat Danu udah tergelatak di lantai Kafe. Dia mau dihajar orang!” Katanya menjelaskan meskipun Anin tidak bertanya. Dia masih kaget dengan semua ini. Namun ia tetap mendengarkan Andi bicara. Ia menoleh ke arah suaminya yang sudah terlelap.
“Sebaiknya, nanti setelah Danu bangun dan sadar dengan kejadian semalam, tunggu dia jelaskan, Nin. Kita tau, dia udah lama nggak minum setelah kenal sama lo.” Andi menunjuk Danu dengan dagunya. “Iya, Di. Makasih udah bantu Danu!” Anin enggan mendongak. Matanya mulai berkaca-kaca. “Nggak masalah. Gue pulang dulu, Nin!” “Iya.”
Setelah Andi pergi, baru Anin menumpahkan air matanya. Sedari tadi dia menahan sekuat mungkin, akhirnya pecah juga. Hatinya sakit, ketika tau kalau suaminya terjatuh lagi kepada hal-hal yang menyesatkan.
Anin beranjak untuk mengunci pintu, kemudian pergi ke lantai atas untuk pergi tidur. Dia biarkan suaminya tidur di sofa setelah Anin menyelimutinya agar Danu tak kedinginan.
—
Danu mengernyitkan keningnya ketika cahaya lampu ruang tamu menyorot tepat ke matanya. Ini buka kamarnya, batin Danu setelah ia sadar. Kemudian ia duduk, dan melihat sekeliling. Dia sudah di rumah? Kemudian ia menoleh pada selimut hangat yang sudah menyentuh lantai. Kemudian matanya melihat jam dinding besar menunjukkan pukul 04.00.
Setelah memejamkan mata demi mengumpulkan nyawa, Danu bangkit untuk pergi ke kamarnya di lantai dua. Setelah sampai di depan pintu, samar-samar ia mendengar seseorang sedang menangis. Dengan pelan, ia membuka pintu kamar kemudian matanya langsung tertuju pada seorang wanita tengah menengadahkan tangan sambil menangis sesenggukan.
Istrinya menangis? Kenapa?
Kemudian ingatannya tertuju pada kejadian semalam. Bagaimana bisa ia sudah di rumah? Siapa yang membawanya. Lalu, ingatan tentang Kafe tempat reunian datang setelahnya. Malam itu, ia ditawari minum alkohol oleh Daniel, tapi ia menolak. Kemudian ia beranjak dari kursinya karena semalam Anin menelepon. Setelah itu dia menenggak habis air putihnya, dan beberapa menit berlalu ia merasakan keanehan luar biasa. Badannya seperti melayang, kemudian entahlah kesadarannya mulai hilang. Sesaat setelah itu ia merasakan wajahnya seperti ditonjok orang dan tergeletak. Setelah itu entahlah bagaimana.
Danu meringis, hingga tangan kekarnya menyenggol pintu dan itu membuat Anin menoleh cepat karena terperanjat.
“Mas!” Panggilnya langsung berdiri dan beranjak. Matanya masih basah oleh air mata. Danu tahu, Anin pasti kecewa karena melihat dirinya semalam, kan? Anin pasti sedang mengadu pada Tuhannya. Anin pasti tengah meminta ampun atas kelakuan suaminya.
“Sayang!” Danu merangsak masuk. Kemudian tubuhnya mendekap Anin yang meneteskan air mata. “Maafkan, Mas!” Sesalnya penuh emosi. Anin memeras air matanya kian kuat. “Semalam Mas dijebak.” Adunya dengan suara bergetar. “Demi Allah, Mas nggak sengaja minum, karena semalam setelah Mas angkat telepon dari kamu, mas minum air putih di botol setelah beberapa menit Mas sempoyongan!” Anin tahu suaminya mencoba untuk menjelaskan kejadian semalam. Tapi bau alkohol suaminya membuat Anin melerai pelukannya.
“Mas mau mandi besar?” Tawarnya dengan senyuman manis. Anin yang begini seperti bukan Anin yang biasanya mengomel, tapi Danu rindu Anin yang cerewet. Tanpa lama Danu mengangguk. Dia harus meminta ampun setelah mandi junub selesai.
Anin menuntun suaminya ke kamar mandi untuk menghilangkan dosa semalam, harapannya begitu. Meskipun masalah diampuni atau tidak itu urusan Dia, tapi Anin berharap Allah memaafkan suaminya yang katanya dijebak. Anin tidak tahu. Yang dia inginkan sekarang adalah suaminya tak perlu lagi datang ke reunian yang pasti banyak mudharatnya daripada manfaatnya.
Cerpen Karangan: Latifah Nurul Fauziah ipeeh.h (instagram)