Alia masih terdiam, memandang foto Dafin dari layar ponselnya. Dia masih belum bisa berhenti memikirkan, senior yang telah meluluhkan hatinya.
Sudah setahun berlalu sejak pertemuan pertama mereka, Alia masih menyimpan perasaannya rapat-rapat tanpa berani untuk mengungkapkan.
Pagi itu hari pertama orientasi siswa baru, dan sialnya Alia terlambat. Senior-senior dengan tampang garang telah menunggu di depan pintu gerbang.
“Adek, sudah jam berapa ini?” Kata seorang senior bertampang menyebalkan. “Kamu berdiri di barisan sebelah kiri, kamu terlambat lima menit” lanjutnya. Dengan wajah kusut Alia mengikuti perintah seniornya.
Sembari berdiri menunggu hukuman, Alia melihat seorang senior bertampang manis sedang berbicara kepada temannya. Wajahnya begitu menenangkan. Dialah Dafin.
“Kalian yang di barisan terlambat, bersihkan halaman sekolah, punguti semua sampah, sapu sampai bersih. Kerjakan sekarang” senior galak memberi perintah.
Alia bersama teman-teman lain yang terlambat segera melaksanakan tugas mereka. Di sebelahnya seorang gadis menyenggol Alia.
“Kamu lihat senior ganteng tadi?” gadis itu berbisik sambil tersenyum. Dia Jovanka, sahabat Alia. “Ya lihat lah, wajahnya kalem banget” jawab Alia. “Namanya Dafin” sambung Jovanka. Mereka berdua bekerja sambil mengobrol dan tertawa cekikikan.
“Woi kalian berdua, jangan ngobrol terus. Apa mau ditambah hukumannya?” senior galak berteriak dari belakang. “Enggak kak maaf” ucap Alia dan Jovanka bersamaan. Mereka berdua nyengir lalu melanjutkan pekerjaan dalam diam.
Ketika Alia membawa keranjang sampah, dia tersandung dan jatuh. “Kamu gakpapa?” seseorang membantunya. Dafin, Alia hanya melongo. “Kamu baik-baik aja kan?” Dafin mengulangi. “Oh iya kak aku gakpapa” ucap Alia begitu tersadar. “Sini aku bantu bawa” “Terimakasih kak” Mereka berdua membawa keranjang sampah bersama-sama. Membuat jantung Alia berdegup kencang. Sejak hari itu Alia mulai menjatuhkan hatinya kepada Dafin. Alia tak bisa berhenti memikirkan Dafin. Hingga tahun berganti, perasaan itu masih ada.
“Al, mau denger berita nggak?” ucap Jovanka tiba-tiba ketika jam istirahat. “Apaan?” Alia seolah tak peduli. “Kak Dafin lagi di deketin cewek, namanya Tiara, teman sekelasnya” ucap Jovanka dramatis. Seketika Alia menjatuhkan sandwich yang hendak dia makan. “Serius?” Alia nampak tak percaya. Jovanka mengangguk mantap. Alia menghela napas, terlihat lemas.
“Apa kubilang, cowok sekeren kak Dafin pasti banyak yang suka. Kamu harus cepet-cepet ungkapin perasaan kamu” “Aku kan cewek, malu lah Jo” “Daripada entar disamber Tiara duluan. Emang kamu rela kak Dafin jadian sama Tiara?” Alia menggeleng. “Makanya gercep”.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Alia dan Jovanka memasuki kelas Dafin yang masih sepi. Dengan cepat Alia mendatangi tempat duduk Dafin dan meletakkan kotak kecil disana. Mereka segera pergi meninggalkan kelas Dafin.
Dafin yang baru tiba di kelas. Melihat kotak kecil tergeletak di bangkunya. Dibukanya kotak itu, ada secarik kertas disana. Bertuliskan
Untukmu kakak kelas idola Kak Dafin Sudah lama aku menyimpan perasaan ini Aku tak bisa memendamnya lagi Selama ini aku memperhatikanmu Mungkin kamu tak tau Aku tak ingin meminta Atau memaksamu untuk membalas perasaanku Aku hanya ingin kamu tau Kamu ada di hatiku Alia
Setelah membaca surat, Dafin terdiam. Ekspresi wajahnya tak bisa ditebak. Dafin tau siapa yang menulis surat itu. Hanya ada satu Alia di sekolahnya.
Dua minggu telah berlalu tak ada balasan dari Dafin, tak ada reaksi apapun. Semua berlalu seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
“Jo, denger berita tentang kak Dafin nggak?” Alia bertanya. “Enggak” “Atau dia sedang dekat dengan siapa gitu” “Enggak Al, gak ada berita apa-apa. Lagian kemaren kamu kok gak ngomong langsung sih. Kenapa harus pake surat. Kuno tau” “Aku malu Jo, kalo harus ngomong langsung” Jovanka hanya mengangkat bahu. “Apa aku harus nyerah aja ya” Alia tertunduk lesu. “Udah jangan terlalu dipikirin”.
Hari ini tanggal 30 adalah hari ulang tahun Alia. Tak ada yang istimewa. Semua berjalan seperti biasa. Bangun seperti biasa, dan berangkat sekolah seperti biasa.
Jovanka berdiri di depan gerbang sekolah menyambut Alia. “Happy Birthday sahabat ku” ucap Jovanka sembari memeluk Alia. “Makaci” balas Alia. Jovanka menyodorkan sebungkus kado. “Apaan nih?” tanya Alia “Hadiah lah, masa bongkahan batu” jawab Jovanka. Alia tersenyum.
Mereka berdua berjalan menuju kelas. Di tengah perjalanan mereka bertemu Dafin. Dafin tersenyum menyapa mereka. Membuat hati Alia meleleh lagi.
“Pegangin aku Jo” bisik Alia begitu Dafin berlalu. “Sadar Al” Jovanka mengingatkan.
Setibanya di kelas, Alia segera duduk di bangkunya. Seseorang tiba-tiba datang menghampiri Alia. Seseorang yang selama ini dia nantikan.
“Kak Dafin” “Selamat ulang tahun Alia” Dafin menyodorkan kado untuk Alia. “Apa benar kamu yang sudah menulis surat untukku” Dafin melanjutkan sembari berbisik. Alia mengangguk. “Maaf kalo selama ini aku nggak merespon surat kamu. Kamu pasti nungguin jawaban aku”. Dafin tersenyum kemudian melanjutkan. “Maaf juga sudah membuatmu menunggu dan bertanya-tanya. Aku hanya menunggu momen yang tepat”.
Dafin menarik napas dalam sebelum melanjutkan. “Alia, aku membalas perasaan kamu. Kamu juga ada di hatiku”. Alia hanya melongo mendengar ucapan Dafin. Tak mampu berkata apapun. Melihat ekspresi Alia, Dafin tersenyum lalu pergi meninggalkan Alia yang masih terpaku. Alia tak pernah menyangka, bahwa di penghujung bulan ini tepat dihari ulang tahunnya. Harapan Alia akhirnya terkabul.
“Cie-cie Alia….” sorak teman-teman Alia.
Cerpen Karangan: Wiwin Ernawati Blog / Facebook: Icasia Aurelio