Alam semesta sepertinya tau suasana gadis yang tengah duduk di hamparan rumput itu. Memeluk tubuhnya yang menggigil kedinginan karena hembusan angin sore. Sang Surya sepertinya sedang menertawakannya, ia bersembunyi dibalik gumpalan awan yang hitam. Perlahan mengeluarkan rintikan air.
Sial, dia meninggalkan kardigannya di loker. Sahara kira, hari ini cuaca bagus, sebab di beranda telepon genggamnya menunjukan bahwa sekitar Jakarta akan cerah. Tapi ternyata itu tidak benar.
Hembusan nafas berulang kali terdengar. Sahara menumpukan kepalanya diantara lutut yang dia sejajarkan. Pikirannya melayang, percakapan tadi siang tiba-tiba kembali berputar di benaknya.
Sahara menggeleng ribut, dia tidak mau membuka luka yang susah-susah ia tutupi menggunakan seuntai harapan.
Saat itu, Sahara sedang duduk bersama Mahameru di sebuah kursi kantin paling pojok. Jauh dari murid-murid karena kursi itu memang jarang dipakai, selain karena paling pojok, jarak dari tempat duduk ke penjualnya juga lumayan jauh.
“Kalau cewek menyatakan cintanya ke cowok dulu. Boleh gak sih Kak?” Pertanyaan itu mulai membuka obrolan mereka. Sejak tadi keduanya hanya fokus memakan jajanan yang mereka beli.
Meru meminum es teh nya, raut bingung tercetak jelas di mimik wajahnya. Hal itu justru membuat Sahara tertawa canggung. “Maksud gue, kan ada artikel yang bilang. Kalo cewek yang nyatain perasaannya dulu, kesannya kaya murahan gak sih? Kaya ngemis cinta gitu..” lanjut Sahara.
Meru tertawa mendengar penuturan sahabatnya itu. “Kata siapa? Mengekspresikan cinta adalah hak setiap manusia, Ra. Mengekspresikan cinta bukan soal gender, tapi karena kasih sayang dan komitmen yang akan mereka jalin sama-sama.” jawab Meru setelah meredakan tawanya. Menurut Pria yang kini duduk di bangku akhir SMA, pertanyaan Sahara sangat absurd.
Sahara diam. Pikirannya berkecamuk. Melihat itu, Meru tersenyum penuh arti. “Mau ngungkapin perasaan ke cowok? Mau gue bantu gak? Siapa tau lo ragu atau malu gitu.” ucap Meru. Sahara tersenyum kecut, “Kalo lo, lo suka cewek?” bukannya menjawab, gadis berkuncir kuda itu malah melontarkan pertanyaan. “Lo pikir gue suka cowok?” Sahara berdecak, dia melempar gorengannya ke wajah Meru dengan kesal. “Ya pake logika lah, Kak!” pekiknya tertahan. Meru tergelak, “Gue bercanda.” Sahara mendengus.
Meru berpikir, “Masalah gue suka sama siapapun itu urusan gue. Tapi untuk saat ini gue gak mau ngungkapin perasaan gue ke cewek yang gue suka dulu.” ucap Meru. Sahara mengerutkan keningnya, “Because??” Jantungnya berdetak lebih cepat. Meru menghembuskan nafasnya panjang. “Because… gue gak mau ngerusak pertemanan lo, Ra.” Sebelum Sahara menjawab, buru-buru Meru berucap lagi. “Karena yang gue sukai itu temen lo, Lea.”
Sahara merasa pahit ketika kalimat itu terucap dari bibir Meru. Bagaimana Sahara harus memberitahu kepada semesta seberapa sakitnya dia? Hati yang semula hanya membiru kini mengeluarkan nanah bercampur darah. Sangat sakit.
Sahara mengusap air matanya. Membiarkan tubuhnya terguyur oleh hujan yang sangat lebat. Dia tidak peduli nantinya dia akan demam dan berakhir dimarahi oleh Bunda. Rasa sakit ini mengalahkan ketakutannya kepada kemarahan Bunda.
Matanya terpejam, hatinya terasa seperti ditusuk ribuan jarum. Sakit.
“Dari miliyaran perempuan di Bumi ini. Kenapa harus teman gue yang harus menjadi saingan gue? Gue mungkin bisa menang dari semua cewek yang perjuangin lo, tapi engga sama cewek yang lo perjuangin.. Rasanya.. Gue gak sanggup, Kak..”
Angin berhembus, petir menyambar, seakan menertawakan nasib gadis yang masih enggan untuk bangun dari tempatnya. Bibirnya membiru, tidak ada lagi senyuman, tidak ada lagi candaan yang dia lontarkan. Kini, yang terlihat hanya sisi rapuh Sahara.
Pasal mencintai dan dicintai. Sahara tau, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sahara ingin sekali bertanya kepada Zalea, bagaimana cara gadis itu memikat hati seorang Mahameru? Sangkin kuatnya cinta Mahameru kepada Zalea, Sahara kesusahan mendobrak hati itu. Hingga rasanya dia ingin menyerah.
Cerpen Karangan: Tanisa Putri Valencia Blog / Facebook: Nisa Kelas: 10