Hari ini Bu Sri sedang menerangkan materi pelajaran Bahasa Indonesia. Aku menguap berkali kali, membosankan ucapku dalam hati. Ingin segera aku mendengar bel istirahat dan segera keluar melihat tim basket sekolah kami berlatih untuk kejuaraan antar sekolah nanti.
Vina menyenggol lenganku pelan, aku yang mengantuk segera terbangun dan melotot ke arahnya. “Kenapa sih” ucapku sedikit sebal pada sahabatku itu. “Dengerin tuh penjelasan Bu Sri” ucap Vina, aku mengalihkan pandangan pada Bu Sri yang sedang menjelaskan bagaimana membuat puisi yang baik dan benar. Sebisa mungkin aku memperhatikan penjelasan beliau, meskipun membosankan.
Bel istirahat berbunyi, tanpa ba bi bu aku langsung keluar kelas dan berjalan cepat menuju lapangan basket di halaman sekolah. Vina menyusul dibelakangku. Di samping lapangan sudah banyak kerumunan murid yang melihat tim basket sekolah kami berlatih. Karena di tepi lapangan sudah terlalu ramai, akupun mengambil inisiatif melihat mereka berlatih dari balkon lantai dua, tepatnya dari kelas 11 Mipa. Walaupun jauh tapi aku masih bisa melihat dengan jelas mereka semangat sekali berlatih. Vina menghampiriku dengan nafas ngos-ngosan.
“Ngapain ngga dibawah aja?” Tanya Vina dengan nafas yang masih naik turun. “Males banyak orang” jawabku. “Kirain tadi lo jalan cepet cepet mau ke kantin, eh malah kesini. Ngga laper?” Tanyanya. “Laper sih, tapi gue pengen liat mereka latihan” ucapku sambil menunjuk mereka dibawah. “Apa enaknya sih liat mereka latihan” ucap Vina menghela napas. “Ya enak aja, seru tau” ucapku lalu kembali fokus melihat mereka latihan. Lebih tepatnya melihat dia latihan. Cowok yang aku sukai berlari dengan membawa bola dan memasukkan bola ke ring.
“Lo ngga asik Rei, gue ke kantin aja deh. Gue laper” ucap Vina ngambek lalu berjalan pergi. “Lo mau ke kantin?” Tanyaku menghentikan langkahnya. “Kenapa?, lo disini aja, makan tuh latihan basket biar kenyang” ucap Vina menggembungkan pipinya, tanda dia sedang kesal. “Gue nitip.” Ucapku. “Gue ngga buka jasa titip!” Ucap Vina semakin kesal padaku. Ia pun pergi. Aku tertawa kecil, seperti itulah sahabatku. Kami sering berantem karena hal hal sepele, namun justru itulah yang membuat hubungan kami semakin erat.
Pandanganku masih tertuju pada satu orang di bawah yang sedang berlari lari. Namanya Riky, anak kelas 11 mipa 1. Aku mengaguminya, sangat mengaguminya. Sejak turnamen basket antar sekolah tahun lalu, aku selalu rajin diam diam melihat dia berlatih.
Adalah Vina yang pertama kali mengajakku menonton turnamen basket antar sekolah tahun lalu. Awalnya aku malas malas, karena aku tidak terlalu suka olahraga. Tapi setelah aku melihat pertandingan pada hari itu, aku seperti terhipnotis oleh pesona pertandingan basket. Lebih tepatnya terhipnotis oleh pesona dia, orang yang mulai kusukai sejak hari itu. Vina sampai heran melihat perubahanku.
“Aneh banget lo Rei, perasaan lo pernah bilang ngga suka olahraga. Lo juga bilang ngga suka nonton pertandingan ini lah itu lah. Kenapa lo sekarang jadi semangat banget nonton pertandingan?. Terutama basket. Lo ngga lagi naksir anak basket kan?” Ucap Vina suatu hari. Aku melotot ke arahnya. “Lo tuh yang aneh, ngapain nanya gituan?. Gue ngga suka nonton olahraga salah, gue suka nonton olahraga salah. Kayaknya gue serba salah di mata lo Vin.” Ucapku kesal. Sebenarnya untuk mengalihkan pembicaraan. Vina tertawa melihatku kesal. “Ya aneh aja liat lo rajin bener liat tim basket sekolah.” Ucapnya.
Riky berhasil membuatku tersenyum senyum sendiri di kamar sebelum tidur. Setiap kali aku memikirkannya, jantungku berdebar debar. Sensasi yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Ya, dia cinta pertamaku. Entah kenapa aku bisa menyukainya. Dia tidak ganteng ganteng amat, ada yang lebih ganteng di tim basket sekolah. Dia itu tinggi, badannya tegap, dadanya bidang, kulitnya putih bersih, matanya agak sipit, dan wajahnya imut manis. Membuatku tak berhenti memikirkannya. Apalagi saat dia tersenyum, senyumnya terbayang bayang di otakku. Sunguh menyenangkan.
Walaupun aku menyukainya, sampai saat ini belum ada satupun orang yang mengetahui bahwa aku menyukainya. Bahkan aku tak mengatakannya pada Vina. Bahkan Vina pernah menuduhku menyukai Kevin, ketua tim basket yang gantengnya sebelas dua belas seperti Verrell Bramasta. Tapi aku cuek menanggapi tuduhannya. Mungkin sampai sekarang ia masih menganggapku menyukai si Kevin. Padahal salah besar.
Hanya ada satu benda yang menjadi saksiku dalam mencurahkan isi hatiku selama mencintai Riky. Benda itu adalah buku diaryku. Disana terdapat banyak sekali coretan coretanku yang mengagumi sosok Riky. Kata kata cinta yang kubuat untuknya. Bercerita saat aku dan Riky tak sengaja berpapasan di kantin. Semua hal yang terkait dengan Riky, kutulis dengan sepenuh hati dan penuh harap.
Semoga suatu hari nanti Riky mengetahui perasaanku selama ini. Dan ia dapat membaca buku diaryku, dan mengetahui betapa aku sangat mencintai dan mengaguminya. Namun, untuk sekarang aku masih merasa senang melihatnya dari kejauhan. Aku masih senang menjadi pengagum rahasianya.
Tamat
Cerpen Karangan: Seli Oktavia Facebook: Sellii Oktav Ya Email: oktaviaa1001[-at-]gmail.com