Ruang rapat fakultas lantai 1 sedang diisi acara rapat bersama perwakilan pengurus lintas organisasi di kampus. Aku mahasiswa semester akhir menjadi salah satu yang berada di dalam kepanitiaan. Tidak ketinggalan Reno. Ketua panitia kece yang Aku kenal di acara seminar kepenulisan dan berlanjut di chat. Berbagai chat itu juga yang mengantarkan rasaku ke Reno berubah menjadi cinta. Maka dari itu Aku bahagia bisa berada di ruang yang sama dengan Reno kali ini.
Selama 2 minggu ini kepanitiaan terbentuk, beberapa kali Aku berbincang dengan Reno saat suasana tidak terikat oleh rapat resmi. Membicarakan berbagai hal yang penting terkait kepenulisan dan kisah pertemuan pertama. Reno menanggapi dengan baik. Rasanya bahagia, seorang yang Aku cinta menanggapi Aku dengan baik-baik. Bahagia juga Aku masih bisa bersikap normal ke Reno yang kucinta.
Bahagia sebab lain lagi yaitu sudah 7 bulan sejak pertemuan terakhir dengan Reno Aku tidak pernah berbicara panjang lebar dengan Reno. Meski Aku dan Reno berada di kota yang sama. Pencarianku ke sosok Reno secara natural di berbagai tempat sedikit membuahkan hasil.
3 minggu sebelum rapat di ruang fakultas lantai 1 ini berlangsung, Aku pernah tanpa sengaja melihat Reno di depan kopma kampus menggunakan masker, namun Aku masih mengenalinya. “Renooo” sapaku keras dari motor yang melaju pelan. “Iya” jawab Reno yang akan menyeberang jalan. Setelah Reno menjawab “Iya” rasanya bahagia sekali, seakan tidak percaya seorang yang baru Aku sapa sungguh Reno. Akan tetapi itu nyata Reno. Renooo… meski singkat, Aku bahagia bisa bertemu dengan kamu tanpa sengaja. Suaramu yang berkata “Iya” terdengar indah.
Kemudian 1 minggu setelah pertemuan sapaan singkat, ada rapat pertama kepanitiaan kegiatan. Usai rapat berlangsung itu Aku sempat bertemu Reno singkat di lobi fakultas. “Reno… Terimakasih” Reno pun melihat ke arahku. Berjalan ke arahku. Aku sungguh terpesona menatap sosok Reno kembali. Rinduku terobati. Rasa cintaku ke Reno bergelora. Hal yang ingin Aku bicarakan ke Reno terbungkam kekakuan. Tatapanku kosong ke bawah. Panah asmara sedang bergelora besar di hatiku untuk Reno. “Iya Nadia. Ada apa?” Suaranya Reno… indah sekali. Kutatap mata Reno. Semakin indah, mempesona.
“Nadia… Mau bicara apa?” Lagi… itu suara pangeran tak bersayap. Ohhh Renooo… Kau sangat indah. Tidak lama kemudian Reno pergi meninggalkanku yang tampak aneh dengan mengamatiku terlebih dahulu sebelum sungguh menghilang dari hadapanku. Reno sungguh menatapku dalam langkahnya. Aku terpesona.
Setelah Reno pergi. “Itu beneran Reno bukan Dev?” tanyaku ke teman di seberangku. “Iya itu Reno. Gimana kamu itu Nad. Aneh…” “Asli Aku pengen bicara panjang lebar ke Reno. Tapi Reno udah pergi” “Ya ampun… Tadi elo ada kesempatan bagus, kamu cuekin dia dengan bengongmu” “Iya ya Dev. Habis dia mempesona banget” “Ehmmm Nadia. Bucin aja” “Hehe…”
Penyesalan berbincang panjang lebar dengan Reno terobati. Namun kembali lagi… 2 minggu berjalan kepanitiaan, ada rapat kembali di ruang sidang lantai 1 Fakultas. Di sebelah Reno berjarak 3 kursi bersejajar denganku ada teman-teman satu organisasinya yang tidak Aku kenal. Disinilah Aku terluka oleh perkataan yang Reno ucapkan.
Saat rapat berlangsung, Aku menyalakan laptop untuk menyelesaikan tugas kepanitiaan, akan tetapi mood-ku habis seketika setelah terdengar perbincangan antara Reno dan teman seorganisasinya. “Reno… Kamu kenal cewek berkerudung ungu itu apa tidak?” (Itu menunjuk ke Aku) “Aku enggak kenal dia” Jlebbb… itu suara Reno. Langsung Aku tutup laptop dan refleks menatap kedepan dengan mata yang terlihat marah. Diam tanpa berani menegur Reno sama sekali sebab sedang di acara resmi dan juga sadar dengan posisiku dengan Reno. “Aku kecewa berat dengan kamu Reno”. Ucapku dalam hati usai Reno menjawab pertanyaan dari temannya.
Kemarin Aku membiarkan rasa cinta hadir di hatiku untuk Reno meski Aku masih mengalami luka cinta sebelumnya. Luka yang sudah berhasil pudar banyak setelah kehadiran Reno di sekitarku. Kemarin Aku tidak peduli dengan derajatku dengan Reno. Aku tidak peduli dengan saran sahabatku untuk mencintai seorang yang sederajat denganku. Ketika sahabatku memandang Aku dan Reno tidak cocok sebab Reno yang biasa dalam menulis, Aku tidak peduli. Akan tetapi setelah mendengar Reno berkata tidak mengenal Aku, itu merubah pandanganku totalitas terkait jodoh. “Renooo… Aku kecewa berat dengan kamu. Aku sebel berat dengan kamu”. Ucapku dalam hati saat Reno lewat di belakang kursiku.
Tidak peduli siapapun Reno, Aku sudah illfil berat dengan Reno. Rasanya Aku sudah tidak mau berurusan dengan segala hal terkait Reno. Kan Reno tidak kenal Aku, jadi tidak ada gunanya Aku berurusan dengan Reno. Okee… Reno dan Aku masih terikat kepanitiaan acara Fakultas. Aku hanya akan memberi toleransi sikap baik ke Reno hanya terkait kepanitiaan. Selebihnya tidak.
Usai acara rapat yang membuat Reno berkata menyakitkan itu, sikapku ke Reno berubah totalitas. Aku sama sekali tidak pernah chat apapun ke Reno. Aku juga tidak pernah lagi mengajak Reno berbincang panjang lebar. Kalaupun Reno mengajak berbincang panjang lebar, Aku berdalih sedang sibuk, karena suasana sungguh sedang sibuk dan males juga menanggapi orang yang berkata kalau tidak kenal Aku, padahal aslinya kenal Aku.
Kemudian pandangan jodoh, Aku lebih memandang kebenaran kata sahabatku untuk Aku mencintai orang yang sederajat denganku. Pria yang memiliki banyak tulisan di media dan mau menerima segala kekuranganku. Fikiranku merujuk ke beberapa pria seumuran denganku yang selama ini ada di kehidupanku saat terendah hingga posisi lebih baik. Beberapa pria hebat yang tidak pernah Aku cinta.
Tampaknya menyenangkan membina rumah tangga dengan pria yang memiliki kesamaan skill dan hobby. Terus terkait cinta, Aku sudah tidak peduli. Masa semester tua sudah saatnya memikirkan hubungan serius. Bagaimanapun juga cinta bisa dihadirkan dalam kehidupan rumah tangga.
Renooo…
“Reno… Kamu hebat memiliki banyak prestasi di bidang kepanitiaan, kamu mengagumkan dengan jiwa kepemimpinanmu. Akan tetapi Aku kecewa berat dengan jawabanmu di dekat teman-temanmu. Kenapa kamu menjawab tidak mengenalku?. Padahal kamu mengenalku. Kenapa dengan kamu Reno?. Menyebalkan…” ucapku dalam hati saat mengerjakan tugas kepanitiaan di ruang sidang lantai 1. Ruang yang sama dengan Reno.
Aku memang sedang mencintai Reno, akan tetapi rasa kecewa ini menuntunku untuk menghapus rasa cinta yang Aku miliki untuk Reno. Perlahan akan Aku lupakan Reno dalam hidupku dengan berbagai kesibukan yang Aku miliki. Perlahan akan Aku buat Reno menyesal sudah mengatakan itu ke teman-temannya. Aku harus menjadi seorang yang jauh lebih lagi. Rasa kecewa terhadap cinta yang di ambil sisi baik untuk menjadi jauh lebih baik lagi.
End
Cerpen Karangan: Nur Hanifah Ahmad Blog / Facebook: Nur Hanifah Mahasiswa Studi Agama-Agama UIN Sunan Kalijaga Instagram: @nur.hanifah.ahmad