“Vita, aku cinta kamu. Kamu mau nggak jadi pacarku” ucap Bryan “Tentu Bry, aku mau” jawab Vita
Ah.. kalimat itu, akupun juga ingin mengutarakannya. Enak kali ya kalau bisa mengutarakannya, tapi masalahnya ada dua. Pertama, aku belum pernah jatuh cinta dan otomatis yang tidak ada tempat untuk mengutarakan. Ya udah.. terima nasib ya Lin, siapa tahu kamu nanti akan bertemu jodoh sejatimu tanpa pacaran dan yang pasti kamu harus sudah lama mengenalnya.
“Ulin, kamu dari tadi di sini ya? Ibu cariin lo” ucap Bu Desi “Oh Bu Desi Iya Bu, maaf. Ada apa ya Bu?” tanyaku “Besok kamu tanding bela diri ya di kantor kecamatan, tapi berangkatnya dari sekolah nanti ibu antar ke kantor kecamatan” ucap Bu Desi “Baik Bu” jawabku
Keesokan hari “Kamu udah datang Lin? Oh iya, kenalkan ini Faiza. Dia juga sama peserta lomba bela diri” ucap Bu Desi. “Iya bu. Hai, aku Ulin” ucapku pada gadis berhijab sporty hitam itu “Hallo namaku Faiza panggil saja Iza biar nggak ribet” ucapnya “Kalian tunggu ibu di sini ya, ibu ambil mobil dulu” ucap Bu Desi “Baik bu” ucap kami
“Oh iya Lin, kamu kelas apa sih? Kok aku baru tahu” ucap Faiza “Aku kelas 1C kalau kamu?” tanyaku “Ooo aku kelas 1 D, pantes ya kita nggak pernah ketemu, kamu di ujung utara aku di ujung selatan. Heheh” ucap Faiza “Iya. Kamu ekskulnya shift berapa Za?” tanyaku “Shift 1 kamu pasti shift 2 ya?” terkanya “Iyaa. Hehehe. Oh iya kalau kamu kelas 1D berarti kamu satu kelas dengan Bryan dan Vita dong” ucapku “Iya, kenapa Lin?” ucap Faiza
“Kamu tahu nggak, kemarin mereka barusan jadian lo. di depan kopsis lagi” ucapku “Masa? Kok kamu tahu Lin?” tanya Faiza penasaran “Ya jadiannya di depanku, ya jelas aku tahu dong” ucapku “Cieee Ulin cembuyu nih yeeee” ucap Faiza “Hush ngawur. Nggak lah” jawabku malu “Hahaha, santai aja kali Lin. Aku nggak masalah kok kalau dengerin curhatmu” ucap Faiza cengar-cengir “Ijah.. kalau aku sampai pacaran bisa digantung sama Abah” jawabku “Abah? Rumahmu dimana Lin?” tanya Faiza “Di jalan Anggrek bulan no 45, dekatnya masjid putih” ucapku “Loh berarti kamu anaknya Kyai Sulaiman dong” jawab Faiza “Kok kamu tahu ayahku Jah?” tanyaku bingung “Iya, bapakku teman Abahmu waktu sekolah dulu katanya. Oh iya, kita udah ditunggu bu Desi lo. buruan yuk” ajak Faiza lekas
Semenjak pertandingan itu hubungan kami semakin akrab, eits.. tapi sebagai kawan ya bukan yang lainnya. Ijah, begitulah aku memanggilnya. Dia memang tomboy, receh, jahil namun baik hati. Kebaikan hatinya telah membangun tempat sendiri di hatiku. Kala itu kami tengah bertanding di kota Batu. Kota Batu adalah kota dingin bagi kami warga Surabaya.
“Brrr dinginnya Jah” ucapku “Iya dingin tapi kalau pas tadi kita tanding panas ya. Eh ya, kamu habis tanding pasti mandi kan?” tanya Ijah “Iyalah Jah, nggak kayak kamu masih bau acem” ledekku “Wahh ngledek nih bocah. Gua nggak bau acem Bang tapi cuka. Hahaha” jawabnya “Dasar kamu” ucapku
Hermm.. hermm.. hermm.. “Kamu kenapa Lin?” Tanya Ijah mulai panik kok sepertinya kamu flu berat gitu “Hermm.. hsshh.. hsshh. Allah.. rasanya..” ucapku “Ulin, kamu kenapa? Kamu punya alergi dingin ya?” tanya Ijah dan akupun mengangguk. Ijah dengan sigap segera mengambil minyak kayu putih di tasnya. “Ini Lin, kamu hirup pelan-pelan ya biar agak pong dikit. Kamu pakai jaketku ini” ucap Ijah sambil menyodorkan jaket bulunya. Kupakai jaket bulu itu terasa hangat dan alhamdulillah 30 menit kemudian alergiku reda.
“Kamu itu kalau cuaca lagi dingin begini jangan bikin gara-gara dengan alergi dong. Takut aku lihatnya” ucap Ijah sontak membuat jantungku berdebar kencang. Kok kamu takut lihat aku sakit, Jah? “Aku pucat ya” tanyaku “Banget Ulin Nuha. Udah ya Lin kamu jangan bikin kawanmu takut lagi ya” pintanya “Iya Jah. Hatsyi.. hatsyi.. hatsyi” aku segera menyeka hidungku memakai tisu yang diberikan Ijah. “Kamu alergi banget ya Lin?” tanyanya penasaran “Iya Jah, udara di sini memang dingin banget jadi aku kayak pilek gitu yang sampai sesak tapi kalau sudah hangat ya sembuh” terangku “Ya udah, kalau gitu jaketku boleh kau pinjam” ucap Ijah “Makasih banyak ya Jah” ucapku
Semenjak saat itu perasaanku pada Ijah berubah dari kawan jadi sayang. Jah, tahukah kamu rasa sayang ini? Ingin rasanya kukatakan padamu tapi aku yakin pasti aku akan ditentang keras oleh Abah. Apalagi belakangan ini Aku tahu kalau Ijah adalah anak dari Kyai Faruq. Aku tahu Ijah nggak akan mungkin pacaran tapi langsung dinikahkan namun Ijahkan masih sekolah sama sepertiku jadi ya masih aman. Persahabatan kami tak hanya berlanjut di kuliah saja namun sampai sekarang, walau kami sibuk bekerja namun masih tetap sering bertukar pesan lewat wa.
Malam minggu sepi begini, enaknya ngapain ya? Ah lihat statusnya ijah ahhh.. “Arjuna telah memenangkan sayembara” Caption dari sebuah video yang diunggahnya, tanpa pikir panjang akupun segera menelfon Ijah Sayangku. “Assalamu’alaikum bu guru. Apa kabar?” “Wa’alaikum salam. Kabar baik Gus. Hehehe” “Anak siapa itu kok pinter memanah?” “Ya anakku lah. Siapa lagi?” “Kamu kok jahat sih, nikah nggak undang-undang aku?” “Namanya Arjuna. Dia itu anak didikku bukan anak kandungku, lagian kalau aku nikah kamu pasti tak undang kok” “Bener nih. Eh iya Jah, minggu depan aku ngisi pengajian di kampungmu loo” “Iya, hari minggu jam 10 kan?” “Kok kamu tahu?” “Ya jelas aku tahulah kan balihomu terpampang nyata. Eh iya, ibu-ibu pada heboh lo nggosipin kamu” “Masa? Pasti nggosipin aku jelek ya?” “Bukan jelek Lin, tapii jelek banget. Heheheh” “Ijaaahhhh, awas kamu. Emm.. minggu depan kamu hadir kan ke pengajianku?” “Tentu dong. Aku pasti hadir kok Lin” “Okey Ijah. Ya udah kalau gitu telfonnya aku tutup dulu ya. Asssalamu’alaikum” “Wa’alaikum salam”
“Siapa yang menelfomu, Za?” ucap Kyai Faruq tiba-tiba memasuki kamar Ijah “Eh Abah, ngagetin aja. Teman Bah” jawab Ijah “Masak teman gitu ngomongnya? Iza, kamu anak Abah. Abah tidak ingin kamu dipermainkan dengan pria yang tak bertanggung jawab. Abah lebih suka kalau kamu ngajak dia ke sini biar kenal sama Abah” ucap Kyai Faruq “Bah.. kami ini hanya berteman saja nggak lebih, masak iya saya ngajakin dia kesini biar kenal sama Abah, nggak mungkin Bah” ucap Faiza “Ya.. kalau begitu kamu akan Abah jodohkan dengan pria pilihan Abah dan kamu harus terima titik!” ucap Kyai Faruq Ucapan Kyai Faruq sontak membuat Faiza syok, ia tahu ia bersalah karena telfon dengan pria tapi pria ini adalah pria yang ia spesial di hatinya. Ijah.. ijah.. kamu ngapain juga happy amat ditelfon sama si Ulinku. Jadi runyam deh
7 hari kemudian Tok.. tok.. tok.. “Silahkan masuk” ucap Faiza dan pintupun terbuka, terlihat Kyai Faruq sedang bahagia dengan wajah berseri-serinya. “Abah? Kenapa Bah?” tanya Faiza heran “Iza, Abah rasa kau sudah cukup umur untuk berumah tangga. Abah tahu kau pasti terkejut dengan keputusan Abah tapi Abah hanya ingin menjaga kehormatanmu, anakku. Kau setuju kan kalau menikah dengan pria pilihan Abah?” ucap Kyai Faruq “Tentu Bah. Abah pasti memilihkan yang terbaik untuk Iza” jawab Faiza “Kalau begitu nanti kamu ikut Abah ya menghadiri peresmian Masjidnya Pak Hasan” ucap Abah sontak membuat jantungku berdebar kencang. “I..iya Bah, nanti Iza pasti akan ikut” jawab Faiza
“Pengajiannya nanti jam 10, kamu mandi dulu sana. Oh iya satu lagi, kamu jangan pakai kaos dan celana olah raga ya nanti calon suamimu illfeel” ucap Abah “Iya Bah. Eemm.. Bah, memangnya siapa sih calon suami Iza? Atau minimal kasih tahu namanya saja Bah” ucap Faiza “Ya.. kalau Abah kasih tahu nanti jadinya nggak surprise dong” jawab Kyai Faruq sambil tersenyum-senyum “Yah Abah kasih tahu dikit kenapa Bah, nanti kalau Iza keliru manggil Shinchan gimana dong?”ucap Faiza bersenda gurau “Nah, itu kamu tahu. Ya udah nanti kalau ketemu panggil saja Mas Shinchan. Okey” jawab Kyai Faruq “Okey Abah kalau begitu, Iza mau siap-siap ketemu Mas Shinchan. Hehehe” ucap Faiza
Ulin, seandainya pria itu adalah kamu maka aku akan sangat bahagia. Tapi aku sadar diri kok Lin, kamu kan tampan, sopan dan pemuka agama lagi. Jadi ya.. pasti idaman para wanita. Lagian selama ini kita hanya berteman mana mungkin kau mencintaiku, hanya saja selama ini aku selalu merasa kalau tatapan matamu sangat manja padaku. Apa mungkin itu caramu mengungkapkan cinta padaku ataukah hanya perasaanku saja yang terlalu bahagia dekat denganmu? “Sudahlah Ijah, mendingan kamu segera mengubur kenangan itu dan membuka hati untuk Mas Shinchan” gumam Faiza
Cerpen Karangan: Hamida Rustians Blog / Facebook: zakiaarlho