Masih tentang kisah cinta remaja. Dengan dramanya yang sederhana tapi menarik untuk diceritakan. Sebut saja dia Sipirili, gadis cantik tujuh belas tahun yang menaruh hati kepada sahabatnya Rakatana. Rakatana yang kini satu sekolah dengannya adalah bintang kelas, idola basket, juara olimpiade nasional dan yang membuat gadis-gadis meleleh adalah tampangnya yang super ganteng. Mirip oppa oppa korea.
Bertahun tahun Sipirili menambatkan hati. Dalam diam tak terucapkan. Cinta itu masih membisu. Rakatana tak pernah tau, dan Sipirili berkutat dengan cintanya sendiri.
Sebenarnya Sipirili cukup cantik untuk berdampingan dengan Rakatana. Tapi dia tak cukup populer, tak begitu terkenal dikalangan siswa sekolah.
“Selamat ulangtahun Sipirili” Rakatana menghampiri Sipirili di kelas saat jam istirahat. “Nih hadiah buat kamu” Rakatana menyodorkan kado untuk Sipirili. “Terimakasih” Sipirili tersenyum menerima hadiah dari Rakatana.
“Gak ada acara makan-makan nih?” tanya Rakatana. “Gimana kalo nanti sepulang sekolah kita makan bakso Pak Samunmun” ajak Sipirili. “Oke” Rakatana mengacak rambut Sipirili kemudian merangkul bahunya. Membuat Sipirili deg degan. Sikap Rakatana sering membuat Sipirili salah paham.
Rakatana masih merangkul bahu Sipirili. Memandang wajah sahabatnya sambil tersenyum. “Sampai ketemu nanti” ucap Rakatana tiba-tiba lalu pergi meninggalkan Sipirili.
Sipirili memegang dada menenangkan jantungnya. Dia tadi sempat khawatir jika tadi Rakatana mendengar detak jantungnya yang berdegub kencang. Sipirili menghela napas, sampai kapan perasaan ini akan menderanya. Ingin rasanya mengungkapkan perasaan itu. Tapi jika ternyata bertepuk sebelah tangan, Sipirili takut kehilangan sahabatnya. Hubungannya dengan Rakatana akan menjadi canggung.
Sore hari sepulang sekolah di kedai bakso Pak Samunmun terlihat Rakatana duduk disana menunggu Sipirili. Tapi yang membuat langkah Sipirili terhenti adalah seseorang yang duduk disamping Rakatana. Gadis cantik terpopuler di sekolah. Dialah Similikiti. Melihat kedekatan mereka, sepertinya telah terjadi hubungan istimewa. Ingin hati untuk pergi, tapi mulut telah berjanji. Akhirnya Sipirili memutuskan untuk menghampiri mereka.
“Hai” sapa Sipirili. Rakatana dan Similikiti menyambut kedatangan Sipirili dengan ramah. “Sipirili, ini kenalin pacar aku Similikiti” Rakatana memperkenalkan mereka berdua. “Hai. Btw selamat ulang tahun ya” Similikiti mengulurkan tangan. “Makasih” Sipirili menyambut uluran tangan Similikiti. “Gakpapa kan kalo aku ajak Similikiti gabung ama kita?” tanya Rakatana. “Iya gakpapa kok” ucap Sipirili. “Dia udah datang kesini masa mau diusir” Sipirili menggerutu di dalam hati.
Kalo boleh jujur sebenarnya Sipirili tidak nyaman dengan kehadiran Similikiti. Ada sesak di dada yang tak bisa diungkapkan. Dia seharusnya bahagia melihat sahabatnya menemukan cinta. Tapi siapa yang bisa mengendalikan hati. Nyatanya hati Sipirili masih terluka meski logika memaksa untuk bahagia.
Sipirili makan dalam diam. Sesekali ia menanggapi obrolan Rakatana dan Similikiti dengan senyum atau anggukan kepala. Mata Sipirili mulai berkaca kaca. Diambilnya sambal banyak-banyak untuk menutupi tangis yang nyaris pecah. Airmata mulai berlinang, Sipirili tak mampu lagi menahannya. Hidungnya juga mulai berair.
“Kayaknya kamu kebanyakan deh ambil sambalnya” ucap Rakatana. Sipirili mengangguk dan meneguk air putih sebanyak-banyaknya. Tenggorokannya sedikit lega. Sesak didadanya sedikit berkurang dengan keluarnya deraian air mata. Tak ada yang menyadari jika tangisnya berasal dari luka hati yang tak sanggup ia tahan.
Sipirili kembali memandang Raka. Dengan mata yang masih memerah dia berusaha melengkungkan senyum. Sahabatnya terlihat sangat bahagia. Mereka adalah pasangan yang serasi.
Sipirili pulang sendirian, tanpa Rakatana yang biasa menemani. Rakatana sedang mengantar pacarnya pulang. Terpaksa Sipirili naik angkot sendirian.
Sipirili mulai kehilangan sahabatnya. Waktu Rakatana tersita untuk Similikiti, tak ada lagi belajar bersama atau jalan-jalan bareng. Semua kini Sipirili lakukan seorang diri. Di sekolah pun Similikiti seolah tak ingin kehilangan Rakatana. Jika Rakatana menghilang dari pandangannya, Similikiti buru-buru menghubungi Rakatana dan memastikan jika Rakatana tidak bersama Sipirili. Entah ini perasaan Sipirili atau memang kenyataan, Sipirili merasa jika Similikiti berusaha menjauhkannya dari Rakatana. Apa mungkin Similikiti tau perasaan Sipirili yang sebenarnya.
Rakatana yang awalnya bahagia menjalani hubungan dengan Similikiti. Lama-lama dia merasa lelah. Dia kehilangan waktu bersama teman-temannya. Rakatana tak bisa lagi melakukan hal-hal yang ia suka. Dan yang paling membuatnya sedih adalah dia kehilangan waktu untuk sahabatnya Sipirili. Semua waktunya habis untuk Similikiti. Hingga suatu hari Rakatana sudah tak tahan lagi.
“Beri aku waktu untuk diriku sendiri. Aku gak lagi punya waktu untuk teman-temanku” “Teman? Sipirili maksudmu?” “Salah satunya” “Sepertinya Sipirili bukan hanya teman bagimu” “Dia sahabatku” “Sahabat? Jangan membuatku tertawa. Sahabat macam apa yang tidak bahagia melihatmu punya pacar? Dia bahkan menangis saat tau kita jadian” ternyata Similikiti menyadari apa yang terjadi di kedai Pak Samunmun. “Menangis? Kapan?” “Sering aku lihat matanya berkaca-kaca ketika melihat kita bersama meski dia berusaha menutupinya. Kalau dia memang sahabatmu seharusnya dia bahagia” Raka menunduk, dia tak pernah tau itu.
“Dan sepertinya kamu juga memiliki perasaan yang sama untuknya”
Ucapan Similikiti seperti tamparan untuk Rakatana. Menyadarkan dia tentang perasaannya selama ini. Rakatana tak bisa menjelaskan mengapa rasa kehilangan itu ada ketika Sipirili tak berada di sisinya. Dan untuk Similikiti, Rakatana sangat mengagumi Similikiti hingga tak bisa membedakan itu cinta atau hanya kagum semata. Dia bangga bisa menjadi pacar Similikiti tapi dia tak merasa nyaman jika harus terus menerus menghabiskan waktu bersama Similikiti. Rakatana merasa lebih nyaman bersama Sipirili.
Similikiti memandang Rakatana dengan kesal. Kecurigaannya selama ini benar. Rakatana dan Sipirili, hubungan mereka lebih dari sekedar sahabat.
Tak ada seorang pun yang bisa mengendalikan hati. Cinta bisa datang kapan saja dan kepada siapa saja. Semua tergantung kepada manusianya, entah dia mau mengungkapkan atau memendamnya.
Cerpen Karangan: Wiwin Ernawati Blog / Facebook: Icasia Aurelio