Ketika Aara sedang berjalan menuju parkiran untuk mengambil sepedanya, tiba-tiba saja Attar memanggil namanya dengan lantang. “Aara, kamu mau kemana” Aara pun menoleh, ia sangat terkejut dengan keberadaan sosok Attar “Maaf Pak, Aara mau pulang,” Attar berjalan mendekati Aara, dan menatap mata gadis itu yang terlihat begitu sayu. Tentu saja Attar tahu isi ijazah Aara, sebenarnya ia ingin sekali membantu nilai Aara tapi apalah daya ia hanya seorang guru yang jabatannya tidak berkuasa. “Aara saya minta kamu ingat perkataan saya waktu itu, saya mohon kamu jangan terlalu kecewa kepada diri kamu, kamu harus yakin bahwa semua ini termasuk sebagian dari takdir Allah, kamu harus yakin bahwa Allah memiliki rencana indah untuk kamu kedepannya,” “Terimakasih Pak, kalau begitu saya pamit,” Aara bergegas mengayuh sepedanya, dan meninggalkan Attar yang sedang berdiri tepat dibelakangnya.
“Sebentar Aara, saya punya sesuatu untuk kamu,” Attar memberikan sebuah kotak yang dibungkus kado dan diletakkan di keranjang sepedanya. “Tidak usah Pak, terimakasih,” Aara mengembalikan lagi kotak itu ke Attar. “Saya mohon terima Aara, terserah mau kamu buka kapan saja itu hak kamu, tapi saya mohon terima dulu,” akhirnya Aara pun menerimanya dengan hati yang penuh tanya, apakah gerangan yang membuat Attar memberikan hadiah untuknya.
Sesampainya di rumah, Aara langsung memeluk Ibunya dan lansung menangis, ia menceritakan semuanya bahwa nilai dalam ijazah nya sangat memalukan. “Ibu, Aara minta maaf Aara belum bisa bahagiain Ibu, Aara minta maaf Aara selalu buat Ibu malu,” “Sayang, Ibu nggak pernah nuntut kamu untuk selalu menjadi seperti yang Ibu harapkan, sekarang Ibu cuma mau kamu jangan berlarut-larut dalam hal ini, dan sekarang saatnya kamu pikir lagi bagaimana masa depan kamu, Ibu yakin kamu memiliki kemampuan yang ada dalam diri kamu yang bisa kamu kembangkan, dan Ibu punya tabungan yang memang sudah Ibu siapkan untuk kamu melanjutkan ke Perguruan Tinggi, dan sekarang tugas kamu pikir matang-matang Universitas mana yang kamu mau dan jurusan apa yang mau kamu pilih, oke.” Ibu Aara memang sosok yang sangat hebat, ia tak pernah menuntut Aara untuk menjadi seperti apa yang inginkan.
Akhirnya Aara memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya, dan ia memilih jurusan Sastra Indonesia, ia selalu ingat apa yang disampaikan oleh Attar saat itu, dan kado dari Attar yang berisikan buku diary telah menjadi teman ceritanya dalam menentukan masa depan. Dan komunikasi antara Aara dan Attar pun terjalin sangat baik, tentu saja Aara merasa bahwa Attar memiiki perasaan terhadapnya.
Dua tahun kemudian, pribadi Aara telah berubah, Aara menjadi Mahasiswi yang aktif dalam semua mata kuliah, ia juga selalu juara dalam setiap kompetisi menulis, baik menulis puisi, cerita anak, hingga cerita pendek, bahkan ia telah menerbitkan tujuh buah novel, tentunya pencapaian yang sangat luar biasa baginya, dan ia percaya bahwa semua ini lantaran dari Attar, sosok guru yang telah memberikan dukungan yang luar biasa kepadanya.
Akhirnya hari kelulusan yang dinanti-nantikan oleh semua Mahasiswa dilaksanakan, dan ternyata Aara menjadi Mahasiswa terbaik, dan tentunya itu sangat membuat Ibu Aara bersyukur. Semua pencapaian Aara, Attar tahu, karena setiap hari Attar dan Aara selalu bertukar kabar, bahkan sesekali menyinggung pembicaraan mengenai perihal rumah tangga, tentunya Aara sudah menaruh banyak harapan terhadap Attar.
Aara mendapatkan tawaran untuk menjadi guru di sekolahnya dulu, yaitu SMK Darussalam dan dia tahu ketika ia menjadi guru di sekolah itu, tentunya ia akan selalu bertemu dengan Attar. Aara juga tak lupa memberitahukan hal itu kepada Attar, dan mendapat respon dan dukungan yang sangat baik, tetapi semakin lama komunikasi mereka memburuk, Attar perlahan menjadi sosok yang sangat dingin terhadapnya, tanpa sedikitpun Aara membuat ulah, tetapi Aara pun tak pernah mempermasalahkan hal itu, ia tetap menjadi Aara yang dulu, ia tetap memberikan perhatian yang baik terhadap Attar, meski hanya dibalas dengan jawaban iya dan hem saja.
“Pak Attar, menurut Bapak kapan ya Aara masuk ke SMK Darussalam?” “Lah urusan kamu di Jogja kapan selesainya?” “Insyaallah bulan depan Aara sudah bisa pulang Pak,” “Yasudah, terserah kamu, yang penting kamu selesaikan dulu urusanmu, kamu sekarang harus mandiri, kamu harus bisa menentukan pilihanmu, kamu sudah dewasa masak hal sekecil itu saja kamu harus tanya ke saya?” Tentu saja Aara terkejut melihat balasan chat dari Attar, kali ini ia semakin yakin bahwa Attar benar-benar telah berubah. “Yasudah Pak, mulai sekarang Aara mau belajar biar lebih mandiri lagi, dan gak perlu tanya-tanya ke Pak Attar hehe,” Aara mengharapkan balasan Attar yang seolah ia minta maaf. “Hem,” Aara marah, dan tentunya kecewa terhadap Attar “Gak usah dibalas Pak,” “Oke,” Aara menahan tangis ketika melihat balasan Attar yang seolah menggampangkan pesan darinya “Gak penting kan?” “Iya,” Aara menangis dan gemetar membacanya, sebenarnya ia tak ingin lagi membalasnya tapi ia percaya bahwa Attar hanya bercanda. “Yasudah, Assalamualaikum.” Aara mengharap agar Attar tak membalas salamnya. “Waalaikumussalam.” Kali ini tangis Aara benar-benar pecah. Ia tau bahwa sudah tidak ada lagi yang bisa diharapkan dari sosok Attar.
Sebulan kemudian setelah Aara menyelesaikan semua urusannya, ia langsung kembali ke kampung halamannya, dengan niat menerima tawaran dari kepala SMK Darussalam dan ia masih berharap agar bisa bertemu dengan Attar, dan kembali memperbaiki hubungannya.
Aara masuk ke SMK Darussalam ini mendapatkan sambutan yang sangat luar biasa, begitu juga dengan Attar, Attar memberikan ucapan selamat kepada Aara, dan tentu saja itu membuat Aara kembali mengharapkan Attar. Ketika semua guru-guru sedang berbincang-bincang di kantor, tiba-tiba Aara mengetahui fakta baru tentang Attar.
“Pak Attar, bagaimana tadi malam acara tunangannya? mohon maaf sekali saya tidak bisa hadir, karena kebetulan tadi malam ada acara keluarga juga Pak,” sederet kalimat yang diucapkan oleh salah satu guru, yang membuat darah Aara dingin seolah membeku. Tentu saja Aara menahan sakit yang amat mendalam. “Alhamdulillah lancar Pak, mohon do’a nya saja semoga dilancarkan sampai akad nanti,” Aara yang tak tahan mendengar jawaban dari Attar, ia memutuskan untuk pamit pulang.
Sesampainya di rumah ia langsung membuka buku diary yang dulu diberi oleh Attar, dan hanya tersisa satu lembar kosong yang ia gunakan untuk menuliskan bait-bait do’a yang ia panjatkan, dan tentu saja itu tentang Attar.
“Yaallah terimakasih Engkau telah mempertemukan hamba dengan Pak Attar meskipun dalam waktu yang sangat singkat, hampir empat tahun Aara mengharapkan sosok Pak Attar lah yang akan menjadi Imam Aara kelak, namun Engkau berkehendak lain Yaallah, Aara ikhlas Yaallah, dan Aara yakin Engkau telah menyiapkan sosok yang lebih baik dari Pak Attar yang akan menjadi pendamping untuk Aara nanti. Aara terima segala ketentuan Mu Yaallah.”
SELESAI
Cerpen Karangan: Sri Wahyuningsih Blog / Facebook: Wahyu Ningsih TENTANG PENULIS Sri Wahyuningsih, Lahir di Tanggamus, Lampung Selatan. Pada tanggal 27 Maret Tahun 2002. Alumni SMP Islam Kebumen, SMK Darussalam Argomulyo, dan melanjutkan ke bangku kuliah di Universitas Pringsewu, Lampung. Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia. Sangat hobi melakukan hal-hal yang berkaitan dengan karya sastra, seperti menulis cerpen, puisi, dan juga hobi membaca. Saat ini juga masih menjalani pendidikan non-formal di Pondok Pesantren Darussalam, Argomulyo, Lampung.