“Tolong matikan perasaan ini” Aku mengucapkan kalimat itu kepada orang yang sudah MENGHIDUPKAN PERASAAN. Aku bisa melihat saat ini dia bingung tidak mengerti, wajar dia sendiri tidak tahu dengan perasaan ini maksudku manusia tidak tercipta untuk langsung tahu dengan perasaan seseorang, bayangkan saja aku percaya akan ada banyak sekali hal buruk yang terjadi jika memang manusia diciptakan untuk dapat melihat dan mendengar perasaan manusia tapi jika mengetahui itu wajar karena itulah disebut PEKA. Tapi sayangnya orang yang sekarang berada dihadapanku ini bukanlah termasuk kategori itu.
“Kau ini ngomong apa” “Dengar…” “Tidak” Dia pergi menjauh, seharusnya aku tahu dia begitu selalu tidak mau menunggu untuk mendengar kenapa aku bisa punya perasaan ini untuknya.
Sepanjang berjalan kembali ke rumah tempat paling nyaman terutama kamarku, sepanjang berjalan aku kembali berpikir kenapa aku bisa memiliki perasaan ini untuknya. Sekilas pikiran ini membuatku kembali kepada saat itu saat aku menatap matanya aku melihat dia menatap mataku kami saling bertatapan dalam hitungan detik. PERASAAN ITU HADIR
Keesokannya aku bersepeda mengelilingi kota kecil yang membuatku tiba di sebuah jembatan. Disana aku hanya merenung mengenai hidup, mengingat semua yang sudah terjadi padaku selama aku hidup membuatku sadar bahwa semua yang terjadi pasti karena ALASAN yang membuat kita menjadi lebih paham. Seperti kata orang masa lalu adalah pembelajaran.
“Kau suka sekali kesini bukan?” Aku berbalik untuk mengetahui dia sedang berdiri dibelakang. “Olahraga pagi” “Yah disini memang bagus, aku suka sekali dengan pemandangannya” Sangat aneh tentu saja bagus dasar orang sok… ”Ya, ini bagus” Aku berjalan kearah sepedaku. “Aku pergi dulu” Tanpa menunggu jawaban dari dia aku hanya langsung mengayuhkan sepedaku pergi dari sana secepatnya aku merasa menghindari dia lebih baik daripada menghadapinya aku benar-benar pengecut saat ini berbeda dengan diriku yang di masa lalu.
Kini dari arah belakang aku dapat mendengar suara bel sepeda yang jelas aku tahu itu pasti dia, aku mengayuhkan sepedaku dengan kuat agar sepeda ini dapat bergerak dengan cepat. Tapi rasanya tuhan ingin sekali membuatku menghadapi dia dengan membuat sepedaku kehilangan arah sembari melaju dengan sangat cepat membuatku berteriak takut untuk hidupku. Tuhan maaf aku tidak ingin aku belum ingin mati sekarang tidak seperti ini rengekku dalam hati sembari raga ini berusaha membuat sepeda tetap seimbang hingga sepeda ini mulai melaju semakin pelan dan berhenti membuatku turun dari sepedaku.
Dari arah belakang aku mendengar suara bel itu lagi, kini aku meninggalkan sepedaku dan berlari tapi tentu saja lariku tidak secepat dengan orang yang mengayuhkan sepeda.
“Hei kau menghindariku ya?” Aku tidak menjawabnya aku tetap berlari untuk menghindari, seketika aku terkejut saat dirinya berhenti didepanku. “Dengar..” Katanya Aku berbalik berjalan untuk meraih sepedaku dengan berjalan “Apa?” “Aku tidak tahu” “Kalau begitu kau pergi saja” Kataku kini sembari membawa sepedaku berjalan, sedangkan dia berjalan disebelahku sembari membawa sepedanya juga.
“Kau mau kemana setelah ini?” “Pulang” “Sampaikan salamku untuk kedua orangtuamu” “Ya” “Kau benar-benar tidak peka bukan” “Mengenai perasaanmu?” “Aku berharap kau bahagia dengan orang yang pantas untukmu” “Tentu saja denganmu bukan?” “Tidak dengan orang lain bodoh, dengan orang yang akan kau cintai selamanya” “Iya itu kau” “Bohong” “Apa aku pernah bohong denganmu”
Aku hanya terdiam, memang dia tidak pernah bohong denganku dia akan selalu jujur. Jadi apakah ini benar? Aku tidak tahu. Sekarang buatlah aku percaya.
Hampir mencapai rumahku aku dapat melihat kami berdua berjalan dengan senyuman di wajah kami berdua. Aku rasa sekarang PERASAAN INI AKAN HIDUP SELAMANYA.
Cerpen Karangan: Shofa Nur Annisa Deas Blog / Facebook: Shofa Deas
Cerpen ini dimoderasi oleh Moderator N Cerpenmu pada 22 Mei 2022 dan dipublikasikan di situs Cerpenmu.com