Pukul 10.05 di Masjid Pak Hasan Dag.. dig.. dug “Kenapa Gus? Apakah Gus Ulin sakit?” ucap seorang pengawal padaku “Tidak, saya baik-baik saja kok. Kalau begitu kita langsung saja ya..” ucapku namun kulihat Abah tengah bahagia melihatku “Ayo Lin, jama’ahmu sudah menunggu” ucap Abah senyum-senyum “Iya Bah” jawabku dan kamipun menuju ke tempat yang telah disediakan. Entah mengapa semakin aku mendekati panggung, dadaku berdebar tak karuan sontak bayangan Ijah terlintas di benakku. “Gus Ulin itu ganteng ya, kira-kira udah punya calon belum?” kalimat itu selalu terdengar di telingaku saat mengisi pengajian. “Wah, kayaknya perlu nembang lagi nih untuk menjawab pertanyaan ibu-ibu” gumamku
Tepat pukul 10.30 panitia mempersilahkanku memberikan tausiyah tapi dadaku tak henti-hentinya berdebar keras dan bayangan Ijah selalu saja terlintas. Sekuat tenaga aku berusaha mengendalikan diriku sendiri dan kemudian…
Sego liwet lawuhe uyah, ampun tanglet kulo kapan nikah Sego rawon lengane jlantah wong pacar mawon kulo dereng nggadah Seperti biasa tembangku selalu menuai sorakan dari para kaum hawa tapi aku langsung tertegun saat kulihat Ijah datang ke pengajianku dan entah mengapa hasrat manjaku tak bisa terpendam lagi. Manjaku semakin tak terkendali saat kulihat senyum Ijah mengembang. Ijaaah jadi istriku ya.
“Sebelumnya saya ucapkan terimakasih kepada ketua panitia yang telah mengadakan reuni untuk saya. Jadi, salah satu jama’ah pengajian ini ada seorang teman saya. Sejak dulu kami berteman dekat, namun kemarin teman saya ini membuat jantung saya deg-deg ser. Dia pasang status di wa, sebuah video anak kelas 4 SD yang menang lomba Memanah dan captionnya Alhamdulillah Arjuna memenangkan sayembara. Kemudian saya coment begini, wah.. hebat selamat ya. Anakmu pinter juga. Eh, dianya membalas begini makasih Ulin, tentu dong dia pandai, kan anakku. Ya Allah, rasanya hatiku ambyar namun sebagai pria saya minta kejelasannya. Kamu kalau nikah kok nggak undang-undang sih? Jahat kamu. Bapak ibu tahu jawabnya apa? Dia jawabnya Namanya Arjuna, dia itu anak didik saya bukan anak kandung saya. Lagian kalau aku nikah pasti kamu kuundang kok Lin. Sebagai pria saya tentu bingung dong pak bu dengan jawabannya. Bagaimana bisa dia nikah mengundang saya? Padahal saya mau kita nikahnya barengan. Saya mempelai prianya dan dia mempelai wanitanya” ucapku Cieeee.. cieee.. cieeee Suara jama’ah riuh mengisi pengajianku kali ini, entah darimana dan bagaiman bisa aku melamar Ijah di hadapan banyak orang. Namun Ijah tetaplah Ijah, mendengar itu ia hanya tersenyum tersipu malu namun gurat-gurat ragu muncul di wajahnya yang ayu. “Mohon maaf bapak-ibu, ini hanya sekedar intermezo saja. Kita lanjut ke pengajian yaa” tukasku
Seusai pengajian aku sengaja menemui Ijah yang tengah telfon entah dengan siapa. Wajahnya gelisah namun ia tetap cantik jelita.
“Assalamu’alaikum” sapaku “Wa’alaikum salam” jawab Ijah “Telfon siapa?” tanyaku “Abah Lin, tadi Abah itu nyuruh aku ikut ke pengajian eh.. sekarang Abah malah ngilang. Sudah gitu dari tadi di telfon nggak diangkat lagi. Nyebelin kan?” ucap Ijah gugup “Hush, nggak boleh gitu. Masak sama Abah sendiri sebel. Dosa tahu” ucapku “Oh iya ya. Hehehe” jawab Ijah
“Jah, yang tadi gimana?” tanyaku “Ulin, dengar. Abah sudah menjodohkanku dengan seorang pria dan aku akan dipertemukan dengannya hari ini di sini. Maaf ya Lin” ucap Ijah “Tak mengapa Jah. Aku bahagia kok pernah mencintai wanita yang saleha seperti kamu. Semoga pilihan Kyai Faruq terbaik untukmu” ucapku “Tapi Lin, ini kok daritadi Abah nggak ada kemana ya? Aku kok jadi..” belum sempat Ijah melanjutkan kalimatnya tiba-tiba.. “Sudah ketemu sama Mas Shinchan Ijah sayang?” ucap Kyai Faruq “Abah? Maksud Abah dia yang mau Abah jodohkan dengan Iza?” ucap Faiza gugup campur aduk “Iya. Lha kalian kira kami tidak tahu kedekatan kalian selama ini?” ucap Kyai Faruq “Diam-diam habis isi pengajian mampir dulu ke gedung olahraga katanya mau lihat pertandingan bela diri terus pulangnya anak saya jadi cengar-cengir, Kyai Faruq” ucap Abahku sontak membuatku malu-malu kucing. “Abah, apaan sih?” ucapku “Hayo jujur, kamu kena ajian apa kok bisa cengar-cengir sendiri? Padahal aku yang nganter lomba pulang nggak cengar-cengir loo” ucap Ijah “Kena jurus cintamu padaku” jawabku sontak membuat muka Ijah memerah
“Jah, gimana? Kamu mau nggak nikah sama aku? Nanti kalau kita sudah menikah, kita bisa latihan bela diri setiap hari. Ya Jah, mau ya Jah..ya..ya..ya ya” ucapku “Idih ogah. Ogah nolak maksudnya. Hehehe” jawab Ijah tersenyum renyah “Ijaaaaaaahh..aahh..ahhh, kamu nakal ya” ucapku
“Nah, ini Kyai Faruq.. ini sebabnya saya minta Ulin segera melamar Ijah. Ulin itu selalu manja-manja gini kalau ngomong sama Ijah” ucap Abah “Berarti keputusan kita sudah benar Kyai Sulaiman, memang sepatutnya Ulinku itu menikahi Ijah sayang” ucap Kyai Faruq “Kok Abah tahu nama kontaknya?” ucapku “Ulin.. Ulin, namanya orangtua itu pasti ingin tahu penyebab perubahan anaknya. Selama ini kamu tidak pernah manja pada wanita dan ketika kamu manja maka Abah akan mencari tahunya dan ternyata jawabannya Ijah sayangkan?” tukas Abah
“Abah, kalau saya menikahi Ijah minggu depan boleh?” tanyaku “Kok tanya Abah? Tanya saja sama Abahmu ini dan yang penting, Ijah sayang apa sudah siap menikah denganmu?” ucap Abah “Kyai Faruq, boleh ya minggu depan saya menikahi Ijah..eh bukan maksud saya Faiza” ucapku “Boleh tapi dengan satu syarat” ucap Kyai Faruq “Apa syaratnya Kyai?” ucapku “Mulai sekarang, panggil saya Abah bukan Kyai Faruq” ucap Kyai Faruq sumringah “Siap Bah” ucapku “Kamu nggak tanya aku? Siap apa nggak minggu depan?” tanya Faiza “Ijaaaahh” ucapku manja
Tujuh hari kemudian “Saya terima nikahnya Faiza Ratna Sari binti Muhammad Faruq dengan mas Kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai” “Bagaimana saksi? Sah” “Sah..” ucap saksi riuh memenuhi ruangan pernikahan kami. Kemudian Faiza keluar dari kamar ditemani Umi Fatimah. Subhanaallah istriku cantik sekali. Ia datang padaku sambil tersenyum manja, akupun segera menyuruhnya duduk dekatku. Dia mencium tanganku dan kuucapkan do’a kemudian kutiupkan di ubun-ubunnya.
Acara pernikahan kami berlangsung meriah tapi kami tidak banyak bicara hanya saling melirik saja dan lirikan itu membuat jantungku berdegup kencang.
“Em.. mas, kamu lapar nggak?” ucap Ijah malu-malu “Nanti aja, sekarang jam berapa ya?” tanyaku gerogi pada istriku sendiri “Aku nggak tahu Mas kan jamnya kamu pakai” ucap Ijah “Oh iya ya. Aku kok jadi gini sih. Hehehe” ucapku
Pukul 21.00, acara kami telah usai dan kini saatnya kami beristirahat. Ya.. tepatnya untuk yang lain selain pengantin karena baru kali ini aku sekamar dengan perempuan meskipun dia istriku sendiri.
“Assalamu’alaikum” ucapku “Wa’alaikum salam. Masuk Mas” jawab Ijah sambil melepas riasannya “Jah, mau kemana?” tanyaku “Mau ke kamar mandi Mas membersihkan muka, make upnya tebal banget soalnya” jawabnya, akupun hanya mengangguk mempersilahkan.
Beberapa menit kemudian Ijah sudah keluar dari kamar mandi dengan wajah naturalnya. Kutatap wajah istriku yang cantik itu, aku termangu, kau cantik sekali sayang.
“Mas, kok ngelamun?” tanya Ijah dari kejauhan “Apa? Mas nggak dengar. Sini lo lebih dekat, kan udah halal” ucapku dan kamipun duduk berdekatan. “Tadi kenapa kok nglamun? Ada yang menggangu pikiranmu Mas?” tanya Ijah “Kamu kenapa cantik sekali, ijah?” ucapku “Oh ya? Katakan padaku kau berbohong atau sedang berdusta Mas?” ucap Ijah mulai menggodaku “Ijaaaah, kita sekarang sudah halal jadi kalau kamu menggodaku maka akan aku gigit” ucapku “Ih Mas, jangan dong. Sakit tahu” ucap Ijah “Ya biarin, kamu nggemesin kok. Hiiih” ucapku dan setelah itu kami beraktivitas selayaknya pengantin baru
Cerpen Karangan: Hamida Rustians Blog / Facebook: zakiaarlho