Menghindari Bryan, sekarang akan menjadi suatu kegiatan yang sering Melissa agar terbiasa nantinya.
“Lilis!” Kaki kurus terbalut kaos kaki putih dan sepatu hitam putar haluan, melangkah ke arah yang tidak seharusnya.
“Lilis, kemarin gue belum nyatet tugas kelompok sama sekali.” Bryan ambil langkah mendekat ke Melissa, tetapi teman cantiknya itu malah berbalik dan pergi. “Woy! Pinjem buku lo! Lilis!” Teriak Bryan mengejar Melissa yang berjalan makin cepat.
Melissa salah memilih tujuan, ia hanya melangkah tanpa berakhir dan alhasil sekarang menapaki jalan buntu. Kelas kosong yang sekarang menjadi gudang, Melissa berdiri tepat di depan pintu ruangan itu. Jelas saja, pintunya terkunci, ia tidak bisa masuk.
“LILIS! LO BUDEG ATAU EMANG GAK PUNYA KUPING?” Tanya Bryan meninggikan nada bicaranya. “APAAN SIH YAN?!” “BUKU WIRAUSAHA LO MANA? GUE PINJEM MAU NYATET TUGAS KEMARIN YANG DAGANG ITU. ASTAGA, MELISSA ANGELINA. ARE YOU HAVE A PROBLEM?!” “ADA DI TAS LAH, MANA MUNGKIN GUE BAWA KEMANA-MANA.” “AMBIL, BURUAN!”
Semenit berlalu dengan mereka yang berbincang saling narik urat. Bryan pun mencengkram kedua pundak Melissa, meski tidak kuat tapi cukup ampuh untuk membawa Melissa untuk mendorong tubuh yang enggan beranjak itu sampai kelasnya.
Saat jam istirahat, Bryan tanpa izin pada David -teman sebangku Melissa- duduk di bangkunya. Melissa tidak sadar, karena ia sedang asyik menggambar sesuatu di kertas HVS. Menyontek sketsa dari Google, Bryan menahan tangannya yang hendak memberikan buku milik Melissa. Awalnya Bryan memperhatikan gambar yang tengah dibuat Melissa, lalu tanpa ia sadari matanya bergulir ke wajah Melissa. Bryan tersenyum melihat Melissa yang tampak sangat senang pada kegiatannya. Yang Bryan tau, gadis cantik itu memang hobi menggambar.
“Pit, gue pinjem pulpen mer—” Melissa tidak melanjutkan perkataannya sebab terperanjat melihat seseorang yang berada di sampingnya bukan David, tetapi Bryan.
“Gambar lo bagus.” Ucap Bryan mengulas senyumnya seraya melipat tangan kanan membentuk segitiga lancip untuk menahan kepalanya yang bersandar. Memiringkan kepala agar dapat menatap Melissa lebih intens, entahlah, Bryan hanya ingin melakukannya.
Melissa menutup gambarnya dengan kedua tangan, lalu menggulungnya dan menyimpannya. Ia bangkit dari posisinya, ingin segera pergi tapi Bryan menariknya hingga tubuhnya terjatuh di kursi dan terduduk lagi.
“Melissa Angelina, kenapa sih lo menghindari gue?!” “Gakpapa.” Singkat, padat, dan tidak menjelaskan apapun. Bryan menghela napas berat, tatapannya berangsur pepat.
Melissa memutar bola matanya, berusaha bersikap sejutek dan sejudes seperti biasanya berinteraksi dengan Bryan. Ia menyerobot buku miliknya yang digenggam Bryan sambil mengangkatnya. “Ieu tah, Iyan, urang hayang ke toilet, hayang latihan presentasi ti hareupeun eunteung. Puas?” Kata Melissa lalu pergi meninggalkan Bryan. Bibir bawah Bryan maju lima senti. “Dasar Lilis Sunda kawe!” “Sabodo teuing.” Sahut Melissa yang ternyata mendengar dumelan Bryan meski sudah berjalan cukup jauh.
Bryan mengambil motor di parkiran, menyela motor vespa kesayangannya dan memakai helm kodok cokelat muda yang Melissa pilihkan untuknya saat mereka tidak sengaja bertemu di toko helm. Saat itu, Melissa juga ingin membeli helm jadi Bryan pun bantu pilihkan. Melissa membeli helm kodok hitam pink dari yang Bryan pilihkan untuknya.
Mata Bryan meluaskan pandangannya, dan tatapannya terhenti pada dua sosok makhluk bumi yang sedang berduaan di dekat tembok belakang sekolah. Itu Melissa dan David, “Ngapain mereka disitu?” Secepatnya Bryan menghampiri mereka, lalu menarik Melissa tanpa aba-aba.
“IYAN! APAAN SIH LO? LEPAS GAK! ADUH, IYAN TANGAN GUE SAKIT, HEH!” Setelah Bryan membawa Melissa ke tengah lapangan, baru tangan kurus Melissa dilepaskan. Kedua mata beda bentuk itu saling menatap seolah menyorotkan laser sengit yang hendak saling sungut.
“LO SUKA SAMA DAVID? SAMPE GAK BISA LIHAT DIA SAMA ORANG LAIN, GITU?” “MAKSUD LO AP—” Sejenak Melissa berpikir, seperti tidak asing dengan kata-kata itu. Untung daya ingatnya tidak lemah, itu kata-kata yang dia bikin status kemarin. Gadis itu melongo, bingung menjelaskannya pada Bryan.
“Bukan lah, ngapain juga David gue kode.” Bryan langsung menghirup udara sebanyak-banyaknya setelah tiga detik menahan napas menunggu jawaban Melissa. “Terus siapa?” Bryan menginterogasi, Melissa tambah bingung, tidak mungkin kan dia bilang kalau itu untuk Bryan.
Itu juga tidak sengaja ia lakukan, jarinya mengetik sendiri dan memposting kata-kata itu tanpa izin dari otak cerdas Melissa.
“Kalo lo gak jawab, detik ini juga gue antar lo balik!” Sudut bibir Melissa terangkat. “Dih maksa.” Celetuknya yang terkejut dengan perkataan Bryan, entah setan apa yang merasukinya, tiba-tiba mau mengantar Melissa pulang. Biasanya malah Melissa diberi tumpangan Ojol atau Bryan bakal menyetop Ziva untuk memberinya tebengan. “Harus, kudu, wajib, mesti.”
Dan entah mengapa, Melissa memilih untuk diam tak menjawab. Mungkin, untuk membuktikan bahwa Bryan tidak memberinya harapan palsu meski hanya diantar pulang.
Di perjalanan mereka, saat Bryan dan Melissa sedang naik motor dan saling diam. Melissa mendadak membuka percakapan dengan memanggil Bryan.
“Iyan.” “Hm.” “Gue mungkin gak bisa kasih tau lo siapa orang yang gak sengaja gue jadiin status kemarin, tapi yang jelas, itu bukan David.”
Melissa menyiuk saat tak mendengar balasan atau tanggapan apapun dari Bryan. Diamnya Bryan, menahan diri untuk tidak tersenyum. Hati kecilnya lega sekaligus senang mendengar penjelasan Melissa.
“Iyan, dengar gak?” “Gue gak budeg.” “Syukur deh.” “Kalo gitu, jangan kabur lagi kalo gue panggil. Jangan menghindari gue, ya?”
Melissa yang terdiam kali ini. Dia tidak bisa menjawab kalau sudah soal perasaan, sulit mengatasi rasa kesal dan gugup juga berdebar dalam satu waktu. Entah apa yang salah dalam dirinya, mungkin kalau yang lain meminta begitu Melissa bisa, tapi Bryan pengecualian.
“Gak bisa janji ya.”
Pemuda yang lebih tinggi dua puluh senti meter dari tinggi badan Melissa itu berdesis kesal, menghentikan motornya secara dadakan. “Janji gak? Atau mau gue turunin tengah jalan?” “Iya! Yaelah!” Ucap Melissa, 20% terpaksa, 80% tertekan.
Lalu Bryan melanjutkan perjalanan mereka hingga sampai ke rumah Melissa dengan selamat.
Cerpen Karangan: Xiuzeen
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 9 April 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com