Malam ini adalah malam dimana seseorang yang aku sukai akan mengadakan acara ulang tahunnya yang ke 15. Dengan memakai dress selutut berwarna hitam dan sepatu higheels senada, aku siap berangkat.
Oh ya, aku lupa memperkenalkan diriku pada kalian. Baiklah pertama-tama. Perkenalkan, namaku Bintang. Umurku 14 tahun. Sekarang aku masih duduk di bangku SMP. Aku memiliki 2 sahabat, namanya Sinta dan Zainab. Mereka adalah teman yang sangat aku sayangi, mereka juga selalu ada disaat aku membutuhkan pertolongan. Tapi sayangnya, Sinta tidak sekelas denganku dan Zainab. Kelasnya berada di atas kelas kami. Jadi, aku dan Zainab hanya bisa bertemu saat jam istirahat. Baiklah sampai disini dulu, kita kembali kedalam cerita.
Setelah aku selesai berpakaian, lalu aku langsung turun ke bawah menemui mamaku. Tap… tap… tap “Malam ma!” ucapku riang sambil duduk di depan mamaku. “Malam sayang, wah tumben kamu dandan waktu makan?” tanya mamaku sambil tersenyum kearahku. “Itu ma, temenku sekarang ulang tahun, malam ini dirayakannya” ucapku sambil mengambil segelas susu coklat. “Oh ulang tahun temenmu… dimana tempatnya?” tanya mamaku lagi dengan tampang penasaran. “Di rumahnya ma, tenang kok ma, aku berangkat dengan Sinta dan Zainab kok, dan lagi yang mengantarku adalah Om Firman” ucapku setelah menghabiskan segelas susu coklat itu. “Ya sudahlah, tapi jaga diri baik-baik nanti disana ya sayang!” ucap mamaku sambil bangkit dari kursinya menuju kearahku. “Iya ma, Bintang janji kok, bakalan jaga diri baik-baik disana” ucapku sambil bangkit dari tempat dudukku. Mama langsung memelukku saat aku membuka lebar kedua tangannku. Pelukan ini terasa hangat, pelukan yang selalu kurasakan setiap harinya.
Tok… tok… tok Lalu acara peluk-pelukanku dengan mamaku dihentikan oleh suara ketukan di pintu depan dengan disusul sebuah suara Sinta, Sahabatku. “Bintang, apa kau ada di dalam?, kita akan segera berangkat!” ucap Sinta. “Iya Sin, tunggu dulu!” ucapku dari dalam rumah.
“Ma, Bintang berangkat dulu” ucapku kepada mama sambil melepaskan pelukan hangat dari mamaku. “Iya sayang, hati-hati di jalan!” ucap mama sambil melambai ke arahku saat aku dan Sinta telah masuk ke dalam mobil Om Firman dan balas melambaikan tangan kepada Mama.
30 menit kemudian kami sampai di rumah orang yang kusukai. “Pantas saja diadakan di rumahnya, rumah luas dan besar kayak gini” ucap Sinta. Setelah mendapatkan tempat parkir yang bagus, aku, Sinta, dan Zainab turun dari mobil sambil mengucapkan terima kasih kepada Om Firman.
“Bintang, acaranya mewah sekali, aku merasa sedikit tidak pantas berada disini” ucapnya Zainab sambil menengok kearahku. “Ya tuhan Nab, ini ultah teman kita, masak kamu merasa tidak pantas sih!” ucap Sinta sambil mengambil sesuatu di dalam dompet kecil yang dia bawa. “Kau benar juga si, tapi aku tetep ngerasa gak pantas disini!” ucapnya sambil memalingkan wajahnya ke arah Sinta.
Plak… “Aduh, sakitlah Sin, kenapa kau pukul kepalaku dengan dompet itu!” ucapnya sambil memegang dompet Sinta. “Shhhh… lihat tuh Bintang, dia terlihat murung mulai tadi” ucap Sinta yang langsung menyadarkan Zainab. “Iya juga ya, apa karena doinya bentar lagi bakalan nembak si Ratna itu?” ucapnya sambil berbisik di telinga Sinta. “Kalau dilihat-lihat sih iya mbak, kita hibur saja dah, siapa tau Bintang sedikit melupakannya” ajak Sinta sambil tersenyum. “Waduh maaf tante, saya kagak bisa bantu, soalnya saya sama doi lagi mau ketemuan tuh di taman… dahhhh, sampai ketemu pulangnya” ucap Zainab sambil melambaikan tangan kearah Sinta dan aku. “Hah, apaan dah tuh anak, malah pakai manggil tante segala!” ucap Sinta sambil berdecih. Aku yang baru tersadar dari lamunanku hanya melongo dalam diam, sambil bertanya dalam hati. ‘Kenapa dengan mereka berdua?’ batinku bertanya.
“Yooo Bintang mari kita biarkan diri kita merasa sedikit rileks dengan adanya pesta ultah doimu” ucapnya sambil menggandeng tanganku dan langsung menuju pintu masuk.
2 menit setelah memasuki ruangan acara, suara khas laki-lakipun terdengar di telingaku. “Para hadirin teman-teman sekelasku, bagaimana dengan hidangannya?, kuharap kalian puas dengan hidangan yang kubuat khusus untuk kalian semua” ucapnya sambil tersenyum dengan disambuti oleh suara gurauan teman sekelas kami.
“Psst Bintang, tuh doimu!” ucapnya sambil berbisik di telingaku. “Aku tau Sin, kita pindah kursi saja, aku pusing disini” ucapku dengan sebuah alasan. “Lah, alasan lagi alasan lagi kamu ini, sudahlah lihat saja acaranya, terimalah dengan lapang dada apa yang telah terjadi” Setelah mendegar kata-kata itu, aku terdiam sambil mendengarkan suara teman-teman sekelas yang berada di sekitarku.
Saat acaranya dimulai, kue dengan diatasnya berdiri lilin angka 15 terpampang jelas di depan mataku. Lalu teman sekelasku mulai menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Saat inilah aku sedikit pensaran, sedikit mendongakkan kepala untuk melihat reaksinya di depan mataku. Tersenyum bahagia sambil melihat kearah seorang gadis yang ada di sebelahnya. ‘Andaikan yang berdiri di situ adalah aku’ batinku berkata lagi.
“Bintang…yang tabah, jangan berbuat yang aneh-aneh!” peringat Sinta yang berdiri di sebelahku. Dan aku hanya menganggukkan kepala tanpa melihat kearahnya. Sepertinya Sinta merasa kasihan padaku, tapi aku menganggapnya itu adalah hal yang biasa.
Lalu aku mendengarkan suara laki-laki yang setengah tahun ini kusukai mulai bebicara sedikit keras. “Ratna, disini, di depan kedua orangtuaku dan teman-teman kita… Maukah kau menjadi kekasihku?” ucapnya sambil memegang tangan Ratna di depan mataku. Bagaikan ditusuk 100 jarum sekaligus, aku langsung meneteskan air mata saat mendengar kata-kata itu.
“Terim… terima… terima!!!” ucap teman-teman sekelas kami dengan disusul suara dari Ratna.
“Iya Anggi, aku mau menjadi kekasihmu” ucapnya sambil tersenyum manis, lalu tanpa aba-aba, Ratna dan Anggi sudah berpelukan. Bagai ditikam jarum berkali-kali lipat, hingga rasanya aku tak kuat berdiri lagi. Lalu kurasakan sebuah tangan menarikku keluar dari ruangan itu menuju sebuah taman yang sedikit remang-remang.
Sebuah suara menyadarkanku dari lamunanku. “Bintang, sadarlah” ucapnya sambil menepuk pelan kedua pipiku. “Eh iya, ada apa Sin?” tanyaku tanpa rasa bersalah menatap wajahnya yang kini terlihat khawatir. “Astaga Bintang, kukira kau sudah mati, lihatlah raut wajahmu, kau terlihat seperti habis dikejar hantu” Waktu Sinta memberikan sebuah kaca kepadaku, aku langsung tersadar sepenuhnya. ‘Wajahku begitu pucat, apa sesakit inikah rasanya?’ batinku berkata lirih.
Lalu aku menyerahkan kembali kaca itu kepada Sinta sambil berkata. “Sinta, kau pulanglah dengan Om Firman dan Zainab, aku masih ada urusan sedikit” ucapku sambil berbalik arah, namun dicegat oleh Sinta. “Mau kemana kamu Bintang?, sekarang sudah malam, apalagi kamu ini perempuan!” ucapnya memperingatiku. “Tidak, tidak apa-apa Sinta, aku akan baik-baik saja di jalan” ucapku sambil melepaskan cekalan tangan Sinta di tangan kiriku. “Kumohon Sin, biarkan aku sendiri kali ini” pintaku kepadanya. “Tapi, kamu harus hati-hati di jalan Bintang” ucapnya memohon. “Aku janji” ucapku meyakinkannya.
Setelah aku mengatakan hal itu, aku langsung pergi meninggalkannya di taman itu, aku tidak bisa berpikir dimana Zainab dan Om Firman sekarang karena pikiranku hanya satu, pergi ke tempat itu.
Cerpen Karangan: Balqis Raudhatul Raudhatul Blog / Facebook: Balqis Raudhatul Raudhatul Hai hai, namaku Balqis, panggil saja Abel, umurku 14 tahun, salam kenal…