Rifki masih mencintai Dara hingga kini. Meski caranya mencintai sangatlah tersembunyi. Baik perasaan maupun cinta Rifki pada Dara tidak diketahui oleh siapa pun. Cara Rifki menatap Dara pun masih sama. Ia terus-menerus dibuat kagum dengan apa yang dilakukan Dara. Cara Dara tersenyum, cara Dara merespon orang yang bicara dengannya, cara Dara menatap seseorang. Semuanya. Rifki suka semuanya.
Namun terkadang Rifki merasa patah hati ketika Dara bersama kekasihnya. Seperti dilanda rasa cemburu. Rifki sendiri tak sanggup mengungkapkan perasaannya pada Dara. Karena dia takut mendapat penolakan. Sebelum mengungkapkan saja, Rifki sudah mendapat penolakan secara halus melalui rumor yang beredar di kampus. Iya. Rumor tentang kedekatan Dara dengan kekasihnya.
Kini Rifki dihadapkan sebuah pemandangan yang cukup mengenaskan. Di hadapannya ada Dara yang sedang bermesraan dengan kekasihnya. Kalau tidak salah nama kekasihnya adalah Didit. Didit berasal dari jurusan Sastra Jepang. Diam-diam Rifki tertawa hambar dalam hati. Lalu menundukkan kepala. Ternyata begini ya rasanya mencintai seseorang dalam diam. Apalagi seseorang yang kita cintai sudah memiliki kekasih. Dadanya terasa sesak melihat Dara bersama kekasihnya. Ditambah lagi dengan Dara yang terlihat bahagia ketika bersama kekasihnya. Andai saja Rifki bisa mendekatinya dan membuatnya tersenyum selebar itu.
Tanpa disadari, Rifki melamun. Temannya heran dengan sikap Rifki. Temannya menepuk bahu Rifki kencang hingga Rifki menoleh. Rifki mengangkat sebelah alisnya. Seolah bertanya ada apa. “Ada apa?” tanya teman Rifki. Teman Rifki bernama Rio. “Aku sedang memikirkan tugasku” jawab Rifki lalu tertawa. Rio ikut tertawa terbahak-bahak sambil memukul bahu Rifki dengan kencang. “Kenapa perlu dipikir? Kau lucu sekali” balas Rio setelah tertawa terbahak-bahak. “Karena banyak sekali” ujar Rifki. Lalu keduanya tertawa lagi. Padahal dalam hati, Rifki sedang berduka. Tak apa. Setidaknya rasa sedihnya tertutup oleh tawa.
—
“Dit, enak nggak? Boleh aku coba?” tanya Dara seperti meminta ijin untuk mencicipi makanan yang dipesan oleh Didit. Didit mengangguk pelan. Kemudian Didit menyuapi Dara. Dara mengangguk-angguk setelah mengunyah makanannya sampai habis. Didit tersenyum melihat tingkah Dara yang lucu. “Enak?” tanya Didit memastikan. Dara mengangguk dan mengacungkan jempol. Saking gemasnya dengan tingkah Dara, Didit mengacak-acak rambut Dara. Dara tertawa geli.
Ribuan pasang mata menatap Dara dan Didit yang sedang bercumbu mesra. Mereka terlihat iri dengan kemesraan Dara dan Didit. Bahkan ada yang melihat dengan tatapan cemburu karena beberapa dari mereka menyukai Dara. Namun mereka mengetahui bahwa Dara telah mempunyai kekasih.
Usai makan berdua di kantin, Dara dan Didit berjalan menyusuri sekitar kampus sambil bergandengan tangan. Lagi-lagi ribuan pasang mata menatap keduanya. Akan tetapi keduanya tidak peduli. Dara dan Didit sudah dimabuk cinta. Hingga menganggap dunia milik berdua, lainnya ngontrak.
—
Rifki terus-menerus menatap ke bawah. Rifki sedang menahan perih di hatinya. Rifki rasanya ingin keluar dari kampus ini. Berulang kali dia melihat Dara yang bermesraan dengan kekasihnya. Tetapi ini baru semester tiga. Masih tersisa lima semester supaya lulus sekaligus keluar dari kampus. Sementara Dara sebentar lagi akan melaksanakan wisuda. Rifki mengetahui kabar itu karena tidak sengaja mendengar pembicaraan Dara dengan salah satu temannya.
Senang rasanya bisa tahu bahwa skripsi Dara diterima. Lalu lulus sidang. Kekasih Dara juga dikabarkan akan wisuda tahun ini. Rifki tertawa dalam hati. Sebentar lagi dia takkan bertemu dengan Dara. Namun disisi lain, Rifki juga tidak akan melihat Dara dan kekasihnya sedang bermesraan setiap hari. Ya. Ada perasaan sedih dan senang. Rasanya semua perasaan itu campur aduk menjadi satu. Bagaimana Rifki mengatasi perasaan yang campur aduk ini? Rifki mengangkat bahu. Jawabannya tidak tahu.
Ah iya. Rifki hampir lupa. Tugas Rifki masih banyak yang belum selesai. Apalagi jadwal kegiatan organisasi yang saling bertabrakan. Alangkah baiknya Rifki segera menyelesaikan tugasnya satu-persatu. Tak lupa untuk mengutamakan kesehatan tubuhnya. Akhir-akhir ini dia tak bisa tidur karena mengerjakan tugas. Kadang karena dia memikirkan perasaannya pada Dara yang tak kunjung hilang. Bila terus begini, nanti Rifki bisa sakit. Rifki harus mulai menata jadwal tidurnya yang berantakan. Rifki tak mau sakit. Masih banyak yang harus Rifki urus.
—
Rifki termenung untuk kesekian kalinya. Entah sudah keberapa kalinya dia seperti itu. dan lagi-lagi Rio menyadari Rifki yang termenung sangat lama. Ditatapnya Rifki dengan lamat. Memikirkan apa yang terjadi dengan Rifki. Sekaligus menebak-nebak. Mungkinkah ada yang menyakiti hati Rifki? Apa ada masalah dengan keluarga Rifki? Rifki sedang ada masalah dengan dirinya sendiri? Ataukah ada yang mendesak Rifki untuk mengumpulkan tugas hari ini? Atau masalah lain? Rio mengedikkan bahu. Entahlah tak tahu. Rifki selalu menjawab tidak ada apa-apa jika ditanya. Padahal Rio sangat mengkhawatirkannya. Meski begitu, Rio tidak memaksa Rifki untuk menceritakan masalah yang dialaminya. Hanya saja Rio merasa khawatir jika Rifki tiba-tiba bunuh diri karena terlalu sering memendam masalah. Rio menggeleng cepat. Tidak mungkin Rifki menyerah secepat itu pada kehidupan yang pahit ini.
“Rio” panggil Rifki dengan suara lirih karena dosen sedang menjelaskan materi. Rio menoleh dengan cepat dan mengangkat sebelah alisnya dengan tinggi. Seolah bertanya ada apa pada Rifki. Kemudian Rifki mendekatkan bibirnya ke telinga Rio. Seperti ingin membisikkan sesuatu pada Rio.
“Kelasnya sampai jam berapa?” tanya Rifki bisik-bisik. Rio pun menjawab dengan berbisik, “Jam dua belas lebih empat puluh menit.” Rifki mengangguk lalu menjauhkan bibirnya dari telinga Rio. Rifki kembali fokus pada materi yang dijelaskan oleh dosen.
—
Cuaca siang ini sedang hujan. Dara lupa membawa payung. Besok adalah hari pelaksanaan wisuda. Dara sangat senang. Keluarga Dara mungkin besok akan datang. Lalu merayakan hari kelulusan Dara dengan meriah di rumah. Dara tersenyum riang sambil membayangkan hal yang terjadi besok.
Dara mengusap pelan bahunya. Dara merasa kedinginan. Dara tak tahu jika akan turun hujan. Jadi Dara hanya memakai kemeja tipis dengan dalaman kaos. Ternyata tak hanya perasaan dan sikap manusia saja yang berubah, tetapi ramalan cuaca juga bisa berubah. Tiba-tiba ada seseorang memberi payung pada Dara. Seseorang itu dari arah belakang Dara. Dara menoleh seketika.
“Pakai payung ini” ujar lelaki itu lalu tersenyum tipis. Ya. Seseorang itu adalah lelaki. Lelaki yang tidak dikenal oleh Dara. Dara menatap lelaki itu dengan heran. Namun wajah lelaki itu tidak asing.
“Sampai jumpa” ucapnya di akhir percakapan singkat dengan Dara, kemudian pergi meninggalkan Dara. Dara menatap kepergian lelaki itu. Lelaki itu aneh menurutnya. Tiba-tiba memberi Dara payung, sementara lelaki itu berlari menerobos hujan. Justru lelaki itulah yang butuh payung.
—
Rifki berlari menerobos hujan yang deras. Matanya sedikit demi sedikit menetaskan air mata. Rifki merelakan payungnya seperti halnya dia merelakan hatinya demi kebahagiaan Dara dan kekasihnya. Rifki berucap janji dalam hatinya bahwa dia akan melupakan Dara. Ya. Pasti.
Cerpen Karangan: Purwati Blog / Facebook: tidak ada dirahasiakan