Saat itu sekolah dilaksanakan secara daring karena terdapat wabah virus covid-19, itu sangat membosankan dan aku sulit untuk memahami materi.
Kenaikan kelas 8 telah tiba, aku hanya kenal Anissa teman semasa kelas 7 dan Asya teman semasa SD karena setiap kenaikan kelas diacak siswanya.
Saat awal sekolah setiap siswa memperkenalkan diri dengan foto diri masing-masing, dan mulai hari itu sudah diberi tugas. Aku tertarik kepada seseorang, tapi aku tidak terlalu memikirkan itu.
Selasa terdapat mata pelajaran prakarya, tugasnya itu membuat kerajinan, aku yang tak pandai membuat kerajinan ini malas untuk mengerjakannya.
Tak kusangka tiba tiba ada seseorang mengirimiku pesan “Eh, gimana tugas prakarya kamu?” chatnya. “Aku belum ada ide mau buat apa, maaf ini siapa ya?” balasku dengan rasa penasaran. “Ah iya, kenalin aku Aliandra, aku sekelas sama kamu, save nomer aku ya” jawabnya. “Haha iya, aku Melyn, panggil apa aja gapapa, asal jangan dipanggil yang maha kuasa” balasku. “Hmm, rencana si aku mau buat tempat pensil, kayanya itu gampang deh, kamu ga mau buat itu juga?” saran darinya. “Kayaknya menarik, makasi atas sarannya” balasku. “Santai ajaa, sama-sama.” Jawabnya.
Akhirnya kuputuskan untuk membuat tempat pensil, karena saat itu masih secara daring, jadi kerajinannya hanya difoto saja, aku dan Al membuat kerajinan tempat pensil yang terlihat seperti couplean denganku.
Hari demi hari aku lewatin, aku sudah mempunyai beberapa teman, dan aku semakin tertarik dengan seseorang itu, ya itu adalah Al. Dia baik dan humoris, aku dengannya juga makin akrab, karena setiap hari pasti saling mengirim pesan, ya meskipun itu berawal dari menanyakan tugas yang menjadikan itu topik.
Tiba-tiba wali kelas kami mengirimi informasi bahwa sekolah sudah dapat dilaksanakan secara tatap muka, tetapi dilakukan dengan sistem ganjil genap. Kebetulan sekali aku dan Al genap, dianggap senang ya jelas senang, tapi aku juga takut tidak dapat bersosialisasi dengan teman-temanku.
Aku mencoba melewati hari pertama sekolah tatap muka, akhirnya aku bertemu Al secara langsung setelah kenal di handphone saja, hari itu ternyata tidak terlalu buruk. Namun kelas masih sepi karena canggung karena masih canggung untuk berbicara satu sama lain. Kebetulan juga aku se-sesi sama Anissa, dia jadi sekertaris kelas. Saat istirahat aku mengamati teman temanku.
“Melyn ya? hai aku Rahma” sapanya. “hai juga, iya aku Melyn, mau tanya dong yang namanya Eca mana ya?” tanyaku dengan penasaran. “Itu yang duduk didepan meja guru” tunjuk Rahma. “Kenapa nunjuk-nunjuk hayo?” sahut Eca. “Ini loh kamu dicariin sama Melyn” jawab Rahma. “Hehe, haii salam kenal” jawabku dengan malu. “Salam kenal juga ya!” sahut Eca.
Beberapa hari pertama sekola, aku tidak berbicara sama sekali dengan Al, aku malu mau memulai tapi aku juga ingin berbicara dengannya. Ada kesenangan tersendiri jika aku melihatnya dan dia juga melihatku, pengen salting bawaannya.
Hari Rabu ada literasi, namun aku tak mempunyai novel karena aku tak tertarik membacanya, akhirnya aku dipinjami novel sama Al, aku canggung mau memintanya, dan Al juga canggung untuk memberinya, akhirnya aku memberanikan diri untuk memanggilnya dengan nada pelan
“Al mana novelnya” panggilku. “Mau novel yang mana” tanyanya. “Terserah, yang mana aja boleh” jawabku dengan gugup. Al pun memberi novelnya kepadaku, kebetulan sekali aku dan Al duduknya sebelahan, dan tiba tiba “Cieee Melyn” ledek seorang perempuan yang bangkunya dibelakang Al. “Aku pinjam dulu, makasi Al” ucapku sambil tersenyum.
Aku semakin akrab dengan Al meskipun tidak banyak interaksi yang kita lakukan, dan aku semakin kagum dengannya. Aku sangat suka dengan matanya, tatapannya sangat tajam. Tetapi keakraban itu tidak bertahan lama, setelah kita dapat melakukan pembelajaran tatap muka 100% tanpa sesi namun masih menggunakan protokol kesehatan. Al sangat jarang membuka maskernya. Dia sangat berubah kepadaku, dari ucapan dan perilaku dia entah apa penyebabnya. Tetapi aku juga pernah sebangku dengan teman laki-laki yang aku juga lumayan akrab dengannya, mungkin itu salah satu penyebabnya dia berubah? aku juga masih sering melihatnya yang sedang mengerjakan tugas maupun bermain dengan teman-temannya. Dia termasuk murid yang pintar di kelasku, memperhatikan guru yang sedang menjelaskan, menjawab pertanyaan guru, dan tidak pernah telat mengerjakan PR yang membuat aku semakin menganggumi Al.
Namun disisi lain aku juga menganggumi teman sebangku, aku bingung dengan diriku sendiri, Al sadar aku dekat dengan teman sebangku aku, dia memilih untuk mengalah dan menjaga jarak denganku dan dia mengirimiku sebuah pesan. “Mel, asing aja yuk?” ajaknya. “Hah, kenapa kamu?” jawabku dengan kebingungan. “Gapapa asing aja, aku mau fokus belajar” ajaknya dengan penuh keyakinan. “Itu mau kamu? baiklah” jawabku dengan tidak yakin.
Bagaimana bisa aku melupakan orang secepat itu? apalagi aku sekelas dengannya, setiap hari bertemu dengan Al dan memiliki banyak kenangan, semakin sulit aku melupakannya. Berusaha semaksimal mungkin setiap hari untuk tidak melihat Al dan memblokir nomer dia. Setelah dipikir aku jahat sekali, melupakannya demi orang baru. Pelajaran Agama Islam pada hari Kamis, setiap pelajaran itu sekelas pindah tempat pembelajaran ke mushola sekolah. Aku melihat Al sedang bertatap-tatapan cukup lama, seseorang itu ada perempuan yang juga sekelas denganku, mungkin mereka berdua sedang dekat, aku sedikit cemburu tapi aku sadar aku tidak mempunyai hak. Selama pembelajaran aku tidak fokus karena melihat dua anak itu.
Aku sangat akrab dengan teman sebangku, dia sangat ramah dan pintar, namun dia egois dan keras kepala. Setiap hari aku bertengkar dengan dia karena hal hal kecil saja. Saat itu ada olimpiade Ipa dan ya Al mengikuti olimpiade itu, ingin sekali aku memberi semangat kepadanya aku berfikir “bukankah dia sudah diberi semangat oleh temanku yang mungkin sekarang sudah jadi pacarnya”. Aku hanya mendoakan yang terbaik saja dia mendapatkan juara. Setiap hari Al rajin belajar untuk mempersiapkan olimpiadenya, dan usaha dia membuahkan hasil yang cukup memuaskan, Al mendapatkan juara 3, diapresiasi oleh guru-guru dan teman sekelasku, aku juga mengucapkan selamat kepadanya dengan rasa yang tidak dapat dijelaskan.
Saat itu sekolah kita mengadakan study tour, kebetulan aku satu bus dengan Al dan saat itu aku juga melakukan beberapa interaksi dengannya, aku juga mulai akrab dengan Al kembali, ternyata dia tidak mempunyai pacar, aku senang mengetahui hal itu.
Tak terasa kelas 8 sudah berakhir, teman sebangku aku sudah mempunyai pacar, dia mulai asing denganku. Lagi dan lagi kelas kenaikan kelas 9 diacak kembali, aku sangat berharap se kelas lagi dengan Al. “Semoga aja kita sekelas” pesanku. “Amiinn” balas Al “Kalo tidak sekelas bagaimana? apa kita asing?” tanyaku. “Tidak tau sudah takdir, bisa jadi asing, people come and go” jawabnya.
Namun takdir berpihak lain, aku dan Al berbeda kelas. Aku sangat kecewa dengan hal itu, akhirnya Al berpindah tempat parkir agar bisa berangkat sekolah bersama denganku yang itupun terjadi tidak lama, karena adanya gosip aku dan Al berpacaran, padahal tidak. Sejak saat itu kami jarang berangkat sekolah bersama untuk menghindari kesalah pahaman itu, tapi sampai sekarang aku masih akrab dengan Al dan setiap hari saling mengirim pesan untuk cerita hari hari kita dan tentang tugas, aku sering mengunjungi kelasnya saat ada waktu luang dan saat istirahat, begitupun juga Al mengunjungi kelasku untuk ke temannya yang sekelas denganku.
Cerpen Karangan: Amelya Putri, SMPN 1 PURI Blog / Facebook: Mxlyptr_